Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

مبادئ الجنائيات الإسلامية وتطبيقها فى السياق الإندونيسي Munajat, Makhrus
JOURNAL OF INDONESIAN ISLAM Vol 7, No 2 (2013): December
Publisher : the State Islamic University (UIN) of Sunan Ampel, Surabaya - Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (22.779 KB)

Abstract

The issue of Islamic criminal law and its application has become a somewhat heated issue in Indonesia since the very advent of this nation. The political and academic circles are among those who have intensively been involved in debating this problem. The intensity of the debate is due to the fact that the issue is closely related not only to the social construct of the society but also with the very nature of the national law. Speaking of Islamic law in other words, would put a lot of question on how it fits into the national law. This paper deals with this complexity by looking at the Islamic law both as a pure theory and as a formal law that may be applied in certain context. As a pure theory, the Islamic law is dealt with here as vision and idea concerning the attitude of human being in a given society, while as an applied cannon the Islamic law is believed to have the practical dimension that may be applied in a particular situation. The fact that Islamic law has a practical dimension -this paper argues- implies that Shari>‘ah is none other than the product of social dynamics. And this would further mean that the the intellectual exercise to draw legal dictum must take into account the human interest (maslahah) on the one hand, and the dialectic between text and context on the other.
Pemidanaan dalam Norma-Norma Hukum Jinayah Perspektif Hak Asasi Manusia Munajat, Makhrus
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 8 No 1 (2014)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2927.626 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v8i1.3157

Abstract

Hukum pidana Islam selalu diperdebatkan dari segi nilai-nilainya dalam sendi kehidupan masyarakat. Hukum pidana Islam oleh sebagian pihak dikatakan sebagai produk hukum yang tidak menghargai hak-hak asasi manusia (HAM), terutama ketika berbicara tentang hukuman qisas bagi pembunuh, hukuman rajam bagi pezina, hukuman potong tangan bagi pencuri dan hukuman mati bagi murtad. Kondisi ini diperkeruh dengan propaganda bahwa hukum pidana Islam adalah ketinggalan zaman (out of date) dan tidak humanis. Kesan seperti itu muncul disebabkan karena hukum pidana Islam tidak dilihat secara utuh. Kajian ini membahas aspek-aspek pemeliharaan HAM dalam hukum pidana Islam untuk meyakinkan bahwa hukum pidana Islam diterapkan dalam rangka menjunjung tinggi kemanusiaan dengan menerapkan dua prinsip, yaitu pertama, hukum asal (al-ahkam al-asliyyah), yakni melarang siapa saja yang melanggar hak-hak asasi manusia; dan kedua, hukum pelengkap (al-ahkam al-mu’ayyidah), yakni memberikan sanksi bagi siapa yang melanggar HAM.
Transformasi Hukum Pidana Islam dalam Tata Hukum Indonesia Munajat, Makhrus
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol 13 No 1 (2019)
Publisher : Fakultas Syariah IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (671.502 KB) | DOI: 10.24090/mnh.v0i1.2124

Abstract

The formalization of Islamic criminal law in Indonesia is still and always debated in terms of its legal rules or the establishment of Islamic values, meaning that the substance is more important than the formal rules. Transformation of Islamic criminal law is a change that occurs in the determination of law, both concerning the type of crime (jarīmah) or its sanctions due to time and social dynamics. The criminal act (jarīmah) and its sanctions are interconnection between the principal law (al-aḥkām al-aṣliyyah) which contains the prohibition and supporting law (al-aḥkām al-muayyidah) which contains sanctions. The model of the transformation of Islamic criminal law in Indonesia is to make Islamic criminal law a law that can be accepted by Indonesian people, by not distinguishing ethnicity, adat (tradition), culture and religion. The objectivity of Islamic criminal law in Indonesia is used as the basis for the formation of national laws whose pluralistic communities are offered universal values so that they can be accepted by all citizens without questioning the origin of the values.
OPPORTUNITIES AND CHALLENGES OF ISLAMIC PHILANTHROPY IN THE DEVELOPMENT OF SHARIA ECONOMICS IN INDONESIA Ash-Shiddiqy, Muhammad; Fitriyati, Intan Diana; Munajat, Makhrus; Wibowo, Muhammad Ghafur
Journal of International Conference Proceedings Vol 7, No 3 (2024): 2024 Global Waqf Conference Proceeding
Publisher : AIBPM Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32535/jicp.v7i3.3722

