Dini Pusianawati
Departemen Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Univesitas Padjajaran/ RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Comparison of Nifedipine and Isoxsuprine to Cervical Length in Threatened Preterm Labor Triyoga Pramadana; Anita Rachmawati; Dini Pusianawati
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 4 Nomor 1 Maret 2021
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v4n1.255

Abstract

Objective: This study aimed to determine differences in cervical length changes between administration of nifedipine and isoxsuprine. Method: Subjects of the study were pregnant women who meet the inclusion criteria (n=16). Treatments were given for 48 hours. Parameters measured was the cervical length before and after the administration of nifedipine and isoxsuprine. This study was conducted in Dr. Hasan Sadikin General Hospital from January until April 2020.Result: Less shortening of the cervical length after administration of tocolytic isoxsuprin for 48 hours compared with tocolytic nifedipine and statistically significant with p value of 0.0001 (p<0.05) using Paired T tests.Conclusion: Isoxsuprin is more effective to prevent shortening of the cervical length compared to nifedipine in cases of threatened preterm labor.Perbandingan Efek Nifedipine dan Isoxsuprine terhadap Panjang Serviks pada Persalinan Preterm TerancamAbstrakTujuan: Studi ini bertujuan untuk menelaah perbedaan perubahan panjang serviks antara pemberian nifedipine dan isoxsuprine.Metode: Studi ini adalah sebuah uji klinis acak dengan metode randomisasi buta ganda. Partisipan studi ini adalah wanita hamil yang memenuhi kriteria inklusi (n=16).  Pengobatan diberikan selama 48 jam. Parameter yang diukur adalah panjang serviks sebelum dan sesudah administrasi nifedipine dan isoxsuprine. Studi ini dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin pada Januari sampai April 2020. Hasil: Terdapat lebih sedikit pemendekan serviks pada pemberian isoxsuprine selama 48 jam dibandingkan dengan nifedipine (p=0.0001).Kesimpulan: Isoxsuprine lebih efektif untuk mencegah pemendekan serviks dibandingkan dengan nifedipine pada kasus persalinan preterm terancam. Kata kunci: Nifedipine, Isoxsuprine, Panjang serviks, Persalinan preterm terancam
Gambaran Karakteristik dan Luaran pada Preeklamsi Awitan Dini dan Awitan Lanjut Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung Santi Maria Burhanuddin; Sofie Rifayani Krisnadi; Dini Pusianawati
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 1 Nomor 2 September 2018
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1338.067 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v1n2.12

Abstract

AbstrakTujuan: Meneliti karakteristik dan luaran pada preeklamsia awitan dini dan awitan lambat di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Hasan Sadikin Bandung.Metode: Penelitian deskriptif dengan pendekatan potong lintang. Data diambil dari rekam medis.Hasil:  Terdapat 347 pasien preeklamsi, 137 preeklamsi awitan dini, 192 awitan lambat dan 18 eklamsi. Distribusi umur preeklamsi awitan dini 20 sampai <30 tahun yaitu 45 orang (32,85%) dan umur >35 tahun 45 orang (32,85%), pada awitan lambat tersering pada umur >35 tahun 64 orang (33,33%). Distribusi paritas preeklamsi awitan dini paritas 1−3 yaitu 102 orang (74,5%) dan awitan lambat 118 orang (61,5%). Luaran bayi menunjukkan bayi yang lahir sesuai usia kehamilan pada preeklamsi awitan dini sebanyak 83,9% dan awitan lambat sebanyak 77,6% dan nilai APGAR 1 menit 7-10 pada preeklamsi awitan dini adalah 46% dan awitan lambat adalah 72,4%. Sindrom HELLP parsial adalah komplikasi terbanyak, yaitu 64 kasus (18,44%),  39 kasus pada  preeklamsi awitan dini, dan 22 kasus pada preeklamsi awitan lambat.Kesimpulan: Tidak ada perbedaan signifikan luaran bayi antara preeklamsia awitan dini dan awitan lambat. Komplikasi tersering adalah sindroma HELLP parsial.Description of Characteristic and Outcome in Early Onset Preeclampsia and Late Onset Preeclampsia in Dr. Hasan Sadikin General  Hospital Bandung Abstract Objective: To describe the characteristics and outcome in early onset and late onset pre-eclampsia at Dr. Hasan Sadikin General Hospital Bandung.Method: A cross sectional study with retrospective approach by examining medical record at Dr. Hasan Sadikin General Hospital.Result: Showed 347 patients preeclampsia,137 early-onset preeclampsia, 192 late-onset and 18 eclampsia. Distribution by age in early-onset preeclampsia by age group 20 to <30 years ie 45 women (32.85%) and age >35 years ie 45 women (32.85%), late onset age group >35 years ie 64 women (33.33. Distribution based on parity in early onset preeclampsia in the 1−3 parity group of 102 women (74.5%) and late-onset of 118 women (61.5%). Infant outcome average for gestational age at early-onset of 83.9% and late-onset of 77.6% and APGAR value of 1 min 7−10  in early-onset was 46% and late-onset was 72.4%. The partial HELLP syndrome was the most common complication, ie 64 cases (18.44%), with the occurrence of early-onset preeclampsia 39 cases, in the late-onset 22 cases.Conclusion: No significant difference was found in infant outcome between the two groups . The most common complication is partial HELLP syndrome.Key words: Characteristics, outcomes, early onset preeclampsia, late onset preeclampsia.
C-Reactive Protein Concentration in Very Early, Early and Late Preterm Labour Tita Husnitawati Madjid; Rose Dita Prasetyawati; Nathania Nathania; Wulan Ardhana Iswari; M. Alamsyah Aziz; Dini Pusianawati; Jusuf Sulaeman Effendi
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 3 Nomor 2 September 2020
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v3n2.199

