Munakhir Mudjosemedi
Department Of Dentomaxillofacial Radiology, Faculty Of Dentistry, Universitas Gadjah Mada, Jl. Denta, Sekip Utara, Yogyakarta

Published : 14 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

Peningkatan Jumlah Mikronukleus pada Mukosa Gingiva Kelinci Setelah Paparan Radiografi Panoramik Shantiningsih, Rurie Ratna; Suwaldi, Suwaldi; Astuti, Indwiani; Mudjosemedi, Munakhir
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 20, No 2 (2013)
Publisher : Majalah Kedokteran Gigi Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Mikronukleus merupakan salah satu tanda awal terjadinya kerusakan DNA yang ditemukan pada mukosa gingiva manusia setelah paparan radiografi dental panoramik.   Peningkatan jumlah mikronukleus terjadi paling tinggi pada hari ke-10 dan selanjutnya mengalami penurunan sampai dengan hari ke-14. Kelinci memiliki karakter dan periode turn-over mukosa gingiva yang hampir sama dengan manusia berkisar antara 10-12 hari. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi apakah peningkatan jumlah mikronukleus pada mukosa gingiva kelinci setelah paparan radiografi panoramik.Sembilan ekor kelinci dibagi menjadi 3 kelompok untuk mewakili hari ke-3, 6 dan 9 setelah paparan radiografi panoramik. Sebelum dan sesudah diberikan paparan radiografi panoramik,  setiap  hewan  coba  dilakukan  apusan  pada  mukosa  gingiva  anterior  rahang  bawah  menggunakan cervical brush. Hasil apusan dilakukan pewarnaan dengan modifikasi Feulgen-Rossenbeck dan dihitung jumlah mikronukleus menggunakan mikroskop yang disambungkan dengan optilab. Analisis statistik dilakukan menggunakan paired t-test. Analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara jumlah mikronukleus sebelum dan 9 hari sesudah paparan radiografi panoramik. Akan tetapi tidak ditemukan perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara sebelum paparan dibandingkan hari ke-3 dan ke-6 setelah paparan radiografi panoramik. Kesimpulang dari hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya pada manusia bahwa peningkatan jumlah mikronukleus terjadi pada hari ke-9 setelah paparan radiografi panoramik. Hasil ini mengindikasikan bahwa pada kelinci juga menunjukkan peningkatan jumlah mikronukleus di mukosa gingiva akibat paparan radiografi panoramik.ABSTRACT: Micronucleus Increase After Panoramic Radiography Exposure In Rabbit’s Gingival Mucosa. Micronucleus is one of the early states of DNA damage found in human gingival mucosa after dental panoramic radiography exposure. The increasing amount of micronucleus will reach a peak in the tenth day after the exposure, and it will continuously decrease right after the fourteenth day. Rabbit has almost the same gingival mucosa and turn-over period with human for about 10-12 days. The purpose of this research is to evaluate the increasing amount of micronucleus in rabbit’s gingival mucosa after panoramic radiography exposure. A total of nine New Zealand rabbits were divided into 3 groups to represent day of 3rd, 6th  and 9th after the panoramic radiography exposure. The mandibular anterior gingival mucosa of each animals was swabbed using a cervical brush before and after panoramic radiography exposure. The samples were stained with Feulgen-Rossenbeck modification, and the amount of micronucleus was counted using a microscope that is connected to Optilab. Statistical analysis was performed using paired t-test. The statistical analysis showed that there was significant difference (p <0.05) between the number of micronucleus before exposure and 9th day after panoramic radiography exposure. Moreover, there was no significant difference (p> 0.05) between the amount of micronucleus before exposure compared with 3rd  and 6th  day after panoramic radiography exposure. Based on the experiment, it is concluded that the result is consistent with previous studies conducted in human that there was increasing amount of micronucleus at the 9th  day after panoramic radiography exposure. This result   indicates that rabbit   performs the increasing amount of micronucleus in gingival mucosa because of panoramic radiography exposure
PENGARUH RISEDRONATE BISPHOSPHONATE TERHADAP ENZIM TRAP (EKSPRESI OSTEOKLAS) DI SEKITAR SUBSTRUKTUR IMPLAN GIGI ENDOSSEOUS: EFFECT OF RISEDRONATE BISPHOSPHONATE ON ENZYM TRAP (OSTEOCLAST EXPRESSION) SURROUNDINGS SUBSTRUCTURE ENDOSSEOUS DENTAL IMPLANT Suparyono Saleh; Iwan Dwi Prahasto; Munakhir Mudjosemedi; Ika Dewi Ana
Dentika: Dental Journal Vol. 18 No. 1 (2014): Dentika Dental Journal
Publisher : TALENTA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (365.096 KB) | DOI: 10.32734/dentika.v18i1.1950

