Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search
Journal : PAMPAS: Journal of Criminal Law

Praperadilan Terhadap Penetapan Status Tersangka Tindak Pidana Korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi Claudia Permata Dinda; Usman Usman; Tri Imam Munandar
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 1 No. 2 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v1i2.9568

Abstract

ABSTRAK Praperadilan yang diatur dalam KUHAP menjamin perlindungan HAM dan aparat penegak hukum dalam menjalankan tugas dan kewenangannya secara konsekwen. Lembaga praperadilan telah menciptakan mekanisme kontrol sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengawasan terhadap kinerja aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya guna tercipta proses peradilan pidana yang baik. Terkait dengan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan lembaga yang diamanatkan oleh undang-undang dengan wewenangnya untuk menetapkan status tersangka guna proses penyelidikan dan penyidikan tindak pidana korupsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akibat dari perluasan objek praperadilan atas penetapan status tersangka terhadap KUHAP dan mengetahui akibat dari perluasan objek praperadilan terhadap penetapan status tersangka tindak pidana korupsi oleh KPK. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif melalui pendekatan konseptual, pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Sebelumnya, sah atau tidaknya penetapan status tersangka oleh KPK bukan merupakan objek praperadilan, namun melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 praperadilan telah berwenang memeriksa sah atau tidaknya penetapan status tersangka. Hal ini menjadi sebuah pembaharuan dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia. ABSTRACT Pretrial regulated in the Criminal Procedure Code guarantees the protection of human rights and law enforcement officers in carrying out their duties and authorities consistently. The pretrial institution has created a control mechanism as an institution authorized to supervise the performance of law enforcement officers in carrying out their duties in order to create a good criminal justice process.This study aims to determine the effects of the expansion of pretrial objects over the determination of the status of suspects against the Criminal Procedure Code and to determine the consequences of expanding pretrial objects to determine the status of suspected criminal acts of corruption by the KPK. The research method used in writing this thesis is a normative juridical research method through the conceptual approach, the statutory approach and the case approach. Previously, the KPK was not a pretrial object or not, but through the Constitutional Court Decision Number 21 / PUU-XII / 2014 the pretrial had the authority to examine whether or not the status of the suspect was determined. This has become a renewal in the Indonesian Criminal Procedure Code.
Pengaturan Homoseksual dalam Hukum Pidana Indonesia Kukuh Prima; Usman Usman; Herry Liyus
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 1 No. 3 (2020)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v1i3.11099

Abstract

This article aims to investigate and analyze the regulation of homosexuals under Indonesian criminal law and to find out and analyze criminal law policies regarding homosexuals. The research method used in this research is normative juridical. The results of this study are same-sex sexual relations committed by homosexuals as part of a criminal act according to Indonesian criminal law, which is regulated in the provisions of Article 292 of the Criminal Code, but these provisions are limited to only regulating adults who commit homosexuality with a minor. . Homosexual acts between adult perpetrators need to be made a crime in Indonesia and can be based on three basic things, namely juridical, theoretical and sociological grounds. Suggestion After the authors conducted research on the regulation of homosexuals in Indonesian criminal law, the authors would like to suggest that it is necessary to criminalize a wider range of homosexual relationships than just those committed by adults with minors and also to same-sex sexual relations committed by fellow adults. Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan homoseksual menurut hukum pidana Indonesia dan untuk mengetahui dan menganalisis kebijakan hukum pidana mengenai homoseksual. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil dari penelitian ini adalah Hubungan seksual sesama jenis yang dilakukan oleh homoseksual merupakan bagian dari tindak pidana menurut hukum pidana Indonesia, yaitu diatur di dalam ketentuan Pasal 292 KUHP, tetapi ketentuan tersebut terbatas hanya mengatur orang dewasa yang melakukan homoseksual dengan seorang anak di bawah umur saja. Perbuatan homoseksual antara pelaku dewasa perlu dijadikan sebagai tindak pidana di Indonesia dapat didasarkan pada tiga hal medasar, yakni dasar yuridis, teoritis, dan sosiologis. Saran Setelah penulis melakukan penelitian terhadap pengaturan homoseksual dalam hukum pidana indonesia, maka penulis ingin memberi saran yaitu bahwa perlu dilakukan kriminalisasi yang lebih luas terhadap hubungan homoseksual dari sekedar yang dilakukan oleh orang dewasa dengan anak dibawah umur diperluas juga terhadap hubungan seksual sesama jenis  yang dilakukan oleh sesama orang dewasa.
Perbandingan Pengaturan Perlindungan Saksi Tindak Pidana Pencucian Uang Ahmad Dahlan; Usman Usman; Herry Liyus
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 2 No. 1 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v2i1.12171