Abstract

Objective: Preterm labor (PTL) is related to neonatal morbidity and mortality. The etiology of PTL is multifactorial, however maternal inflammation is suspected to play a large role. Research has indicated a relationship between the increase of C-reactive protein (CRP), a biomarker of general tissue inflammation to the incidence of preterm labor. This study aimed at examining the relationship between preterm labor and CRP levels.Method: This was a case-control retrospective study.  Cases were patients presenting with preterm labor who came to the Department of Obstetrics and Gynecology of Hasan Sadikin Hospital Bandung. Patients were classified into very early preterm, early preterm, late preterm; control group was taken from patients without delivery complication (n=20/group).  CRP serum was examined using immunoassay method.Result: CRP median value in the early preterm group was greater than very early preterm, early preterm, and control (8.15 mg/L vs 6.5 mg/L vs 5.6 mg/L vs 5.75 mg/L, respectively) but statistical significance was not achieved (p> 0.05). Further comparisons between the very early, early preterm vs control and late preterm vs control groups were performed and no statistical significance was found.Conclusion: Further research is required to investigate the link between maternal CRP and preterm labor.Konsentrat Protein C-Reaktif (PCR) pada Persalinan Prematur Sangat Awal, Awal, dan TerlambatAbstrakTujuan: Persalinan prematur memiliki kaitan yang erat dengan morbiditas dan mortalitas neonatus. Etiologi persalinan prematur ini dipengaruhi oleh multifaktor. Namun, inflamasi maternal menjadi salah satu faktor yang dicurigai paling mempengaruhi. Beberapa penelitian melihat adanya hubungan antara peningkatan Protein C-Reaktif (PCR), biomarker untuk inflamasi jaringan secara umum, dengan insidensi persalinan prematur. Penelitian ini bertujuan untuk melihat relasi antara kadar PCR dengan kejadian persalinan prematur.Metode: Penelitian ini menggunakan metode kasus kontrol (case control). Kasus berasal dari pasien dengan persalinan prematur yang datang ke Departemen Obstetri dan Ginekologi RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. Pasien dikelompokkan menjadi 3 kategori, yaitu persalinan prematur sangat awal, awal, dan terlambat. Kelompok kontrol diambil dari pasien yang menjalani persalinan tanpa komplikasi (n=20/kelompok). Serum PCR dianalisa menggunakan metode uji imunoserologi (immunoassay).Hasil: Nilai median PCR pada kelompok prematur awal lebih besar daripada kelompok prematur sangat awal, awal, dan kontrol (secara berurutan, 8.15 mg/L vs 6.5 mg/L vs 5.6 mg/L vs 5.75 mg/L), namun tidak signifikan secara statistik (p>0,05). Perbandingan lebih lanjut antara prematur sangat awal, awal, dengan kelompok kontrol serta prematur terlambat dengan kelompok kontrol dilakukan dan tidak signifikan secara statistik.Kesimpulan: Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk melihat hubungan antara kadar PCR maternal dengan persalinan prematur. Kata kunci: protein C-reaktif, persalinan prematur
Perbedaan Capaian Kontrasepsi Pascasalin Jangka Panjang Sebelum dan Saat Pandemi Covid-19 Dave Orlando Gumay; Dini Pusianawati; Hartanto Bayuaji
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 5 Nomor 2 September 2022
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia/v5n2.393