Abstract

Keberhasilan gigi tiruan tanam, tergantung pada proses oseointegrasi, yaitu suatu hubungan langsung antara bagianimplan gigi yang tertanam di dalam tulang rahang (substructure) dengan jaringan tulang disekitarnya tanpa ada pengaruhdari jaringan lunak yang lain. Osteoklas berperan penting dalam proses oseointegrasi karena sel tersebut mempunyaikemampuan untuk meresorpsi tulang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh sediaan farmasi Risedronate(Ris) yang mempunyai kemampuan untuk mencegah proliferasi osteoklas. Tiga puluh enam tikus Wistar berumur 9-10minggu dengan berat antara 280-300 gram dibagi menjadi 4 kelompok (n= 9), setiap kelompok dibagi lagi menjadi 3subkelompok (n= 3). Kelompok I sebagai kontrol dengan perlakuan injeksi 0,05 mL cairan 0,9% NaCL sementarakelompok II, III, dan IV diinjeksi 0,05 mL sediaan Ris dengan konsentrasi 250, 500, dan 1000 µmol/L secara berurutan.Injeksi dilakukan setiap 3 hari sekali dengan lama waktu pemberian injeksi yang berbeda-beda, yaitu 14, 28, dan 56 hari.Analisis statistik menggunakan Uji Kruskal-Wallis dan U Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan terdapatperbedaan yang bermakna pada kelompok dosis Ris (p< 0,05) dan tidak signifikan pada kelompok hari amatan (p> 0,05).
Feature Selection of the Combination of Porous Trabecular with Anthropometric Features for Osteoporosis Screening Enny Itje Sela; Sri Hartati; Agus Harjoko; Retantyo Wardoyo; Munakhir Mudjosemedi
International Journal of Electrical and Computer Engineering (IJECE) Vol 5, No 1: February 2015
Publisher : Institute of Advanced Engineering and Science

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (346.894 KB) | DOI: 10.11591/ijece.v5i1.pp78-83

Abstract

This study aims to select the important features from the combination of porous trabecular pattern with anthropometric features for osteoporosis screening. The study sample has their bone mineral density (BMD) measured at the proximal femur/lumbar spine using dual-energy X-ray absorptiometry (DXA). Morphological porous features such as porosity, the size of porous, and the orientation of porous are obtained from each dental radiograph using digital image processing. The anthropometric features considered are age, height, weight, and body mass index (BMI). Decision tree (J.48 method) is used to evaluate the accuracy of morphological porous and anthropometric features for selection data. The study shows that the most important feature is age and the considered features for osteoporosis screening are porosity, vertical pore, and oblique pore. The decision tree has considerably high accuracy, sensitivity, and specificity.
Peningkatan Jumlah Mikronukleus pada Mukosa Gingiva Kelinci Setelah Paparan Radiografi Panoramik Rurie Ratna Shantiningsih; Suwaldi Suwaldi; Indwiani Astuti; Munakhir Mudjosemedi
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 20, No 2 (2013): December
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (552.875 KB) | DOI: 10.22146/majkedgiind.6738