Abstract

This article aims to find out and analyze the similarities and differences in the protection of witnesses to the crime of money laundering in law of Indonesia and Malaysia. The research method used is normative juridicial. The data collection techniques used are secondary data collection that carried out by library research to collect and compile data related to the problem under study, by taking an inventory and studying laws and regulations, books , writings and documents related to the issues that the author examined. The data analysis techniques with content analysis. The results obtained from this study are that the arrangements for witness protection in the Money Laundering Law in Indonesia and Malaysia are different. protected subjects (namely: witness, the reporter, the family of the witness/reporter) as well as the broader arrangements in Indonesia as well as in its implementation special protection arrangements have been made in the PP and Decree of the Chief of the Indonesian National Police. Protection provided at all stages of case examination, in the form of special and legal protections. Whereas in Malaysia, the implementation only refers to the provisions of witness protection. Protection only takes the form of legal protection provided to reporting witnesses only, so that during the trial process , a witness has no protection. Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis persamaan dan perbedaan perlindungan saksi tindak pidana pencucian uang di Indonesia dan Malaysia. Jenis penelitian yuridis  normatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui pengumpulan data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, dengan cara menginventarisasi dan mempelajari peraturan perundang- undangan, buku-buku, tulisan-tulisan dan dokumen yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti. Teknik analisis data dengan analisis isi (content). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu bahwa pengaturan perlindungan saksi di Indonesia dan Malaysia adalah berbeda. Dalam hal subjek yang dilindungi (yaitu: saksi, pelapor, keluarga saksi/pelapor). Perlindungan yang diberikan pada semua tahap pemeriksaan perkara, dalam bentuk perlindungan khusus dan hukum. Sedangkan di Malaysia, pelaksanaanya hanya merujuk pada ketentuan perlindungan saksi. Perlindungan hanya berupa perlindungan hukum yang diberikan kepada saksi pelapor saja, sehingga dalam selama proses persidangan, seorang saksi tidak mendapat perlindungan.
Perbuatan Menguntit (Stalking) dalam Perspektif Kebijakan Hukum Pidana Indonesia Anita Br Sinaga; Usman Usman; Dheny Wahyudhi
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 2 No. 2 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v2i2.13715

Abstract

This thesis aims to find out the regulation about stalking in the Criminal Code (Wvs), and to analyze legal policy against the act of stalking for the criminal law reform in Indonesia. The method used is normative juridical, namely the process of discovering the rule of law, legal principles, and legal doctrines. This study uses a statutory approach, conceptual approach, and a case approach. This research was conducted by collecting legal materials obtained from library materials includes primary, secondary and tertiary legal materials. The results of this study are: Stalking is an act that attacks the right to privacy other people and the Criminal Code (Wvs) has not explicitly regulates the act of stalking as a criminal act. Due to the article inside The Criminal Code has not specifically regulated Stalking's act, then reform of the criminal law is needed to reinforce the offenses and the classification regarding the Stalking act. Criminal law reform is important to carried out to realize better legislation in order in the future it can solve the crime of Stalking. ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk mengetahui pengaturan mengenai perbuatan menguntit (stalking) dalam KUHP di Indonesia, dan untuk menganalisis kebijakan hukum terhadap perbuatan menguntit (stalking) dalam pembaharuan hukum pidana di Indonesia. Adapun metode yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, dan doktrin-doktrin hukum. Penelitian ini menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan kasus. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan bahan hukum yang didapat dari bahan-bahan pustaka yang meliputi bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian ini adalah perbuatan menguntit (stalking) merupakan perbuatan yang menyerang hak privasi orang lain dan KUHP belum mengatur secara tegas dan eksplisit mengenai perbuatan stalking sebagai suatu tindak pidana. Dikarenakan pasal di dalam KUHP belum secara khusus mengatur mengenai perbuatan Stalking, maka diperlukan pembaharuan hukum pidana untuk mempertegas delik-delik dan klasifikasi mengenai perbuatan Stalking. Pembaharuan hukum pidana penting dilakukan untuk mewujudkan perundang-undangan yang lebih baik agar kedepannya dapat menanggulangi tindak pidana Stalking.
Upaya Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kendaraan Bermotor dengan Pemberatan dan Kekerasan Dien Nabila Naziva; Usman Usman; Dessy Rakhmawati
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 2 No. 3 (2021)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v2i3.16324

