Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Implementasi Peraturan Menteri Agama No 20 Tahun 2019 Pasal 5 Ayat (3) Tentang Pemeriksaan Dokumen Pencatatan Perkawinan di KUA Margaasih Ibtihal Khalda; Ramdan Fawzi; Yandi Maryandi
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsifl.v3i2.9447

Abstract

Abstract. In the Marriage Registration section, further document inspection is regulated in Article 5 paragraph (3) "The Head of the KUA District/ Penghulu/ PPN LN conducts an examination of marriage documents by presenting the prospective husband, prospective wife, and guardian to ascertain whether or not there is a marriage certificate." Based on the article above, it is clear that when registering a marriage, the bride and groom are required to be present and bring their guardian, with the aim of checking whether there are obstacles to getting married or not. This study aims to find out how the implementation of the Minister of Religion Regulation No. 20 of 2019 concerning examining marriage registration documents at the KUA Margaasih. The research uses qualitative methods with a normative juridical approach, field data types (Field Research) and library data. Methods of data collection with interviews and retrieval. The results of this study are that the implementation of the minister of religion regulation No. 20 of 2019 article 5 paragraph (3) concerning examining marriage registration documents at KUA Margaasih has not yet implemented this regulation, especially in examining marriage guardians when the bride and groom register at the KUA, the causative factor of religious regulation No. 20 article 5 paragraph (3) concerning marriage marriages has not been treated because the bride and groom do not understand or know these religious regulations, then the KUA itself has not provided socialization to the prospective bride and groom regarding the guardian's wedding ceremony when carrying out the marriage. Abstrak. Dalam Pencatatan Perkawinan bagian pemeriksaan dokumen lebih lanjut diatur dalam pasal 5 ayat (3) “Kepala KUA Kecamatan/ Penghulu/ PPN LN melakukan pemeriksaan terhadap dokumen nikah dengan menghadirkan calon suami, calon istri, dan wali untuk memastikan ada atau tidak adanya untuk menikah.” Berdasarkan pasal diatas jelas bahwa ketika mendaftarkan nikah calon pengantin diharuskan hadir dan membawa wali nikahnya, dengan tujuan untuk pemeriksaan apakah ada halangan menikah atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi peraturan menteri agama no 20 tahun 2019 tentang pemeriksaan dokumen pencatatan perkawinan di KUA Margaasih. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif, jenis dari data lapangan (Field Research) dan data Pustaka. Metode pengumpulan data dengan wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini bahwa implementasi peraturan menteri agama no 20 tahun 2019 pasal 5 ayat (3) tentang pemeriksaan dokumen pencatatan perkawinan di KUA Margaasih belum begitu diterapkan peraturan tersebut khususnya dalam pemeriksaan terhadap wali nikah pada saat calon pengantin melakukan pendaftaran ke KUA, faktor penyebab peraturan menteri agama No 20 pasal 5 ayat (3) tentang pemeriksaan pencatatan perkawinan ini bekum di terapkan karena calon pengantin yang belum paham atau mengetahui terhadap peraturan menteri agama tersebut, kemudian dari pihak KUA sendiri belum memberikan sosialisasi terhadap calon pengantin terhadap pentingnya wali dihadirkan pada saat melkukan pendaftaran perkawinan.
Perceraian pada Masa Pandemi di Pengadilan Agama Kota Bandung Perspektif Maslahah Mursalah Wafa Qurota Aini; Yandi Maryandi; Muhammad Yunus
Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam Volume 3, No.1, Juli 2023, Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam (JRHKI)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrhki.vi.1993