Abstract

Mikronukleus merupakan salah satu tanda awal terjadinya kerusakan DNA yang ditemukan pada mukosa gingiva manusia setelah paparan radiografi dental panoramik. Peningkatan jumlah mikronukleus terjadi paling tinggi pada hari ke-10 dan selanjutnya mengalami penurunan sampai dengan hari ke-14. Kelinci memiliki karakter dan periode turn-over mukosa gingiva yang hampir sama dengan manusia berkisar antara 10-12 hari. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi apakah peningkatan jumlah mikronukleus pada mukosa gingiva kelinci setelah paparan radiografi panoramik. Sembilan ekor kelinci dibagi menjadi 3 kelompok untuk mewakili hari ke-3, 6 dan 9 setelah paparan radiografi panoramik. Sebelum dan sesudah diberikan paparan radiografi panoramik, setiap hewan coba dilakukan apusan pada mukosa gingiva anterior rahang bawah menggunakan cervical brush. Hasil apusan dilakukan pewarnaan dengan modifikasi Feulgen-Rossenbeck dan dihitung jumlah mikronukleus menggunakan mikroskop yang disambungkan dengan optilab. Analisis statistik dilakukan menggunakan paired t-test. Analisis statistik menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara jumlah mikronukleus sebelum dan 9 hari sesudah paparan radiografi panoramik. Akan tetapi tidak ditemukan perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara sebelum paparan dibandingkan hari ke-3 dan ke-6 setelah paparan radiografi panoramik. Kesimpulang dari hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya pada manusia bahwa peningkatan jumlah mikronukleus terjadi pada hari ke-9 setelah paparan radiografi panoramik. Hasil ini mengindikasikan bahwa pada kelinci juga menunjukkan peningkatan jumlah mikronukleus di mukosa gingiva akibat paparan radiografi panoramik.Micronucleus Increase After Panoramic Radiography Exposure In Rabbit’s Gingival Mucosa. Micronucleus is one of the early states of DNA damage found in human gingival mucosa after dental panoramic radiography exposure. The increasing amount of micronucleus will reach a peak in the tenth day after the exposure, and it will continuously decrease right after the fourteenth day. Rabbit has almost the same gingival mucosa and turn-over period with human for about 10-12 days. The purpose of this research is to evaluate the increasing amount of micronucleus in rabbit’s gingival mucosa after panoramic radiography exposure. A total of nine New Zealand rabbits were divided into 3 groups to represent day of 3rd, 6th  and 9th after the panoramic radiography exposure. The mandibular anterior gingival mucosa of each animals was swabbed using a cervical brush before and after panoramic radiography exposure. The samples were stained with Feulgen-Rossenbeck modification, and the amount of micronucleus was counted using a microscope that is connected to Optilab. Statistical analysis was performed using paired t-test. The statistical analysis showed that there was significant difference (p <0.05) between the number of micronucleus before exposure and 9th day after panoramic radiography exposure. Moreover, there was no significant difference (p> 0.05) between the amount of micronucleus before exposure compared with 3rd  and 6th  day after panoramic radiography exposure. Based on the experiment, it is concluded that the result is consistent with previous studies conducted in human that there was increasing amount of micronucleus at the 9th  day after panoramic radiography exposure. This result   indicates that rabbit   performs the increasing amount of micronucleus in gingival mucosa because of panoramic radiography exposure
Perbedaan Hasil Pengukuran Horizontal pada Tulang Mandibula dengan Radiograf Panoramik Munakhir Mudjosemedi; Rini Widyaningrum; Rellyca Sola Gracea
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 1, No 1 (2015): August
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (651.333 KB) | DOI: 10.22146/majkedgiind.9010