Abstract

The efforts made by the police and obstacles faced by the police in the crime of motor vehicle theft in the jurisdiction of Kerinci Police and to find out role that the Kerinci Police have carried out in dealing with crime of motor vehicle theft. The method used in this study uses a qualitative approach, a procedure. This research focuses on the characteristics of scientific background, the focus of this research is to produce descriptive data in form of written and oral data as well as inductive analysis. Kerinci Police in dealing with the crime of motor vehicle theft in Sungai Penuh City area and Kerinci Regency, is a preventive and repressive effort. Repressive efforts are one of the ways to prevent crime, such as appeals to the community and conducting patrols to vulnerable and quiet places. While the repressive effort is to take action against the perpetrators of crimes in accordance with their actions, which are an act that violates the law and is detrimental to the community.   ABSTRAK Upaya yang dilakukan pihak kepolisian dan kendala yang dihadapi pihak kepolisian dalam kejahatan pencurian kendaraan bermotor di wilayah hukum Polres Kerinci serta untuk mengetahui peran yang dilakukan pihak kepolisian Polres Kerinci dalam menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, suatu prosedur penelitian yang menekankan pada ciri dari latar ilmiah, fokus penelitian ini yakni menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis maupun lisan serta analisis secara induktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) upaya penanggulangan tindak pidana pencurian kendaraan (2) kendala yang dihadapi oleh aparat kepolisian khususnya Polres Kerinci dalam menanggulangi kejahatan pencurian kendaraan bermotor di wilayah Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci adalah upaya preventif dan upaya reprensif. Upaya reprentif adalah salah satu cara yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kejahatan, seperti himbauan kepada masyarat dan melakukan patroli ke tempat-tempat yang rawan dan sepi. Sedangkan upaya reprensif adalah menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan perbuatan yang dilakukan merupakan suatu perbuatan yang melanggar hukum dan merugikan masyarakat.
Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Tindak Pidana Carding Hendri Diansah; Usman Usman; Yulia Monita
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 3 No. 1 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v3i1.17704