Abstract

Tujuan: Mengetahui perbedaan capaian kontrasepsi pascasalin jangka panjang sebelum dan saat pandemi COVID-19 di RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung. Metode: Penelitian ini adalah studi analitik observasional dengan pendekatan potong silang menggunakan data sekunder dari rekam medik subjek penelitian selama masa pengamatan yakni sebelum pandemi (1 Maret 2019–28 Februari 2020) dan saat pandemi (1 Maret 2020–28 Februari 2021). Dilakukan analisis perbedaan capaian kontrasepsi pascasalin jangka panjang sebelum dan saat pandemi COVID-19, serta perbedaan capaian penggunaan kontrasepsi pascasalin jangka panjang berdasarkan status infeksi COVID-19 menggunakan uji chi-square. Nilai P <0,05 dianggap bermakna secara statistik.Hasil: Selama periode pengamatan didapatkan proporsi subjek yang mendapatkan layanan kontrasepsi pascasalin pada periode pandemi lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan kelompok sebelum pandemi (38,8% vs 27,7%, P<0,001). Tidak didapatkan perbedaan bermakna sebaran penggunaan metode kontrasepsi pada kelompok saat pandemi yang terinfeksi dan tidak terinfeksi COVID-19.Kesimpulan: Capaian pemberian kontrasepsi pascasalin jangka panjang saat pandemi lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan sebelum pandemi. Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna capaian kontrasepsi pascasalin jangka panjang saat pandemi pada subjek yang terinfeksi dan tidak terinfeksi COVID-19.Differences in Long-Term Postpartum Contraception Achievements Before and During The Covid-19 PandemicAbstractObjective: To find out the difference in the achievement of long-term postpartum contraception before and during the COVID-19 pandemic at dr. Hasan Sadikin Bandung.Methods: This research is an observational analytic study with a cross-sectional approach using secondary data from the medical records of the research subjects during the observation period before the pandemic (1 March 2019–28 February 2020) and during the pandemic (1 March 2020–28 February 2021). An analysis of the difference in the achievement of long-term postpartum contraception before and during the COVID-19 also differences in achievement of long-term postpartum contraceptive use was carried out based on the status of COVID-19 infection was conducted using the chi-square test. P-value < 0.05 was considered statistically significant.Results: During the observation period, there were the proportion of subjects who received postpartum contraceptive services during the pandemic period was significantly higher than the group before the pandemic (38.8% vs 27.7%, P<0.001). Postpartum contraceptive use in the group during the pandemic infected with COVID-19 was lower than in the uninfected subjects (32.4% vs. 39.4%, P=0.07). There was no significant difference in the distribution of contraceptive methods used in the infected and uninfected groups during the COVID-19 pandemic.Conclusion: The achievement of long-term postpartum contraception during the pandemic was significantly higher than before the pandemic. There was no significant difference in the achievement of long-term postpartum contraception during the pandemic in subjects who were infected and not infected with COVID-19.Key words: COVID-19, postpartum contraception, pandemic.
Comparison of Neonates Outcome in Patients with Early and Late Onset of Preeclampsia at Margono Hospital Purwokerto in the Period June-December 2022 Pugar, Hubert Hansel; Adityono, Adityono; Pusianawati, Dini
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 7 Nomor 2 Juli 2024
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia.v7i2.651

