Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

EPISTAKSIS BERULANG YANG DISEBABKAN OLEH BENDA ASING LINTAH DI CAVUM NASI Nurrokhmawati, Yanti
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 1 No 2 (2018): Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (19.719 KB)

Abstract

Epistaksis adalah perdarahan yang keluar dari lubang hidung, cavum nasi dan nasofaring. Penyakit ini dapat disebabkan kelainan lokal maupun sistemik. Salah satu penyebab lokal dari epistaksis adalah adanya benda asing di cavum nasi, baik benda mati maupun mahluk hidup. Lintah adalah salah satu binatang yang dapat masuk ke cavum nasi dan bertahan hidup yang menyebabkan epistaksis berulang. Tujuan laporan kasus ini adalah melaporkan satu kasus epistaksis berulang yang disebabkan lintah yang hidup di rongga hidung selama satu bulan. Penatalaksanaan kasus dilakukan ekstraksi lintah per endoskopi, tanpa komplikasi. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia ringan. Hasil tata laksana kasus ini adalah  benda asing lintah berhasil diekstraksi dari cavum nasi  dengan bantuan endoskopi. Paska ekstraksi tidak didapatkan komplikasi.
Efektivitas Pemberian Antibiotik Disertai Lansoprazol pada Refluks Laringofaring dengan Infeksi Helicobacter pylori Nurrokhmawati, Yanti; Madiadipoera, Teti; Anggraeni, Ratna; Sarbini, Tonny Basriyadi
Majalah Kedokteran Bandung Vol 44, No 4 (2012)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (722.696 KB)

Abstract

Refluks laringofaring adalah aliran balik isi lambung ke daerah laringofaring dan dapat dipengaruhi oleh infeksi Helicobacter pylori. Regimen terapi untuk infeksi H. pylori terdiri atas proton pump inhibitor (PPI) dan dua jenis antibiotik yaitu amoksisilin dan klaritromisin. Peran PPI pada regimen ini masih diteliti. Dilakukan penelitian mengenai perbandingan efektivitas terapi antibiotik disertai PPI (lansoprazol) terhadap perbaikan gejala klinis dan kualitas hidup penderita refluks laringofaring dengan infeksi H. pylori. Penelitian ini dilakukan di Departemen THT-KL RS Dr. Hasan Sadikin Bandung periode September 2009-Desember 2010 merupakan randomized clinical trial dengan pengamatan open label.Data dianalisis dengan menggunakan uji t dan uji Mann Whitney. Penelitian ini melibatkan 26 subjek penelitian yang dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diberikan regimen terapi H. pylori, berupa klaritromisin dan amoksisilin dengan lansoprazol dan kelompok kedua diberikan klaritromisin dan amoksisilin tanpa lansoprazol. Dilakukan pemeriksaan skor gejala refluks (SGR), skor temuan refluks (STR), dan penilaian kualitas hidup dengan kuesioner reflux qual short-form (RQS). Evaluasi dilakukan setelah 2 minggu. Didapatkan perbedaan bermakna (p=0,034) skor SGR pascaterapi pada kelompok perlakuan antibiotik kombinasi dengan lansoprazol. Tidak didapatkan perbedaan bermakna (p=0,169) pada perbaikan STR pascaterapi. Perbaikan skor RQS lebih baik pada kelompok perlakuan pertama dibandingkan dengan kelompok kedua (p=0,018). Disimpulkan bahwa pemberian campuran antibiotik kombinasi dan lansoprazol lebih efektif terhadap perbaikan gejala klinis dan kualitas hidup dibandingkan dengan tanpa lansoprazol. [MKB. 2012;44(4):224–32].Kata kunci: Helicobacter pylori, kualitas hidup, lansoprazol, refluks laringofaringThe Effectiveness of Antibiotics with Lansoprazole in the Treatment of Laryngopharyngeal Reflux with Helicobacter pylori InfectionAbstractLaryngopharyngeal Reflux (LPR) is a reflux of gastric content to the laryngopharyngeal and influenced by Helicobacter pylori infection. The treatment of H. pylori infection consists of proton pump inhibitor and two kinds of antibiotics, i.e. amoxicillin and clarithromycin. The role of PPI is currently being studied. The objectives of the research were to compare the effectiveness of antibiotics regimen with and without lansoprazole in reducing the level of the severity and quality of life improvement in LPR patients with H. pylori infection. Twenty six subjects were divided into two groups; the first group received antibiotics with lansoprazole and the second group received antibiotics without lansoprazole. The research subjects were assessed using reflux symptom index (RSI) questionnaire and reflux finding score (RFS) while the assessment on the quality of life was performed using reflux qual short-form (RQS) questionnaire. These data were obtained at baseline and after 2 weeks of treatment. The method was randomized clinical trial with open label observation and the analysis was conducted using t and Mann Whitney tests. There was a significant improvement in the RSI post treatment in the first group (p=0.034). The difference in RFS was not significantly different statistically between both groups (p=0.169). The RQS was significantly better statistically in the first group (p=0.018). It is concluded that treatment regimen with claritromicin, amoxycillin and lansoprazole is more effective in the treatment of LPR associated with H. pylori infection compared to without lansoprazole. [MKB. 2012;44(4):224–32].Key words: Helicobacter pylori, laryngopharyngeal reflux, lansoprazole, quality of life DOI: http://dx.doi.org/10.15395/mkb.v44n4.215
Cardiac Histopathology Alterations Induced by Subchronic Mangosteen Rind Extract in Wistar Rats Ratwita, Welly; Nurrokhmawati, Yanti; Maheswari, Endah Nabilah
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 12, No 2 (2024)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/gmhc.v12i2.13445