Abstract

Radiograf panoramik mencitrakan gigi-geligi rahang bawah dan atas beserta seluruh jaringan pendukungnya dalam sebuah citra tunggal, proses pemeriksaannya murah, cepat, dan mudah, serta paparan radiasi yang diterima oleh pasien relatif rendah. Di samping memiliki sejumlah keunggulan tersebut, radiograf panoramik juga memiliki kelemahan karena gambaran yang dihasilkan pada teknik radiografi ini mengalami distorsi geometris, sehingga hasil pencitraan pada radiografi panoramik cenderung tidak sesuai dengan ukuran struktur anatomi yang sesungguhnya pada pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil pengukuran horizontal pada preparat mandibula dibandingkan dengan pengukuran horizontal pada citra radiograf panoramik, serta untuk mengetahui seberapa besar distorsi pengukuranhorizontal pada radiograf panoramik. Sampel penelitian berupa 56 buah preparat mandibula yang masing-masing diberi 23 buah metal marker. Radiograf panoramik diambil dari masing-masing sampel. Pengukuran horizontal pada sampel menggunakan sliding caliper digital, sedangkan pengukuran horizontal pada radiograf panoramik menggunakankomputer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata yang bermakna (p<0,05) antara hasil pengukuran pada radiograf panoramik dibandingkan dengan hasil pengukuran pada preparat mandibula, kecuali pada hasil pengukuran horizontal regio gigi geligi posterior dan regio median line hingga posterior korpus mandibula. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada penempatan posisi kepala pasien yang memenuhi standar akan dihasilkan radiograf panoramik dengan distorsi geometris berupa penyempitan dimensi horizontal pada regio anterior mandibula. Pengukuran horizontal pada radiograf panoramik memiliki akurasi yang baik jika dilakukan pada regio posterior, namun cenderung tidak akurat jika dilakukan secara memanjang melintasi median line. Differences of Horizontal Measurement on Dry Mandibles and Panoramic Radiographs. Panoramic radiograph produces one single image of both maxillary and mandibular dental arches and their supporting structures. This technique is cheap, fast and easy, with relatively low radiation exposure received by patients. However, the panoramic radiograph also has some disadvantages related to its geometric distortion. The images of patient’s anatomical structureson panoramic radiograph are not equal with their actual dimension. The aim of this study is to determine the distortion of panoramic radiograph, by comparing the horizontal measurements on panoramic radiographs with those on the real object, which was the dry mandibles. The samples of this study were 56 dry mandibles with 23 metal markers on each ofthem. Panoramic radiograph was taken from each sample. Horizontal measurements on dry mandibles were done using digital sliding caliper, while horizontal measurements on panoramic radiograph were done using computer. The result of this study shows that there were significant differences (p<0.05) between horizontal measurements on panoramicradiographs compared with the measurements on dry mandibles, except in posterior dental arch and median line up toposterior region of mandible corpus. The results of this study indicate that panoramic radiograph taken on standardized patient’s head positioning procedure would produce geometric distortion that tends to be narrow on mandibular anterior region. The horizontal measurements of panoramic radiographs show good accuracy in posterior region, but tend to be inaccurate if done extended across the midline.
Perbandingan hasil pengukuran pada citra Cone Beam Computed Tomography (CBCT) dengan objek sesungguhnya Ratihana Nurul Indias; Rurie Ratna Shantiningsih; Rini Widyaningrum; Munakhir Mudjosemedi
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 3, No 3 (2017): December
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.281 KB) | DOI: 10.22146/majkedgiind.15240