Abstract

Introduction: Preeclampsia affects 5% to 7% of pregnant women globally and is responsible for more than 70,000 maternal deaths and 500,000 fetal deaths worldwide each year. Preeclampsia has the highest morbidity and mortality rate. There are two subtypes of preeclampsia based on the onset: early-onset preeclampsia (<34 weeks of gestation) and late-onset preeclampsia (≥34 weeks of gestation). The difference in preeclampsia onset may result in different neonatal outcomes.Objective: This study aims to evaluate the neonate outcomes in patients with early-onset and late-onset preeclampsia and see whether there is a significant difference between those variables.Methods: The research was conducted at Margono Hospital in Purwokerto, Indonesia. The research design used is observational analytic with a cross-sectional method. The research subjects are 106 pregnant women with preeclampsia who gave birth at Margono Hospital from June to December 2022. Data analysis used is the Mann-Whitney and Chi-square statistical test with a 95% confidence level.Results: The study subjects, consisting of 38 subjects with early onset preeclampsia and 68 subjects with late-onset preeclampsia, showed a significant difference between the onset of preeclampsia and neonatal outcomes, as indicated by birth weight, birth length, APGAR scores, NICU admission, and status of the neonate at discharge, with p-values <0.05.Conclusion: The onset of preeclampsia affects the outcome of neonates.Perbandingan Luaran Neonatus pada Pasien dengan Preeklampsia Awitan Dini dan Awitan Lambat di Rumah Sakit Margono Purwokerto pada Periode Juni-Desember 2022Abstrak Pendahuluan: Preeklamsia terjadi pada 5% hingga 7% wanita hamil di seluruh dunia dan bertanggung jawab atas lebih dari 70.000 kematian ibu dan 500.000 kematian janin di seluruh dunia setiap tahunnya. Preeklampsia menempati penyakit dengan angka morbiditas dan mortalitas tertinggi, Terdapat dua subtipe preeklampsia berdasarkan awitannya: preeklamsia awitan dini (usia kehamilan <34 minggu) dan preeklamsia awitan lambat (≥34 minggu kehamilan). Perbedaan awitan preeklampsia dapat mengakibatkan luaran neonatus yang berbeda.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbendingan luaran neonatus pada pasien dengan preeklampsia awitan dini dan preeklampsia awitan lambat serta menganalisis perbedaan yang bermakna antara variabel tersebut. Metode: Penelitian dilakukan di RS Margono Purwokerto, Indonesia. Desain penelitian yang digunakan adalah analitik observasional dengan metode cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah 106 wanita yang melahirkan di RS Margono Purwokerto dengan diagnosis preeklampsia pada bulan Juni – Desember 2022. Analisis data menggunakan uji statistik Mann Whitney dan Chi-square dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil: Subjek penelitian terdiri atas 38 subjek dengan preeklampsia awitan dini dan 68 subjek dengan preeklampsia awitan lambat. Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara awitan preeklampsia dan luaran neonatus digambarkan dari berat badan lahir, panjang badan lahir, skor APGAR, perawatan NICU, dan kondisi neonatus saat pulang dari rumah sakit dengan nilai p<0.05. Kesimpulan: Awitan preeklampsia berpengaruh terhadap luaran neonatus.Kata kunci: Awitan preeklampsia, luaran neonatus, preeklampsia
The Influence of Adolescent Pregnancy on Type of Delivery and Birth Weight Egatama, Mohamad; ., Sutrisno; Pusianawati, Dini
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 8 Nomor 2 July 2025
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia.v8i2.915