Abstract

Mangosteen (Garcinia mangostana L.) is renowned for its potent antioxidant characteristics, including free radical scavenging, and its antibacterial, antifungal, anti-inflammatory, and antidiabetic properties. This study aims to assess the subchronic toxicity effects of ethanol extract from mangosteen rind on the cardiac histopathology of male and female Wistar rats. This research was a posttest-only control group design. Forty biological specimens from 40 Wistar rats were divided into four groups, a control group, and three treatment groups, which were given ethanol extract of mangosteen rind with doses of 250 mg/kg, 500 mg/kg, and 1,000 mg/kg for 28 days. Cardiac specimens were prepared and examined using hematoxylin-eosin (HE) staining at the Anatomical Pathology Laboratory of Universitas Jenderal Achmad Yani in December 2021. The findings indicated that prolonged ingestion of large amounts of ethanol extract from mangosteen rind can cause toxic effects characterized by an inflammatory response in cardiac tissue. No fibrosis or hypertrophy was detected; however, inflammatory changes such as the presence of inflammatory cells, vacuolar changes, and neovascularization were observed. The inflammation observed might be due to excessive antioxidant administration leading to oxidative stress. Inflammatory cells may trigger fibrotic remodeling in the heart. The difference in the quantity of inflammatory cells between male and female rats suggests that gender influences the inflammatory response. Overall, administration of ethanol extract from mangosteen rind at doses of 250 mg/kg, 500 mg/kg, and 1,000 mg/kg cause subchronic toxicity effects on the heart histopathology of Wistar rats, marked by inflammation.
PERBANDINGAN KADAR KREATININ DARAH PASIEN HIPERTENSI YANG MENDAPATKAN ANGIOTENSIN CONVERTING ENZYME INHIBITOR TERHADAP ANGIOTENSIN II RECEPTOR BLOCKER Ratunanda, Susanti; Nurrokhmawati, Yanti; Karim, Ramadhanty Aulia
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 8 No 1 (2025): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hipertensi merupakan penyebab kematian ketiga di Indonesia setelah stroke dan tuberkulosis. Penggunaan terapi obat antihipertensi yang sering diberikan pada pasien hipertensi adalah Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEi) dan Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) karena kerjanya yang efektif dan bersifat renoprotection yang dapat dilihat melalui kinerja ginjal dengan mengukur kadar kreatinin darah. Meskipun telah banyak penelitian yang mempelajari efek ACEi dan ARB, kesetaraan efektivitas antara ACEi dan ARB masih menjadi perdebatan. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran karakteristik pasien dan menganalisis perbedaan kadar kreatinin darah pasien hipertensi yang mendapatkan terapi obat ACEi dan ARB. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Penelitian ini dilakukan bulan Juni 2023 sampai Januari 2024 di Rumah Sakit Dustira Cimahi. Sampel penelitian berjumlah 82 orang dipilih dengan teknik purpossive sampling dimana seluruh subyek memenuhi kriteria inklusi. Data bivariat dianalisis menggunakan Mann Whitney. Hasil penelitian menggambarkan bahwa pasien terbanyak berjenis kelamin laki-laki (51,2%), usia berisiko (>45 tahun) (92,7%), lama menderita <10 tahun (100%), sebagian besar termasuk kategori hipertensi tinggi-normal (tekanan darah 130/85-139/89 mmHg) (26,8%), dan memiliki komplikasi penyakit (100%). Rerata kadar kreatinin darah pada penderita hipertensi yang mengonsumsi ACEi sebesar 0,99 mg/dL, sedangkan pada penderita hipertensi yang mengonsumsi ARB sebesar 1,03 mg/dL. Penelitian menyimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan rerata kadar kreatinin darah pada pasien hipertensi antara yang mendapatkan ACEi dengan ARB dengan nilai nilai p = 0,568. Hasil penelitian ini dimungkinkan karena ACEi dan ARB keduanya memberikan efek yang serupa dengan mencegah peningkatan kreatinin pada pasien hipertensi melalui Renin Angiotensin Aldosterone System (RAAS). Kata kunci: ACEi, ARB, darah, hipertensi, kreatinin DOI : 10.35990/mk.v8n1.p35-47
Edukasi Tentang Serumen, Bersih-Bersih Telinga, Dan Pemeriksaan Pendengaran Di SMA Nurul Fikri Kota Serang Kristianti, Asti; Nurrokhmawati, Yanti; Shavilla, Evy
Jurnal Abdimas Kartika Wijayakusuma Vol 6 No 1 (2025): Jurnal Abdimas Kartika Wijayakusuma
Publisher : LPPM Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26874/jakw.v6i1.613