Abstract

Abstract. In the household there are various things that can cause disputes, leading to divorce, especially during the Covid-19 pandemic, which is one of the causes of the increasing number of divorces in the Bandung Religious Court due to various factors. Maslahah mursalah is one of the theories of extracting law in Islam when there are no rules in the Qur'an or hadith. Researchers in their research formulated the following problem formulation: How is divorce law in Islam; What is the divorce rate during the Covid 19 pandemic in the city of Bandung; What is the impact of divorce during the covid 19 pandemic at the Bandung City Religious Court from the perspective of maslahah mursalah; As for the purpose of this study is to answer the formulation of the problem. This research is a field research, using an empirical juridical approach. The results of his research are that in Islam divorce talak is a divorce in which the husband submits a divorce application to the Religious Court, while the wife seeks divorce; Divorce cases during the Covid 19 pandemic at the Bandung City Religious Court have increased. And the impact of divorce during the Covid 19 pandemic at the Bandung Religious Court was in accordance with the maslahah mursalah by considering the reasons and factors for divorce to avoid harm and bring benefit. Abstrak. Dalam rumah tangga terdapat berbagai hal yang dapat menyebabkan perselisihan, hingga menimbulkan perceraian terlebih pada masa pandemi covid-19 yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka perceraian di Pengadilan Agama Bandung karena berbagai faktor. Maslahah mursalah merupakan salah satu teori penggalian hukum dalam Islam ketika tidak ada aturan dalam Al-Qur’an maupun hadist. Peneliti dalam penelitiannya merumuskan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana hukum perceraian dalam islam; Bagaimana tingkat perceraian di masa pandemi covid 19 di Kota Bandung; Bagaimana dampak perceraian pada masa pandemic covid 19 di Pengadilan Agama Kota Bandung perspektif maslahah mursalah; adapun tujuan dari penelitian ini yaitu menjawab rumusan masalah. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research), menggunakan pendekatan yuridis empiris. Hasil penelitiannya bahwa dalam islam cerai talak yaitu perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh suami ke Pengadilan Agama sedangkan cerai gugat diajukan oleh istri; kasus perceraian pada masa pandemic covid 19 di Pengadilan Agama Kota Bandung mengalami peningkatan. Dan dampak dari perceraian pada masa pandemic covid 19 di Pengadilan Agama Bandung sudah sesuai dengan maslahah mursalah dengan mempertimbangkan alasan dan faktor perceraian untuk menghindari kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan.
Peranan Observatorium Al-Biruni Unisba dalam Pengembangan Ilmu Falak di Kota Bandung Nurul Fathurrohmah Sofyani Putri; Fahmi Fatwa Rosyadi Satria Hamdani; Yandi Maryandi
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsifl.v4i1.11739

Abstract

Abstract. An observatory is a place where celestial objects can be studied with appropriate equipment. The existence of Al-Biruni Observatory can be used as a place to develop students' skills and help them learn Phalac Science. This is important to Muslims as it is related to determining the time of praying, fasting and pilgrimages, and can also be used to measure the direction of the Qibla. In addition, it can be used as a way of admiring the creation of Allah SWT. The purpose of this research is to find out the opportunities and challenges faced by Al-Biruni Observatory UNISBA in the development of Falak Science. Also, to find out the role of Al-Biruni Observatory in the development of Falak Science in Bandung City. This research is a case study field research. Data was collected by observing, interviewing and documenting. The results showed that the Al-Biruni Observatory has many opportunities for activities that can be carried out. However, due to its location in the middle of the city, this observatory is faced with several challenges, such as light pollution and the weather. Although inaugurated only two years ago, this observatory is already being used as a Hilal observatory. It works with the Ministry of Religious Affairs. It's not only used by UNISBA students, but is also visited by those coming from outside. Abstrak. Observatorium adalah sebuah tempat untuk mengkaji benda-benda langit menggunakan perlengakapan yang memadai. Keberadaan Observatorium Al-Biruni dapat dijadikan sebagai tempat pengembangan dan peningkatan kemampuan mahasiswa dan juga membantu mahasiswa dalam mempelajari ilmu falak. Karena mempelajari ilmu falak itu penting bagi umat Muslim, sebab hal ini berkaitan dengan penentuan waktu ibadah, seperti salat, puasa, dan ibadah haji, dan juga dapat digunakan untuk mengukur arah kiblat.. Selain itu, hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengagumi ciptaan Allah SWT. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peluang dan tantangan apa saja yang dihadapi oleh Observatorium Al-Biruni UNISBA dalam pengembangan Ilmu Falak, serta untuk mengetahui peran dari Observatorium Al-Biruni dalam Pengembangan Ilmu Falak di Kota Bandung. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dengan pendekatan studi kasus. Sumber data yang didapatkan adalah dari observasi, wawancara, serta dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Observatorium Al-Biruni mempunyai banyak peluang kegiatan yang dapat dilakukan. Akan tetapi keberadaannya yang berada di tengah kota membuat observatorium ini menghadapi beberapa tantangan, diantaranya adalah polusi cahaya, dan cuaca. Meskipun peresmiannya baru dilakukan 2 tahun yang lalu, observatorium ini sudah dijadikan sebagai tempat pengamatan hilal dan bekerja sama dengan Kementerian Agama. Tidak hanya dipergunakan oleh mahasiswa UNISBA, tetapi juga menerima kunjungan dari luar.
Tinjauan Fiqih Munakahat terhadap Fenomena Penundaan Pernikahan Pada Pemuda Indonesia Tahun 2021 Fadil Yusuf Muhamad; Fahmi Fatwa Rosyadi Satria Hamdani; Yandi Maryandi
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsifl.v4i1.11758