Abstract

It can be said that the sharia-based economy in Indonesia has experienced rapid growth over the past few years, so it has bright future prospects. With the largest Muslim population in the world, strong government support, the growth of the Islamic finance industry, and global market potential, an economy based on sharia principles has a high opportunity to continue to grow and contribute to state revenues. But besides that, economic development with sharia principles also has several challenges that need to be faced, such as the lack of public understanding and infrastructure development that still needs to be improved. Based on this, researchers will conduct an analysis of the opportunities and challenges of sharia-compliant economic development in Indonesia. The results of this study are expected to make the public understand more about the future prospects of the Islamic economy in Indonesia. This study aims to find out about the opportunities and challenges of developing the Islamic economy in Indonesia with data acquisition techniques using secondary data obtained through journals, official websites, and other literature that has relevance to the topic
Metode Penemuan Hukum dalam Perspektif Filsafat Hukum Islam Munajat, Makhrus
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 42 No 1 (2008)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v42i1.256

Abstract

Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proseskonkretisasi peraturan hukum yang bersifat umum terhadapperistiwa-peristiwa konkret yang terjadi di masyarakat. Kendatidemikian, dalam konteks hukum Islam, istilah penemuan hukumlebih tepat, karena diyakini bahwa hukum itu tidak dibuat tetapiditemukan. Dalam rangka menemukan hukum terhadap berbagaipersoalan yang tidak ada atau tidak jelas hukumnya, para jurismuslim telah mengembangkan metode penemuan hukum Islamyang bertolak dari sumber-sumber hukum Islam itu sendiri.Dalam Hukum Islam ada tiga metode ditemukannya hukum,pertama, metode interpretasi literal yaitu hukum yang ditemukanadalah bukan hukum hukum baru tetapi menafsirkan kembali apayang ada dalam teks, karena bunyi teks dianggap tidak atau kurangadanya kejalasan hukum. Kedua, kausasi (ta’lili), yaitu mencaridasar penetapan hukum baik dari segi alasan maupun tujuantujuanditetapkannya hukum syara’. Metode ini mecakup duatemuan hukum yang meliputi metode qiyas iyaitu menetapkanhukum berdasarkan adanya kesamaan indikasi dan metodeteleologis, yaitu menetapkan hukum karena adanya tujuan-tujuanhukum. Ketiga metode sinkronisasi, yaitu mencari solusi terhadapperlawanan antara dua dalil yang sama derajatnya, misalnya antaraayat al-Qur'an dengan ayat al-Qur'an yang lain, antara hadismutawatir dengan hadis mutawatir yang lain, dan seterusnya.Berbeda dengan ad-Dawalibi, beliau berpendapat Ada tiga model(penemuan hukum) ijtihad yang dilakukan oleh para sahabatNabi, hanya saja tidak ditegaskan istilah-istilahnya, yaitu ijtihadbayani, ijtihad qiyasi dan ijtihad istislahi.
Pengaturan Tindak Pidana dalam Islam Berdasar TeoriMaqasid Al-Syari’ah Munajat, Makhrus
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 45 No 1 (2011)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v45i1.7