Abstract

Sumbatan serumen merupakan salah satu penyebab gangguan dengar yang dapat disembuhkan. Sumbatan serumen pada siswa sekolah dapat berpengaruh pada proses belajar karena mengganggu pendengaran dan komunikasi. Sumbatan serumen terjadi akibat cara pembersihan yang salah serta terlalu sering, sehingga menimbulkan gangguan pendengaran. Kebiasaan yang salah ini disebabkan kurangnya pengetahuan mengenai serumen yang benar. Diperlukan pemeriksaan berkala terutama bagi siswa di sekolah untuk mengoptimalkan proses belajar dan menghindarkan dari komplikasi yang akan terjadi akibat penumpukan serumen. Pengabdian masyarakat ini bertujuan memberikan edukasi kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Nurul Fikri Kota Serang agar memiliki pengetahuan yang benar mengenai serumen dan pembersihan serumen secara berkala. Metode yang digunakan adalah: penyuluhan, tanya jawab, pembersihan telinga, dan pemeriksaan pendengaran pada siswa SMA Nurul Fikri di Kota Serang. Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan Dosen Departemen Telinga Hidung Tenggorok Prodi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani (FK UNJANI) dan Dokter Spesialis THT Alumni FK UNJANI. Sebanyak 50 orang siswa SMA Nurul Fikri Kota Serang mengikuti kegiatan penyuluhan, tanya jawab, pemeriksaan dan pembersihan telinga, dan pemeriksaan skrining pendengaran.
Edukasi Kesehatan Telinga dan Pendengaran melalui Media Sosial Nurrokhmawati, Yanti; Kristianti, Asti; Sasongko, Sigit; Nazaruddin, Nurbaiti; Shavilla, Evy; Nataliningrum, Desire Meria
Jurnal Abdimas Kartika Wijayakusuma Vol 3 No 2 (2022): Jurnal Abdimas Kartika Wijayakusuma
Publisher : LPPM Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26874/jakw.v3i2.159