Abstract

Abstract. The phenomenon of postponing marriage that occurs in Indonesian youth has increased significantly. According to the 2021 Indonesian Youth Statistics, in the past 10 years starting from 2011, there were 51.98 percent of unmarried youth until 2021 it increased to 61.09 percent or around 40.18 million youth. This phenomenon is contrary to the advice to marry in Islam which in principle, delaying marriage or even not marrying at all is something that is not justified. Nonetheless, the law delaying marriage cannot be blamed entirely. For a variety of reasons and certain conditions, marriage can result in different laws. Therefore, this study aims to find out how marriage delays occur in Indonesian youth and how Munakahat Fiqh reviews the factors behind marriage delays in Indonesian youth. This research is qualitative research with a Normative-Empirical approach. The types and sources of data used in this study are primary and secondary data that are analyzed descriptively using interactive analysis methods. After conducting research on the postponement of marriage in Indonesian youth, the factors behind it are wanting to improve the quality of life in educational and economic aspects, as well as cultural shifts and the influence of the government's new policy regarding marriage age in Law No. 16 of 2019. Based on the Munakahat Fiqh review , it was found that the law of changing marriage for someone who postponed marriage was based on educational factors. Haram marrying on economic factors, Mandatory on cultural factors, and haram marrying on marriage delay factors motivated by Law No. 16 of 2019. Abstrak. Fenomena penundaan pernikahan yang terjadi pada pemuda Indonesia mengalami peningkatan yang signifikan. Menurut Statistik Pemuda Indonesia tahun 2021, dalam 10 tahun kebelakang yang dimulai dari tahun 2011, terdapat 51,98 persen pemuda yang belum menikah hingga pada tahun 2021 meningkat menjadi 61,09 persen atau sekitar 40,18 juta pemuda. Fenomena tersebut bertolak belakang dengan anjuran menikah dalam Islam yang pada prinsipnya, menunda pernikahan atau bahkan tidak menikah sama sekali adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Meskipun demikian, hukum menunda pernikahan tidak dapat disalahkan sepenuhnya. Dengan berbagai alasan dan kondisi tertentu, pernikahan dapat menghasilkan hukum yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana terjadinya penundaan pernikahan pada pemuda Indonesia dan bagaimana tinjauan Fiqih Munakahat terhadap faktor-faktor yang melatarbelakangi penundaan pernikahan pada pemuda Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan Normatif-Empiris. Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian ini yaitu data primer dan sekunder yang dianalisis secara deskriptif menggunakan metode analisis interaktif. Setelah dilakukan penelitian tentang penundaan pernikahan pada pemuda Indonesia, faktor yang melatarbelakanginya adalah ingin memperbaiki kualitas hidup dalam aspek pendidikan dan ekonomi, serta adanya pergeseran budaya dan pengaruh kebijakan baru pemerintah mengenai usia pernikahan pada Undang-undang No.16 Tahun 2019. Berdasarkan tinjauan Fiqih Munakahat didapati hukum mubah menikah bagi seseorang yang menunda pernikahan pada faktor pendidikan. Haram menikah pada faktor ekonomi, Wajib pada faktor budaya, dan haram menikah pada faktor penundaan pernikahan yang dilatarbelakangi oleh Undang-undang No.16 Tahun 2019.
Analisis Putusan Hakim tentang Terkabulnya Permohonan Perwalian Anak di bawah Umur Muhammad Rifqi; Yandi Maryandi; Mujahid, Ilham
Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam Volume 4, No. 1, Juli 2024, Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam (JRHKI)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrhki.v4i1.3766