Abstract

Upaya  dan  bentuk  formalisasi  syari'at  Islam  di Indonesia  diperdebatkan,  di  satu  sisi  dikehendaki  tegaknya syari'at  Islam  secara  legal  formal,  di  sisi  lain  menginginkan tegaknya  the  islamic  order pada  komunitas  masyarakat,  artinya Islam  lebih  mementingkan   aspek  moral  ketimbang  legal formalnya.  Demikian  halnya  dengan  upaya  formalisasi  hukum pidana Islam dalam konteks keindonesiaan. Model transformasi hukum  pidana  Islam  di  Indonesia  pada  saat  ini  tidak  sampai pada  dataran  sanksi  sebagaimana  yang  diterapkan  dalam AlQuran.  Akan  tetapi   perbuatan  yang  dilarang  dalam  Al-Quran dianggap  sebagai  tindak  pidana,  karena   zina,  qazf, mencuri, muharib,  bughat,  syurb  al-khamr,  murtad,  dan  menghilangkan nyawa  orang  lain   adalah  perbuatan  yang  tidak  sesuai  dengan prinsip dan moralitas Islam. Positivisasi hukum pidana Islam di Indonesia harus melalui ijma'(ijtihad jama'i) dengan lembaga ahl al-hall  wa  al-Aqdnya.  Yang  terdiri  dari berbagai  unsur,  semisal hay'at  al-tsyri'iyyah, al  al-ikhtisas dan  hay'at  al-siyasah (lembaga politik) dapat diterjemahkan menjadi Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sistem Diversi dan Restorative Justice dalam Peradilan Pidana Anak di Indonesia Munajat, Makhrus
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 50 No 2 (2016)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v50i2.243

Abstract

Indonesia sebagai negara hukum telah meratifikasi instrumen internasional hak asasi manusia, terutama Konvensi Hak-Hak Anak. negara wajib melaksanakan perlindungan, penghormatan, dan penegakkan hak-hak anak. Pada kenyataanya banyak anak yang tidak mendapakan keadilan dalam pemenuhan hak-haknya ketika berhadapan dengan hukum. Bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum didasarkan kepada ketentuan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” perlakuan secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak, tersedianya petugas pendamping khusus anak, penjatuhan sanksi yang tepat sesuai dengan kepentingan yang terbaik buat anak, penyediaan sarana dan prasarana khusus, penjatuhan sanksi yang tepat dengan didukung melalui proses penyelesaian sebagaian perkara anak diarahkan dengan pengembangan diversi dan restorative justice. Konsep diversi dan restorative justive diterapan dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan pengulangan tindak pidana. Proses peradilan anak selama ini lebih secara yuridis normatif seperti: penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan perkara anak oleh hakim. Proses penangan anak yang berhadapan dengan hukum belum sepenuhnya menerapkan konsep diversi dan restorative justice. Hal ini disebabkan bahwa tidak ada petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis bagi aparat penegak hukum untuk mengimplementasi penyelesaian perkara anak secara non-litigas.
Respons Minoritas Non-Muslim terhadap Pemberlakukan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat Bahiej, Ahmad; Munajat, Makhrus; Amilia, Fatma
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 51 No 1 (2017)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v51i1.323