Abstract

Objective: This study aims to analyze the influence of adolescent pregnancy on the type of delivery and birth weight at Margono Soekarjo Hospital during the period 2022–2024.Methods:A cross-sectional study was conducted using secondary data from 198 postpartum mothers—99 adolescents (aged 10–19) and 99 non-adolescents (aged 30–35)—selected through stratified random sampling. Data on maternal age, delivery type, and birth weight were analyzed using chi-square and Mann-Whitney tests, with a significance level of p < 0.05.Results: Significant differences were found between the groups. Vaginal delivery was more common among adolescent mothers (61.5%) compared to non-adolescents (40.4%). Infants of adolescent mothers had lower average birth weights (2516.5 ± 569 g vs. 3031.2 ± 864 g; p = 0.025) and lower APGAR scores at 1, 5, and 10 minutes (p = 0.006). Cesarean indications differed between groups: fetal distress, cephalopelvic disproportion (CPD), and failed induction were common in adolescents, while prior cesarean section was the primary indication among non-adolescents.Conclusion: Adolescent pregnancy significantly affects delivery method and neonatal outcomes. While more likely to result in vaginal delivery, it is associated with lower birth weights, reduced APGAR scores, and higher complication risks, underscoring the need for targeted antenatal care in this population.Pengaruh Kehamilan Remaja Terhadap Jenis Persalinan dan Berat Bayi LahirAbstrakTujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kehamilan remaja terhadap jenis persalinan dan berat bayi lahir di Rumah Sakit Margono Soekarjo selama periode 2022 - 2024.Metode: Desain penelitian yang digunakan adalah studi potong lintang (cross-sectional) dengan total 198 ibu melahirkan, terdiri atas 99 ibu remaja (usia 10 – 19 tahun) dan 99 ibu bukan remaja (usia 30 – 35 tahun), yang dipilih melalui stratified random sampling. Data sekunder diambil dari rekam medis pasien, mencakup usia ibu, jenis persalinan, berat bayi lahir, dan skor APGAR. Analisis data menggunakan uji chi-square untuk variabel kategorik dan uji Mann-Whitney untuk variabel numerik dengan tingkat signifikansi p < 0,05.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bermakna dalam jenis persalinan, persalinan pervaginam lebih banyak terjadi pada ibu remaja (61,5%) dibandingkan dengan ibu bukan remaja (40,4%). Berat bayi lahir juga berbeda signifikan, dengan rata-rata 2516,5 ± 569 gram pada kelompok remaja dan 3031,2 ± 864 gram pada kelompok bukan remaja (p = 0,025). Skor APGAR pada menit pertama, kelima, dan kesepuluh lebih rendah secara signifikan pada bayi dari ibu remaja (p = 0,006). Indikasi seksio pada remaja paling sering disebabkan oleh fetal distress, CPD, dan gagal induksi.Kesimpulan: Kehamilan remaja berpengaruh signifikan terhadap jenis persalinan dan luaran neonatal dengan kecenderungan komplikasi lebih tinggi.Kata kunci: Kehamilan remaja; Jenis persalinan; Berat bayi lahir.
The Critical Role of CT Imaging in Detecting Acute Neurological Complications of Eclampsia: A Case Series Ronosulistyo, Ayu Angelina; Zulvayanti, Zulvayanti; Hidayat, Dini; Nurdiawan, Windi; Susiarno, Hadi; Pusianawati, Dini; Weningtyas, Vyanda Sri
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 8 Nomor 3 November 2025
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia.v8i3.924

Abstract

AbstractIntroduction: An intracranial hemorrhage (ICH) is a rare condition but potentially life-threatening event, especially in pregnancy, and could happen in patients with eclampsia. At Hasan Sadikin General Hospital (RSHS), several eclampsia cases are admitted annually, some with worsening neurological conditions. Neuroimaging using CT-Scan is indicated in patients with seizures, decreased consciousness, or visual disturbances to detect intracranial pathology.  Case: We reported three cases of maternal eclampsia, two patients' chief complaint was seizures, but all of our patients were unconscious. All of our patients had a previous history of pre-eclampsia in the last pregnancy. All of our patients performed a CT scan performed in postpartum patients as a neurologic examination. All of our patients have worse outcomes. The Medical and Health Research Ethics Committee of the Faculty of Medicine, Padjajaran University with Ref no: DP.04.03/D/XIV.6.5/71/2025.Conclusion: Neuroimaging in patients with seizure-induced worsening of the condition has an important role in identifying other abnormalities, specifically intracranial hemorrhage. In this study, we conclude that patients with seizures in pregnancy should be screened with neuroimaging (computed tomography scan) to rule out central nervous system pathology, thereby improving the patient's condition and reducing maternal mortality.Keywords: CT scan, Convulsion, Eclampsia, Pregnancy Peran Kritis Pencitraan CT dalam Mendeteksi Komplikasi Neurologis Akut pada Eklampsia: Seri KasusAbstrakPendahuluan: Perdarahan intrakranial (PIK) merupakan kondisi langka namun berpotensi mengancam jiwa, terutama pada kehamilan, dan dapat terjadi pada pasien eklampsia. Neuroimaging menggunakan CT-Scan berperan dalam deteksi dini perburukan kondisi pasien dengan penurunan kesadaran.Kasus: Penelitian ini melaporkan tiga kasus eklampsia maternal, keluhan utama dua pasien adalah kejang, namun semua pasien pada penelitian ini tidak sadar. Semua pasien memiliki riwayat preeklampsia sebelumnya pada kehamilan terakhir. Semua pasien melakukan CT scan sebagai pemeriksaan neurologis. Semua pasien memiliki hasil yang lebih buruk. Komite Etik Penelitian Kedokteran dan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dengan Ref no: DP.04.03/D/XIV.6.5/71/2025.Kesimpulan: Neuroimaging pada pasien dengan kondisi yang memburuk akibat kejang memiliki peran penting dalam mengidentifikasi kelainan lain, khususnya perdarahan intrakranial. Dalam penelitian ini, peneliti menyimpulkan bahwa pasien dengan kejang selama kehamilan harus diskrining dengan neuroimaging (pemindaian tomografi terkomputasi) untuk menyingkirkan patologi sistem saraf pusat sehingga memperbaiki kondisi pasien dan mengurangi angka kematian ibu.Kata kunci: CT scan, Eklampsia, Kehamilan, Kejang
Survival Outcomes at Three Years After Primary vs Interval Debulking in Advanced Ovarian Cancer: A Retrospective Study from Hasan Sadikin Hospital (2021) Everdien, Alce; Kurniadi, Andi; Pusianawati, Dini; Nisa, Aisyah Shofiatun; Subhan, Dadang Hawari
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 8 Nomor 3 November 2025
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/obgynia.v8i3.1003