Abstract

Abstrak. Sebagai makhluk sosialis yang dimana antara manusia dengan manusia yang lain memiliki keterikatan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Salah satu contoh dimana manusia membutuhkan satu sama lain ialah, tatkala allah berfirman pada surat Adz-Dzariyat ayat 49, dimana di dalam ayat itu di jelaskan bahwasannya allah sudah menciptakan manusia secara berpasang pasangan. Maka selanjutnya dalam firman Allah SWT yang lain, tepatnya pada surat An nur ayat 32, Allah memerintahkan kepada umatnya untuk menikah.atau mengantungkan hidup satu sama lain. Maka setelah menikah hendaklah untuk memiliki keturunan karena nantinya yang bisa mendoakan kedua orang tua hanya anak anak yang sholeh. Selain itu anak juga bertanggung jawab nantinya sebagai ahli waris bisa mendoakan kedua orang tuanya tatkala sudah meninggalkan dunia.Yang mana nantinya si anak juga lah yang menjadi ahli waris untuk mengurus harta orang tuanya. Maka dari itu tulisan ini ingin menjelaskan pentingnya suatu pasangan untuk memilki anak, dan juga tatkala hanya salah satu orang tuanya yang meninggal dan anak masih di bawah umur maka siapa saja yang berhak menjadi wali si anak. Peneliian ini menggunakan metode kualitatif yang di dukung dengan metode pendekatan secara kualitatif Naturalistik. Dimana inti dari penelitian ini membahas terkait pernikahan hingga hal hal mengenai perwalian anak di bawah umur dari berbagai perspektif Abstract. As a socialist creature where between humans and other humans have an attachment, either directly or indirectly. One example of where humans need each other is, when God says in Surah Adz-Dzariyat verse 49, where in the verse it is explained that God has created humans in pairs. So then in another word of Allah SWT, precisely in Surah An Nur verse 32, Allah commands his people to get married or depend on each other's lives. So after marriage, you should have offspring because later those who can pray for both parents are only pious children. In addition, children are also responsible later as heirs who can pray for their parents when they have left the world. Which later the child is also the heir to take care of his parents' property. Therefore this paper wants to explain the importance of a couple to have children, and also when only one of the parents dies and the child is still a minor then who is entitled to be the guardian of the child. This research uses a qualitative method that is supported by a qualitative approach method Naturalistic. Where the core of this research discusses marriage to matters regarding guardianship of minors from various perspectives.
Dampak Praktik Kredit Bank Keliling terhadap Usaha Mikro Masyarakat dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah di pasar Wahana Rancaekek Rifki Adam Rachim; Redi Hadiyanto; Yandi Maryandi
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i2.15069