Abstract

Secara yuridis, Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat merupakan qanun yang merevisi qanun-qanun tentang hukum pidana yang dikeluarkan sebelumnya. Qanun ini mulai berlaku setelah satu tahun sejak diundangkan, yaitu berlaku sejak 22 Oktober 2015. Secara materiel, Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat mengatur tentang tindak pidana khamar (minuman keras), zina, qadzaf (menuduh zina), maisir (perjudian), khalwat (mesum), ikhtilath (percumbuan), pelecehan seksual, pemerkosaan, liwath (homoseks), dan musahaqah (lesbian). Secara yuridiksi personal, Qanun Hukum Jinayat berlaku bagi orang Islam dan orang non-Islam yang melakukan jarimah bersama-sama dengan orang Islam (penyertaan), memilih untuk menundukkan diri secara sukarela pada Qanun Hukum Jinayat, atau melakukan perbuatan jarimah di Aceh yang tidak diatur dalam KUHP atau ketentuan pidana di luar KUHP tetapi diatur dalam Qanun Hukum Jinayat. Respons umat non-Islam terhadap pemberlakuan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat masih beragam. Beberapa menganggap tidak bermasalah dan menerima kehadirannya karena qanun mengajarkan kebaikan yang diajarkan di semua agama. Bahkan beberapa warga non-muslim memilih untuk menundukkan diri secara sukarela dengan alasan praktis dan cepat selesai dalam pelaksanaan hukumannya. Di pihak lain, beberapa tokoh umat non-muslim di Aceh menyatakan bahwa qanun seharusnya diberlakukan hanya bagi umat Islam. Namun demikian, karena pemberlakuan ini berdasarkan amanat Undang-undang, maka syarat penundukan diri secara sukarela tetap diserahkan kepada pribadi-pribadi umatnya. Proses legislasi Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat melibatkan beberapa tokoh umat non-Islam. Pelibatan ini dimulai saat penyusunan sampai sosialisasinya. Walaupun pelibatan ini masih kurang maksimal karena beberapa alasan, proses sosialisasi pemberlakuan Qanun Aceh tentang Hukum Jinayat menjadi titik penting sehingga yuridiksi formil,materiel, dan personal qanun ini dapat dipahami dan dimengerti semua pihak di Aceh.
Legal Connections for the Settlement of Criminal Cases for TNI Soldiers According to Aceh Qanun Number 7 of 2013 with Military Law Wahyudi, Misran; Munajat, Makhrus; Ocktoberrinsyah, Ocktoberrinsyah
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55 No 1 (2021)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i1.957

Abstract

Abstract: The enactment of Aceh Qanun No. 7 of 2013 on the Law of Jinayat Procedural creates a separate problem for the criminal law enforcement system for TNI soldiers in Aceh. Reason, because the settlement of connectivity cases for TNI soldiers has previously been regulated in Law No. 31 of 1997 on Military Courts, however, Aceh Qanun No. 7 of 2013 also regulates the same thing, but with a different legal substance. The dualism of this arrangement can lead to clashes, Aceh Qanun vis a vis military law. This article analyzes how the law applies to the qanun in resolving connectivity cases for TNI soldiers in Aceh? and how is the law enforcement system? These problems were analyzed objectively using the theory of legal validity, and the theory of law enforcement. The method used is doctrinal research which focuses on the results of the study of various secondary data, supported by primary data in the form of interviews with resource persons, and uses a statutory approach and a conceptual approach. The findings of the research, namely: First, Aceh Qanun Number 7 of 2013 does not apply binding for every TNI soldier who performs jarimah together with those who are subject to the Aceh Islamic Sharia judiciary. Second, law enforcement on connectivity cases involving TNI soldiers is resolved through a splitsing mechanism, namely that the perpetrators of the finger who are members of the TNI are resolved through military courts, while the perpetrators of the crime who are civilians are resolved through the Islamic Sharia courts in Aceh.Abstrak: Berlakunya Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat menjadi problematika tersendiri dalam penegakan hukum pidana bagi prajurit TNI di Aceh. Penyelesaian perkara koneksitas bagi prajurit TNI sebelumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, namun Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 juga turut mengatur hal yang sama, tetapi dengan substansi hukum yang berbeda. Dualisme pengaturan ini dapat menimbulkan benturan, Qanun Aceh vis a vis hukum militer. Artikel ini menganalisis bagaimanakah keberlakuan hukum qanun tersebut dalam penyelasaian perkara koneksitas bagi prajurit TNI di Aceh dan juga bagaimana pula sistem penegakan hukumnya. Persoalan tersebut dikaji dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Adapun analisisnya dilakukan dengan menggunakan teori validitas hukum dan teori penegakan hukum. Metode yang digunakan adalah doctrinal reaserch yang menitikberatkan hasil telaah berbagai data sekunder, dengan didukung data primer berupa wawancara dengan narasumber. Dari kajian dan analisis yang telah dilakukan diperoleh simpulan bahwa: Pertama, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 tidak berlaku mengikat terhadap prajurit TNI yang terlibat perkara koneksitas di Aceh. Kedua, penegakan hukum terhadap perkara koneksitas yang melibatkan prajurit TNI diselesaikan melalui mekanisme splitsing, yakni pelaku jarimah yang merupakan anggota TNI diselesaikan melalui peradilan militer, sedangkan bagi orang sipil diselesaikan melalui peradilan Syariat Islam di Aceh.
Policies and Implementation of Village Fund Direct Cash Assistance (BLT-DD) during the Covid-19 Pandemic in Central Java: Juridical and Maqasid ash-Shari'a Perspectives Munajat, Makhrus
Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum Vol 55 No 2 (2021)
Publisher : UIN Sunan Kalijaga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajish.v55i2.997