Abstract

The distance comparison of Cone Beam Computed Tomography (CBCT) image with the real object. Dentist use radiographs to establish diagnosis, treatment plan, prognosis, as well as to evaluate patient’s treatment. Accurate anatomical dimension is a pivotal point in radiography, especially in the field of oral surgery and dental implant planning. The information about distortion in radiograph is very important to prevent any misdiagnosis and incorrect treatment plan. The purpose of this study was to compare the metal marker distance in CBCT image with the real measurement in dried mandibles. Samples in this study were 40 CBCT images of human dried mandibles, which were produced by using Volux 3D dental CT (Genoray, Korea, 60 kVp, 60 mAs, 10s). Horizontal, vertical, and oblique measurements on CBCT image were done by using Volux 3D dental CT software (GDP-1 software Triana). Themeasurement on CBCT image was compared with the real measurement by using Wilcoxon signed rank test. Image distortion was calculated by subtracting the metal marker distance obtained from CBCT images by the real distance obtained by a direct measurement on dried mandible. The distortion was expressed as a percentage. There were some significant differences (p<0.05) between metal marker distance on CBCT image with a direct measurement in dried mandibles, except oblique measurements on anterior mandibular body that was done without involving mandibular base. The maximal distortion on panoramic view of CBCT image in this study was 8%, and the distortion was different in each part of the mandible. ABSTRAKPemeriksaan radiografi diperlukan oleh dokter gigi untuk menetapkan diagnosis, rencana perawatan, prognosis, dan evaluasi hasil perawatan. Radiograf yang memiliki ketepatan dimensi anatomi diperlukan pada tindakan bedah dan pemasangan implan. Informasi mengenai distorsi hasil pengukuran pada radiograf diperlukan untuk mencegah kesalahan penetapan diagnosis dan rencana perawatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan jarak metal marker pada pengukuran horizontal, vertikal, dan oblique citra Cone Beam Computed Tomography (CBCT) dengan objek sesungguhnya pada preparat mandibula kering. Sampel penelitian berupa 40 citra CBCT preparat mandibula kering yang dihasilkan oleh mesin Volux 3D dental CT (Genoray, Korea) dengan menggunakan tegangan 60 kVp, kuatarus 60 mAs, dan waktu paparan 10 detik. Pengukuran pada citra CBCT dilakukan dengan mengukur jarak terjauh antara kedua metalmarker secara horizontal, vertikal, dan oblique menggunakan software Volux 3D dental CT (GDP-1 software Triana). Hasil pengukuran pada citra CBCT dibandingkan dengan hasil pengukuran pada preparat mandibula dan dianalisis dengan menggunakan wilcoxon signed rank test. Distorsi dihitung dari perubahan hasil pengukuran pada citra CBCT dibagi dengan ukuran sesungguhnya pada objek, dan dinyatakan dalam satuan persen (%). Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p<0,05) antara hasil pengukuran jarak metal marker pada citra CBCT dibandingkan dengan objek sesungguhnya pada preparat mandibula kering, kecuali hasil pengukuran oblique tanpamelibatkan basis mandibula di bagian anterior mandibula. Rerata distorsi tertinggi pada citra CBCT panoramic view sebesar 8%, dengan nilai distorsi yang berbeda pada setiap bagian mandibula.
Oral cancer imaging: the principles of interpretation on dental radiograph, CT, CBCT, MRI, and USG Rini Widyaningrum; Arif Faisal; M. Mitrayana; Munakhir Mudjosemedi; Dewi - Agustina
Majalah Kedokteran Gigi Indonesia Vol 4, No 1 (2018): April
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2199.492 KB) | DOI: 10.22146/majkedgiind.22050

Abstract

Oral cancer is a malignant neoplasia on the lip and oral cavity. It is generally late-detected, locally invasive, and it has a high propensity for cervical lymph node metastases as well as blood-borne distant metastases. Diagnostic imaging for oral cancer is generally performed using conventional radiography, Cone Beam Computed Tomography (CBCT), Computed Tomography (CT), ultrasonography (USG), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Positron Emission Tomography (PET), Single-Photon Emission Computed Tomography (SPECT), and bone scintigraphy. This review provides a general overview of oral cancer imaging and basic principles of interpretation for oral cancer using several imaging modalities. The selection of imaging modalities for oral cancer must be based upon clinical condition, availability of imaging modalities, and cost effectivity. Despite the limited availability of modern imaging modalities in Indonesia, understanding on the major concept of various oral cancer imaging and its interpretation are certainly required by the dentists. Imaging and its interpretation are required to assist the diagnosis and determine the most appropriate treatment plan. Thus, the survival rate can be improved.
Korelasi antara jumlah mikronukleus dan ekspresi 8-oxo-dG akibat paparan radiografi panoramic (The correlation of micronucleus formation and 8-oxo-dG expression due to the panoramic radiography exposure) Rurie Ratna Shantiningsih; Suwaldi Suwaldi; Indwiani Astuti; Munakhir Mudjosemedi
Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) Vol. 46 No. 3 (2013): September 2013
Publisher : Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga https://fkg.unair.ac.id/en

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (477.241 KB) | DOI: 10.20473/j.djmkg.v46.i3.p119-123