Abstract

Abstract. Mobile Banks often operate in various villages in response to the needs of people in areas that are remote or difficult to reach by formal financial institutions. One of the markets frequently visited by mobile banks is Pasar Wahana located in Rancaekek. Rancaekek District, Bandung Regency. In this market, most businesses sell clothing, food and shelter. A mobile bank is a type of banking service that comes directly to the customer’s location, so the costumer does not need to visit the bank to conduct transactions or apply for loans. This service makes is easy for customers with an uncomplicated process. Mobile banks often reach out to groups such as housewives who gather for social or other activities. They provide loans without the need for collateral, which is particularly attractive to housewives and traders who need capital quickly. Due to unstable income, many traders rely on mobile banks for financial matters, especially in urgent situations. However, this reliance can have a negative impact on the community’s economy, as it can exacerbate their economic difficulties in the long run. While mobile banks can help drive the local economy, they can also cause economic problems. Some communities even get stuck in debt with more than one mobile bank to cover previous loans, which are often difficult to repay. In addition, some are aware that loans from mobile banks involve interest, which is against Islamic teachings, but they still make use of the service due to urgent economic needs. This situation shows that while mobile banks provide a temporary solution to some people’s financial problems, they can also present long-term challenges to the financial stability of individuals. Abstrak. Bank keliling sering kali beroperasi di berbagai desa sebagai respons terhadap kebutuhan masyarakat di daerah yang terpencil atau sulit dijangkau oleh institusi keuangan formal. Salah satu pasar yang sering dikunjungi oleh Bank Keliling adalah Pasar Wahana yang terletak di Rancaekek, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Di pasar ini, sebagian besar pelaku usaha menjual bahan sandang, pangan, papan. Bank keliling adalah jenis layanan perbankan yang datang langsung ke lokasi nasabah, sehingga nasabah tidak perlu mengunjungi bank untuk melakukan transaksi atau mengajukan pinjaman. Layanan ini memudahkan nasabah dengan proses yang tidak rumit. Bank keliling seringkali menjangkau kelompok-kelompok seperti ibu-ibu rumah tangga yang berkumpul untuk kegiatan sosial atau lainnya. Mereka menyediakan pinjaman tanpa memerlukan jaminan, yang sangat menarik bagi ibu rumah tangga dan pedagang yang membutuhkan modal secara cepat. Karena pendapatan yang tidak stabil, banyak pedagang mengandalkan bank keliling untuk masalah keuangan, terutama dalam situasi mendesak. Namun, ketergantungan ini dapat berdampak negatif pada perekonomian masyarakat, karena dapat memperburuk kesulitan ekonomi mereka dalam jangka Panjang. Meskipun bank keliling dapat membantu menggerakan perekonomian lokal, mereka juga dapat menimbulkan masalah ekonomi. Beberapa masyarakat bahkan terjebak dalam utang dengan lebih dari satu bank keliling untuk menutupi pinjaman sebelumnya, yang sering kali sulit dilunasi. Selain itu, ada yang menyadari bahwa pinjaman dari bank keliling melibatkan bunga yang bertentangan dengan ajaran islam, namun mereka tetap memanfaatkan layanan tersebut karena kebutuhan ekonomi yang mendesak. Situasi ini menunjukan bahwa meskipun bank keliling memberikan solusi sementara untuk masalah keuangan sebagian masyarakat, mereka juga dapat menghadirkan tantangan jangka Panjang terhadap kestabilan keuangan individu.
Analisis Hukum Islam terhadap Putusan Hakim tentang Hak Asuh Anak yang Belum Mumayyiz Akibat Perceraian Naura Syahira Firmayuni; Encep Abdul Rojak; Yandi Maryandi
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsifl.v4i2.13617