Abstract

Tridharma Perguruan Tinggi terdiri dari Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Ketiga aspek tersebut haruslah dijalankan selaras demi mewujudkan suatu perguruan tinggi yang kompeten dan mampu bersaing sesuai visi Universitas Jenderal Achmad Yani. Salahsatu kegiatan yang dilakukan oleh Departemen THT FK Unjani/Departemen THT RS Dustira adalah melakukan edukasi mengenai masalah kesehatan telinga dan pendengaran melalui media sosial. Maksud kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah memberikan edukasi kepada masyarakat dan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan telinga, hidung, dan tenggorok di masa pandemi. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan dialog dalam Instagram live di akun @komda_pgpkt_cimahi dan @fkunjanioficial dengan narasumber dokter spesialis THT dan spesialis okupasi dari Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani. Hasil dari wawancara dengan narasumber telah dibuat dalam bentuk buku edukasi dengan judul “Tanya jawab seputar kesehatan telinga dan pendengaran”.
EVALUASI KEPATUHAN KONSUMSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA KARYAWAN PENDERITA HIPERTENSI DI PT IBR DENGAN METODE MMAS-8 Rahma, Sheina Nashia; Sovia, Evi; Nurrokhmawati, Yanti
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol 8 No 3 (2025): Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hipertensi menurut American Heart Association adalah tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Kepatuhan merupakan penentu keefektifan penanganan penyakit. Kepatuhan minum obat pada pasien sangat berpengaruh pada keberhasilan pengobatan. Kepatuhan pengobatan hipertensi ialah faktor terpenting dalam meningkatkan kesehatan serta kualitas hidup pasien hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kepatuhan konsumsi obat antihipertensi pada karyawan penderita hipertensi di PT IBR Purwakarta dengan Metode MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale-8). Metode MMAS-8 digunakan untuk mengukur kepatuhan pengobatan hipertensi, metode ini dinilai lebih akurat, murah, dan mampu memberikan informasi tentang sikap dan keyakinan tentang obat-obatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional pada 54 karyawan tetap yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian dengan menggunakan kuesioner MMAS-8 terdapat 31 pasien (57%) dengan kepatuhan rendah, 19 pasien (36%) kepatuhan sedang dan 4 pasien (7%) kepatuhan tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepatuhan sebagian besar pasien dalam konsumsi obat antihipertensi di PT IBR Purwakarta masih tergolong rendah. Alasan ketidakpatuhan konsumsi obat antihipertensi terbanyak yaitu karena mereka lupa dan merasa sudah sehat.
PAROSMIA SEBAGAI GEJALA LANJUT COVID-19 : LAPORAN KASUS Nurrokhmawati, Yanti
Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Medika Kartika : Jurnal Kedokteran dan Kesehatan (Edisi PIT FK Unjani)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Achmad Yani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Parosmia atau distorsi fungsi penciuman adalah gangguan penghidu/penciuman yang membuat seseorang merasa membau secara berbeda dari yang seharusnya. Parosmia akhir-akhir ini dikenal sebagai salah satu gejala lanjutan dari COVID-19 atau sering disebut juga sebagai long covid. Prevalensi pasti kejadian parosmia sebagai lanjutan gejala COVID-19 masih belum jelas diketahui karena masih sedikitnya pelaporan dan tidak semua penderita datang berobat. Penelitian ini melaporkan 3 kasus parosmia yang datang ke poliklinik THT RS Dustira. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai karakteristik pasien dan hasil dari pengobatan parosmia sebagai gejala lanjutan COVID-19. Dari 3 pasien yang mengalami parosmia, jenis kelamin lakilaki 2 orang dan perempuan 1 orang. Usia pasien 30, 32 dan 40 tahun. Dua orang pasien merupakan perokok. Ketiga pasien didiagnosis COVID-19 3-5 bulan yang lalu dan semua disertai gejala hidung seperti anosmia, hidung beringus dan hidung tersumbat. Dua pasien mengalami dysgeusia. Keluhan yang dirasakan berupa sensasi mencium bau busuk pada satu orang dan dua orang mencium bau karat. Tatalaksana yang diberikan berupa irigasi nasal salin dan latihan penghidu (olfactory training). Respon pengobatan pada ketiga pasien dalam rentang waktu pengobatan 3 bulan berupa hilangnya gejala pada satu orang dan tidak berespon pada 2 orang. Parosmia adalah gejala yang dapat terjadi paska infeksi COVID-19. Tatalaksana dengan irigasi nasal salin dan latihan penghidu memberikan perbaikan pada sebagian pasien walaupun dengan respon yang lambat. Masih diperlukan penelitian lebih lajut untuk menentukan pencegahan dan tatalaksana parosmia. Kata kunci : COVID-19, long covid, parosmia, penghidu DOI : 10.35990/mk.v7n0.p14-25