Abstract

Background: The expression of 8-oxo-dG is defined as one form of damaged DNA occuring as the result of oxidation reaction due to X ray exposure. Panoramic radiography exposure has been widely known to be able to increase micronucleus which are signing the early stage and as biomarker in carsinogenesis mechanism. Purpose: The purpose of this research was to determine the correlation between micronucleus number and 8-oxo-dG expression as a result of panoramic radiography exposure. Methods: Twelve New Zealand male rabbits aging 6 months were divided into 4 groups. Group I were rabbits that represented 0 day, group II represented 3th day, group III represented 6th day, and group IV represented 9th day after the panoramic radiography exposure. Respectively samples were swabbed at mandibular anterior gingival mucosa before and after the panoramic radiography exposure. The swabbed samples were coloured by using Feulgen-Rossenbeck modified staining for calculating the amount of micronucleus formation. Expression of 8-oxodG was detected using immunohistochemical of rabbit’s gingival mucosa epithelium. Statistical analysis were carried out on pearson correlation. Results: There was a highest increasing of micronucleus on the 9th day after panoramic radiography exposure. Meanwhile, there was significant correlation (p=0,049) of the increasing amount of micronucleus and 8-oxo-dG expression in negatively correlation (r = -0,578). The increasing of micronucleus formation on the 9th day after panoramic radiography exposure was accordance with some previous studies. The expression score of 8-oxo-dG decreases as the day goes by. Conclusion: There was a correlation between the number of micronucleus and expression score of 8-oxo-dG.Latar belakang: Ekspresi 8-oxo-dG adalah suatu bentuk kerusakan DNA yang terjadi akibat reaksi oksidatif dari paparan sinar X. Paparan radiografi panoramik telah diketahui menyebabkan peningkatan jumlah mikronukleus yang merupakan biomarker tahap dini mekanisme karsinogenesis. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti korelasi antara jumlah mikronukleus dan ekspresi 8-oxo-dG akibat paparan radiografi panoramik. Metode: Sebanyak 12 ekor kelinci New Zealand jantan usia 6 bulan dibagi menjadi 4 kelompok. Kelompok I merupakan kelinci untuk mewakili hari ke-0, kelompok II untuk mewakili hari ke-3, kelompok III untuk mewakili hari ke-6, dan kelompok IV untuk mewakili hari ke-9 setelah paparan radiografi panoramik. Terhadap seluruh kelinci dilakukan usapan pada mukosa gingiva anterior rahang bawah sebelum dan sesudah dilakukan paparan radiografi. Selanjutnya terhadap sampel usapan itu dilakukan pewarnaan menggunakan teknik pewarnaan modifikasi Feulgen-Rossenbeck untuk menghitung jumlah mikronukleus. Ekspresi 8-oxo-dG dinilai dari pemeriksaan imunohistokimia pada sel epitel mukosa gingiva kelinci. Analisis statistik menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil: Peningkatan jumlah mikronukleus paling tinggi terjadi pada hari ke-9 setelah paparan radiografi panoramik. Sementara itu, terdapat korelasi yang signifikan (p=0,049) antara peningkatan jumlah mikronukleus dan ekspresi 8-oxo-dG dengan arah korelasi yang negatif (r=-0,578). Peningkatan jumlah mikronukleus yang terjadi pada hari ke-9 setelah paparan radiografi panoramik ini sesuai dengan penelitian sebelumnya. Dengan bertambahnya hari skor ekspresi 8-oxo-dG semakin menurun. Simpulan: Terdapat korelasi antara jumlah mikronukleus dan skor ekspresi 8-oxo-dG.
Comparison of maxillary sinus on radiograph among males and females Rona Aulianisa; Rini Widyaningrum; Isti Rahayu Suryani; Rurie Ratna Shantiningsih; Munakhir Mudjosemedi
Dental Journal (Majalah Kedokteran Gigi) Vol. 54 No. 4 (2021): December 2021
Publisher : Faculty of Dental Medicine, Universitas Airlangga https://fkg.unair.ac.id/en

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/j.djmkg.v54.i4.p200-204

Abstract

Background: An obstacle in forensic odontology is an incomplete body caused by post-mortem damage. The problem can be solved by using lateral cephalometric radiographs for victim identification. Sex determination can be performed on the maxillary sinus, which is the largest among the paranasal sinuses. Purpose: This study aims to analyse the maxillary sinuses’ width and height on lateral cephalometric radiographs among male and female subjects. Methods: The study samples were 60 lateral cephalometric radiographs (30 males and 30 females) between the ages of 20 and 40, with complete permanent dentition (or third molar absence). The height and the width of maxillary sinus measurement were performed using measurement tools of EzDent-i Vatech Software. Results: The average width of the maxillary sinus on males was 40.60 ± 1.56 mm, and the height was 35.02 ± 2.09 mm, while the width and the height on females were 36.93 ± 1.30 mm and 29.72 ± 1.76 mm, respectively. The independent t-test reveals a significant difference (p<0.05) between males and females, both in the maxillary sinus’s width and height on the lateral cephalometric radiograph. Conclusion: The maxillary sinus in males is larger than in females, it opening up possibilities for disaster victim identification.
Perbandingan sudut antegonial dan kedalaman antegonial pada radiograf panoramik antara pria dan Wanita: Studi Observasional Purba, Theresia Alfi; Widyaningrum, Rini; Mudjosemedi, Munakhir; Yanuaryska, Ryna Dwi
Padjadjaran Journal of Dental Researchers and Students Vol 7, No 3 (2023): Oktober 2023
Publisher : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/pjdrs.v7i3.48028