Abstract

Abstract. The custody of a child who has not yet reached the age of discernment (mumayyiz) after a divorce, according to Article 105 of the Compilation of Islamic Law, belongs to the mother. However, in decision number 155/Pdt.G/2024/PA.Tmk, the judge rejected the petition for child custody submitted by the plaintiff, who is the biological mother of the children. The purpose of this research is to understand the judge's considerations in deciding case number 155/Pdt.G/2024/PA.Tmk regarding the custody of a child who has not yet reached the age of discernment and to review the Islamic legal perspective on this decision. This research uses a qualitative method with a multidisciplinary approach, namely a normative Shari'a approach and a normative juridical approach. Data collection techniques include interviews and documentation. Data analysis techniques involve data reduction and drawing conclusions. The results of this research conclude that since the child is currently living with the father, the child remains under the father's care. The panel of judges assessed that since the child is not prevented from meeting the mother and continues to live with the father without any significant harm to either party in the caregiving process, the judge rejected the mother's custody petition. The panel of judges decided that the child can continue to be cared for jointly by both parents for the best interest of the child. This judicial decision aligns with one of the legal principles in Islamic jurisprudence, “Government decisions are based on considerations of public welfare.” This is because in the ruling, the judge not only focused on the prevailing legal norms but also considered the welfare of the child. Abstrak. Hak Asuh anak yang belum mumayyiz setelah terjadinya perceraian dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 105 adalah hak ibu. Namun pada putusan nomor 155/Pdt.G/2024/PA.Tmk hakim menolak petitum hak asuh anak yang di ajukan oleh penggugat selaku ibu kandung dari anak-anaknya tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomor 155/Pdt.G/2024/PA.Tmk mengenai hak asuh anak yang belum mumayyiz serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap putusan perkara nomor 155/Pdt.G/2024/PA.Tmk mengenai hak asuh anak yang belum mumayyiz. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan multidisipliner yakni pendekatan normatif syar'i serta pendekatan yudiris-normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa karena saat ini anak tinggal bersama ayahnya, maka anak masih dalam asuhan sang ayah. Majelis Hakim menilai bahwa karena anak tidak dihalangi bertemu dengan ibunya dan tetap tinggal bersama ayahnya tanpa adanya kerugian yang nyata bagi salah satu pihak dalam proses pengasuhan maka hakim menolak petitum hak asuh ibu. Majelis Hakim memutuskan bahwa anak dapat tetap diasuh bersama oleh kedua orang tuanya demi kepentingan terbaik anak. Putusan hakim ini sejalan dengan salah satu kaidah fikih “Ketetapan atau kebijakan pemerintah dibangun dengan pertimbangan kemaslahatan”. Karena dalam putusannya hakim tidak hanya berfokus pada norma hukum yang berlaku namun juga melihat pada sisi kemaslahatan anak.
Analisis Putusan Hakim Nomor 7/Pdt.P/2024/PA.Sbg tentang Dispensasi Kawin Akibat Zina Menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Perkawinan No. 16 Tahun 2019 Hilda Oktaviani; Titin Suprihatin; Yandi Maryandi
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 4 No. 2 (2024): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsifl.v4i2.14087