Abstract

Abstract: The policy and implementation of Village Fund Direct Cash Assistance (BLT) in Central Java has caused its own problems. On the one hand, he has helped rural communities affected by the Covid-19 pandemic in maintaining their lives and freeing them from food insecurity. On the other hand, the policy and implementation of the Village Fund BLT also drew a lot of protests from the village community, because the distribution was considered unfair. In addition, the policy has also disrupted activities that have broad benefits for the village community. On this basis, this article examines the policy and implementation of Village Fund Direct Cash Assistance (BLT) in Central Java from a juridical and maqasid ash-syari'ah perspective. This study uses a descriptive-analytic method with a juridical and maqāṣid ash-sharī'a approach. Several conclusions have been obtained from the study that has been carried out: first, the Village Fund Direct Cash Assistance (BLT) is a preventive government policy. Second, the Village Fund BLT implementation in Central Java has gone quite well, although some problems accompany it, both related to data collection on prospective beneficiaries and their distribution. Third, from a juridical perspective, the policy signifies that the Indonesian government has implemented justice as well as the mandate of Pancasila and the Constitution of 1945. Meanwhile, according to the perspective of maqāṣīd ash-sharī'a, the policy and implementation of the Village Fund BLT in Central Java have been in line with the objectives of Islamic law (maqāṣīd ash-hyarī'a), both at the primary, secondary, and tertiary levels. The Village Fund BLT has protected the religion, soul, lineage, mind, and property of the poor and vulnerable in Central Java due to the Covid-19 pandemic.Abstrak: Kebijakan dan implementasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Jawa Tengah telah menimbulkan persoalan tersendiri. Pada satu sisi, ia telah membantu masyarakat desa yang terdampak pandemi Covid-19 dalam mempertahankan hidup dan membebaskan mereka dari kerawanan pangan. Di sisi lain, kebijakan dan implementasi BLT Dana Desa juga menuai banyak protes dari masyarakat desa, karena distribusinya dianggap tidak adil. Selain itu, kebijakan tersebut juga telah menyebabkan kegiatan-kegiatan yang bernilai manfaat luas bagi masyarakat desa menjadi terganggu. Atas dasar hal tersebut, artikel ini mengkaji kebijakan dan implementasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa di Jawa Tengah dari perspektif yuridis dan maqasid asy-syari’ah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik dengan pendekatan yuridis dan maqashid syari’ah. Dari kajian yang telah dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan: pertama, Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa merupakan kebijakan pemerintah yang bersifat prefentif. Kedua, implementasi BLT Dana Desa di Jawa Tengah sudah berjalan baik, meskipun masalah yang menyertainya, baik terkait pendataan calon penerima bantuan maupun distribusinya. Ketiga, dari perspektif yuridis, kebijakan tersebut juga bermakna bahwa pemerintah Indonesia telah menegakkan keadilan dan sekaligus telah melaksanakan amanah Pancasila dan UUD 1945. Sementara dari perspektif maqasid asy-syari’ah, kebijakan dan implementasi BLT Dana Desa di Jawa Tengah telah selaras dengan tujuan disyariatkannya hukum Islam (maqāṣīd asy-syarī’ah), baik pada tataran primer, sekunder, maupun tersier. BLT Dana Desa telah mampu melindungi agama, jiwa, keturunan, akal pikiran, dan harta benda masyarakat miskin dan rentan yang ada di Jawa Tengah akbat pandemi Covid-19.