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Identifikasi individu dapat dilakukan dengan menggunakan metode identifikasi sekunder, salah satunya berupa determinasi jenis kelamin menggunakan radiograf. Identifikasi jenis kelamin dapat dilakukan dengan mengamati morfologi mandibula yang merupakan tulang terkuat dan terbesar di wajah manusia. Perbedaan mandibula antara pria dan wanita pada regio antegonial mandibula dapat diamati serta diukur pada radiograf panoramik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan sudut dan kedalaman antegonial antara pria dan wanita serta untuk menentukan perbedaan sudut dan kedalaman antegonial antara sisi kiri dan kanan pada radiografi panoramik. Metode: Sampel penelitian terdiri dari 80 radiograf panoramik dari 40 pasien pria dan 40 wanita berusia 20-60 tahun. Pengukuran sudut antegonial dan kedalaman antegonial dilakukan secara digital pada radiografi panoramik. Independent sample t-test digunakan untuk mengetahui apakah ada perbedaan diantara kedua variabel yang dibandingkan antara pria dan wanita sekaligus untuk mengetahui perbedaan antara pengukuran sisi kanan dan kiri. Hasil: Rerata sudut antegonial pada kelompok pria adalah 155,36° ± 5,85 sedangkan pada kelompok wanita adalah 159,07° ± 5,25. Rerata kedalaman antegonial pada kelompok pria adalah 2,07 ± 0,69 mm dan pada kelompok wanita adalah 1,75 ± 0,59 mm. Hasil independent sample t-test menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada sudut antegonial dan kedalaman antegonial antara kelompok pria dan wanita, serta tidak ada perbedaan yang signifikan pada sudut maupun kedalaman antegonial antara sisi kiri dan kanan (p>0,05). Simpulan: Terdapat perbedaan sudut dan kedalaman antegonial antara pria dan wanita, serta tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada sudut dan kedalaman antegonial antara sisi kiri dan kanan pada radiografi panoramik.KATA KUNCI: Radiograf, panoramik, mandibula, sudut antegonial, kedalaman antegonialComparing antegonial angle and antegonial depth on panoramic radiographs between men and women: observational studyABSTRACTIntroduction: Personal identity can be determined using secondary identification methods such as sex estimation using radiograph. Mandibular morphology can be used for estimating sex. The mandible, as the largest and most robust bone in the human facial skeleton, provides valuable information for sex estimation. The antegonial region indicates sexual dimorphism in the mandible, which can be visually assessed on panoramic radiographs. This study aims to investigate potential differences in antegonial angles and depths between males and females, in addition to identify any differences in antegonial angle and depth on panoramic radiographs between the left and right sides. Methods: The study sample included 80 panoramic radiographs taken from 40 male and 40 female patients aged 20-60 years. The antegonial angle and depth were measured digitally on panoramic radiographs. The collected data was analyzed using an independent sample t-test. Results: In the male group, the mean antegonial angle was 155.36°±5.85, while in the female group, it was 159.07°±5.25. The mean value of antegonial depth in the male group was 2.07±0.69 mm and in the female group it was 1.75±0.59 mm. Independent sample t-test reveals a significant difference in antegonial angle and depth between the male and female groups (p<0.05) and no significant difference in both measurement between the left and right sides (p>0.05). Conclusion: There are differences in antegonial angles and depths between men and women, and no significant difference in antegonial angles and depths between the left and right sides on panoramic radiographs.KEY WORDS: radiograph, panoramic, mandible, antegonial angle, antegonial depth