Abstract

Abstract. UU no. 16 of 2019 regulates the age limit for marriage for a person, namely 19 years, for both men and women, if there is a deviation then a dispensation can be applied to the court. This legal relaxation has created a loophole for many applications for marriage dispensations in religious courts, such as the Subang Religious Court. At the Subang Religious Court, most of the requests were because the children being petitioned had committed adultery, so that quite a few girls were pregnant, as stated in case Number 7/Pdt.P/2024/PA.Sbg. The purpose of this research is to find out how the dispensation for marriage due to adultery is according to Islamic law and the Marriage Law and how to analyze the decision in case Number 7/Pdt.P/2024/PA.Sbg according to Islamic law and the Marriage Law No. 16 of 2019. The research method used is a qualitative research method with a normative juridical approach, the type of research used is library research. The result of this research is that in Islam there is no such thing as a dispensation for marriage, to determine whether a person may enter into marriage is marked by the limits of puberty, meanwhile the dispensation for marriage only exists in the Marriage Law. In case Number 7/Pdt.P/2024/PA.As the petition was granted, this is in accordance with Islamic law and the Marriage Law, KHI allows this marriage as long as the woman marries the man who impregnated her. The Marriage Law does not regulate the exact criteria for dispensation for marriage due to adultery. By fulfilling the requirements and harmony according to each religion and in accordance with the applicable law, the marriage can be said to be valid. Abstrak. UU No. 16 Tahun 2019 mengatur tentang batasan umur kawin seseorang yaitu 19 tahun, baik bagi pria maupun wanita, apabila terjadi penyimpangan maka boleh diajukan dispensasi ke pengadilan. Kelonggaran hukum ini menjadi celah banyaknya pengajuan dispensasi kawin di pengadilan agama, seperti di Pengadilan Agama Subang. Di Pengadilan Agama Subang sebagian besar permohonannya dikarenakan para anak yang dimohonkan sudah melakukan zina, sehingga tidak sedikit anak perempuan dalam keadaan hamil, seperti yang tertera pada perkara Nomor 7/Pdt.P/2024/PA.Sbg. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana dispensasi kawin akibat zina menurut hukum Islam dan UU Perkawinan dan bagaimana analisis putusan perkara Nomor 7/Pdt.P/2024/PA.Sbg menurut hukum Islam dan UU Perkawinan No. 16 Tahun 2019. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Hasil dari penelitian ini adalah di dalam agama Islam tidak ada yang namanya dispensasi kawin, untuk menentukan seseorang boleh melakukan perkawinan ditandai dengan batasan baligh, sementara itu dispensasi kawin hanya ada dalam UU Perkawinan. Pada perkara Nomor 7/Pdt.P/2024/PA.Sbg permohonan dikabulkan, hal itu sudah sesuai dengan hukum Islam dan UU Perkawinan, KHI membolehkan perkawinan ini asal sang wanita menikah dengan pria yang menghamilinya. UU Perkawinan tidak mengatur pasti terkait kriteria dispensasi kawin akibat zina, dengan terpenuhinya syarat dan rukun menurut agama masing-masing dan sesuai UU yang berlaku maka perkawinan dapat dikatakan sah.
Tinjauan Hukum Waris Islam terhadap Harta Pusaka Tinggi di Kecamatan Pondok Tinggi Kota Sungai Penuh Jambi Daffa Yoana Karvito; Yandi Maryandi
Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam Volume 4, No, 2 Desember 2024, Jurnal Riset Hukum Keluarga Islam (JRHKI)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrhki.v4i2.5182

Abstract

Abstrak. Pembagian warisan merupakan suatu hal yang pasti akan dilakukan dan terjadi. Sebab manusia pasti akan menjumpai maut. Indonesia dalam praktik kewarisan masih menerapkan 3 hukum waris sekaligus, yaitu hukum waris Islam, hukum barat atau BW, dan hukum adat. Namun yang terjadi di masyarakat khususnya di bagian pelosok masih kental menggunakan hukum adatnya. Terlebih yang terjadi di Adat Kerinci Kecamatan Pondok Tinggi Kota Sungai Penuh Jambi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif dan etnografi, sehingga peneliti mendapatkan data melalui wawancara dan melakukan pengamatan secara langsung ke masyarakat Kecamatan Pondok Tinggi Kota Sungai Penuh Jambi. Hasil dari penelitian ini di dapatkan bahwa: 1. Menurut hukum Islam pembagian waris dengan pusaka tinggi tidak  sesuai dengan hukum waris Islam, (2) Menurut hukum Islam seharusnya seluruh harta waris yang ditinggalkan dibagikan secara keseluruhan kepada ahli waris yang ada, sebab terdapat haknya di sana. Abstract. Distribution of inheritance is something that will definitely be done and will happen. Because humans will definitely meet death. Indonesia, in inheritance practices, still applies 3 inheritance laws at once, namely Islamic inheritance law, western law, or BW, and customary law. However, what happens in society, especially in remote areas, is that customary law is still strongly used. Moreover, what happened in the Kerinci tradition, Pondok Tinggi District, Sungai Banyak City, Jambi? This research uses qualitative research methods with a normative juridical and ethnographic approach so that researchers obtain data through interviews and make direct observations of the local community. The results of this research show that: 1. According to Islamic law, the distribution of inheritance with high inheritance is not in accordance with Islamic inheritance law. (2) According to Islamic law, all inheritance left behind should be distributed as a whole to the existing heirs, because there is a right there.
Peran Kantor Urusan Agama di Kecamatan Cibeunying Kidul Terhadap Penyuluhan Pernikahan di Bawah Usia Menikah Mochammad Farihin Al-Ghifari; Ramdan Fawzi; Yandi Maryandi
Bandung Conference Series: Islamic Family Law Vol. 5 No. 1 (2025): Bandung Conference Series: Islamic Family Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcsifl.v5i1.16250