Abstract

Objective: Ovarian cancer is the third most prevalent malignancy among women in Indonesia. The 5-year survival rate is approximately 49%, with 68% of patients diagnosed at an advanced stage. Standard treatment involves debulking surgery, which is categorized into primary debulking surgery (PDS) and interval debulking surgery (IDS). This study aims to compare the survival outcomes of ovarian cancer patients treated with PDS versus IDS at Dr. Hasan Sadikin General Hospital (RSHS) during 2021.Methods: A retrospective review of medical records was performed for ovarian cancer patients who underwent surgery at RSHS in 2021. Patients were classified according to the type of surgical management (PDS or IDS), and survival data were analyzed accordingly.Result: A total of 46 patients were included, with 38 undergoing PDS and 8 undergoing IDS. The mean overall survival was 34.1 months for the PDS group and 27.5 months for the IDS group. Bivariate analysis showed no significant difference in survival between the two groups (HR: 1.810, p = 0.341; 95% CI: 0.53–6.13). However, age (HR: 0.950, p = 0.014; 95% CI: 0.91–0.99) and progression-free survival duration (HR: 0.788, p = 0.0001; 95% CI: 0.71–0.86) were identified as significant prognostic factors for overall survival.Conclusion: The mean overall survival for patients undergoing primary debulking surgery (PDS) was higher than for those undergoing interval debulking surgery (IDS), although this difference was not statistically significant.Angka Kelangsungan Hidup Tiga Tahun Setelah Debulking Primer vs Interval pada Kanker Ovarium Stadium Lanjut: Sebuah Studi Retrospektif di RSUP Hasan Sadikin (2021)AbstrakTujuan: Kanker ovarium merupakan keganasan ketiga terbanyak pada wanita di Indonesia. Angka kelangsungan hidup 5 tahun sekira 49%, dengan 68% pasien datang pada stadium lanjut. Tatalaksana standar melibatkan operasi debulking yang diklasifikasikan menjadi operasi debulking primer (PDS) dan operasi debulking interval (IDS). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil kelangsungan hidup pasien kanker ovarium yang diobati dengan PDS versus IDS di RSUP Dr. Hasan Sadikin (RSHS) selama tahun 2021.Metode: Sebuah studi retrospektif dilakukan melalui tinjauan rekam medis pasien kanker ovarium yang menjalani tatalaksana bedah di RSHS pada tahun 2021. Pasien dikategorikan berdasarkan jenis tatalaksana bedah (PDS atau IDS), dan data kelangsungan hidup dianalisis.Hasil: Sebanyak 46 subjek diikutsertakan, dengan 38 pasien menjalani PDS dan 8 pasien menjalani IDS. Rerata kelangsungan hidup keseluruhan adalah 34,1 bulan pada kelompok PDS dan 27,5 bulan pada kelompok IDS. Analisis bivariat tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam kelangsungan hidup antara kedua kelompok (HR: 1,810, p = 0,341; 95% CI: 0,53–6,13). Namun, usia (HR: 0,950, p = 0,014; 95% CI: 0,91–0,99) dan durasi kelangsungan hidup bebas progresi (HR: 0,788, p = 0,0001; 95% CI: 0,71–0,86) diidentifikasi sebagai faktor prognostik yang signifikan terhadap kelangsungan hidup keseluruhan.Kesimpulan: Rata-rata kelangsungan hidup keseluruhan pasien yang menjalani operasi debulking primer (PDS) lebih tinggi daripada rata-rata kelangsungan hidup keseluruhan pasien yang menjalani operasi debulking interval (IDS), meskipun tidak signifikan secara statistik.Kata kunci: Angka kelangsungan hidup; kanker ovarium; pembedahan debulking interval; pembedahan debulking primer