Abstract

Abstract. Indonesia is a country based on law, in various fields, especially in marriage, where the majority adhere to the Islamic religion. Even though various institutions and laws have been established that regulate marriage, underage marriages in the modern era still often occur in various regions in Indonesia. For this reason, outreach is needed to prevent and reduce child marriage. This research aims to determine several factors behind the occurrence of underage marriages in the Bandung Kulon District KUA as well as the role of Bandung Kulon District KUA counselors in preventing underage marriages. This research uses qualitative research methods with an empirical juridical research approach. This research has the conclusion that underage marriages in the KUA of Bandung Kulon District in 2021-2022 are among the highest in the city of Bandung based on the data that researchers found. Factors that cause underage marriages to occur are lack of socialization of marriage laws, differences in understanding among the public regarding the age limit for marriage according to Islam and law, educational factors, parental factors, economic factors, arranged marriage factors, customary and cultural factors and other factors. the child's own wishes. The impacts of underage marriage include negative impacts and positive impacts. The role of KUA counselors is to provide outreach to prospective brides and grooms who are getting married to build a good household, love each other and prioritize deliberation if they encounter problems. This guidance takes the form of outreach or coming directly by attending invitations and providing counseling to the community. Marriage law regarding marriage age limits, the correct reproductive system and dangers and collaborating with local village youth leaders or village officials or other agencies. Abstrak. Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum, diberbagai bidang terutama dalam pernikahan yang mayoritas menganut agama Islam. Meski telah terbentuk berbagai lembaga serta Undang-undang yang mengatur tentang pernikahan, namun pernikahan dibawah umur pada era modern sekarang masih banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Penelitian ini memiliki Tujuan yaitu untuk mengetahui beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya pernikahan dibawah umur di KUA Kecamatan Cibeunying Kidul serta peran penyuluhan KUA Kecamatan Cibeunying Kidul terhadap pencegahan pernikahan dibawah umur. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan penelitian yuridis empiris, penelitian ini memiliki kesimpulan yaitu pernikahan dibawah umur di KUA Kecamatan Cibeunying Kidul taun 2021-2022 termasuk paling tinggi di Kota Bandung berdasarkan data penelitian yang ditemukan. Faktor penyebab terjadinya pernikahan dibawah umur tersebut adalah Kurangnya Sosialisasi Undang- Undang pernikahan, Bedanya pemahaman dengan masyarakat tentang batasan usia menikah menurut agama Islam dan Undang-Undang, Faktor Pendidikan, Faktor orang tua, Faktor Ekonomi, Faktor perjodohan, Faktor adat dan Budaya dan Faktor kemauan anak itu sendiri. Dampak dari pernikahan dibawah umur, diantaranya dampak negatif dan dampak positif. Adapun penyuluhan KUA adalah melakukan sosialisasi kepada calon mempelai yang akan menikah untuk membina keluarga rumah tangga yang baik, saling menyayangi dan mengedepankan musyawarah jika mendapati masalah, bimbingan tersebut berupa sosialisasi atau datang secara langsung dengan menghadiri undangan dan menghadiri penyuluhan kepada masyarakat. Undang-Undang pernikahan mengenai batasan usia nikah tentang sistem reproduksi yang benar serta bahaya dan bekerja sama dengan tokoh pemuda desa setempat atau toko desa maupun instansinya.