Abstract

This article aims to find out and analyze the current regulations regarding carding crimes in Indonesia, as well as criminal law policies against carding crimes in Indonesia's positive law in the future. This research is a type of normative juridical research. The results of the study show that there are no offenses and classifications that regulate the crime of carding in Indonesia which explicitly and clearly regulates the crime of carding, so that law enforcement is only based on Articles 31 and 32 of Law Number 19 Year 2016 which only regulates a small part of the many modes of carding crime and in many cases law enforcement must use an interpretation or analogy to several articles in the Criminal Code which are considered by some parties to be not very relevant, such as Articles 263 and 378 of the Criminal Code. Therefore, it is necessary to reform the criminal law in the future regarding the crime of carding in Indonesian positive law. This update is important because times are advancing as well as technology will be more sophisticated and also this renewal can create a sense of security for the community and remove the negative stigma that Indonesia is a country that is not safe for credit card transactions.   ABSTRAK Artikel   ini    bertujuan    untuk    mengetahui dan    menganalisis pengaturan mengenai tindak pidana carding di Indonesia saat ini, serta kebijakan hukum pidana terhadap tindak pidana carding di dalam hukum positif Indonesia ke depan. Penelitian   ini   merupakan tipe penelitian  yuridis  Normatif.  Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa delik-delik dan klasifikasi yang mengatur mengenai tindak pidana carding di Indonesia tidak ada yang secara tegas dan eksplisit mengatur mengenai tindak pidana carding, sehingga dalam penegakan hukumnya para penegak hukum hanya berlandaskan pada Pasal 31 dan 32 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 yang hanya mengatur sebagian kecil saja dari sekian banyak modus tindak pidana carding dan di banyak kasus penegak hukum harus menggunakan interpretasi atau menganalogikan beberapa Pasal dalam KUHP yang dianggap beberapa pihak tidak begitu relevan diterapkan seperti Pasal 263 dan 378 KUHP. Oleh karena itu maka diperlukan adanya pembaharuan hukum pidana kedepannya mengenai tindak pidana carding di dalam hukum positif Indonesia. Pembaharuan ini menjadi penting karena zaman semakin maju begitu pula teknologi akan semakin canggih dan juga pembaharuan ini dapat menciptakan rasa aman bagi masyarakat dan menghapus stigma negatif bahwa Indonesia adalah negara yang tidak aman bagi transaksi kartu kredit.
Pemidanaan Pelaku Tindak Pidana Korupsi Elvara Yolanda; Usman Usman; Elly Sudarti
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 3 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v3i2.18153

Abstract

This article aims to find out whether the decision number 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt.Pst. has met the formal and material requirements and whether the criminal sentence against the decision number 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt.Pst. has fulfilled the philosophy of punishment in corruption. This method used is normative juridical research methods. The result of this study are: This decision has fulfilled the formal requirements as stipulated in Article 197 Paragraphs (1) and (2) of the Criminal Procedure Code and the material requirements as stipulated in Article 183-185 of the Criminal Procedure Code. However, in this decision the philosophy of punishment in corruption is not fulfilled, this is because, not yet maximally the punishment imposed on Juliari P. Batubara. In the future, it is necessary to regulate the death penalty for perpetrators of corruption who commit corruption crimes during disasters, both during natural and non-natural disasters, so as to create legal certainty. Abstrak Artikel ini bertujuan untuk mengetahui apakah putusan nomor 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt.Pst. telah memenuhi syarat formil dan materil dan apakah penjatuhan pidana terhadap putusan nomor 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt.Pst. telah memenuhi falsafah pemidanaan dalam tindak pidana korupsi. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah putusan ini telah memenuhi memenuhi syarat formil sesuai yang diatur pada Pasal 197 Ayat (1) dan (2) KUHAP dan syarat materil sesuai yang diatur pada Pasal 183-185 KUHAP. Akan tetapi, dalam putusan ini tidak terpenuhinya falsafah pemidanaan dalam tindak pidana korupsi, hal ini dikarenakan, belum maksimalnya pidana yang dijatuhkan terhadap Juliari P. Batubara, untuk ke depan diperlukan pengatur ancaman pidana mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang melakukan tindak pidana korupsi pada saat bencana, baik saat bencana alam maupun non alam, sehingga terciptanya kepastian hukum.
Penyadapan Pada Tindak Pidana Korupsi Perspektif Perlindungan Hak Asasi Manusia Vivi Octaviani; Usman Usman; Tri Imam Munandar
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 3 No. 3 (2022)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v3i3.23370

Abstract

The purposes of this study are 1) To find and analyze wiretapping arrangements in the criminal act of corruption from human rights’ perspective. 2) To find and analyze the urgency of wiretapping regulation on corruption in human rights’ perspective. The method used in this study is a normative-juridical research. The results of this study can be stated that wiretapping is an act carried out to obtain private information or confidential which aim of revealing the truth existence of a criminal act of corruption. Regulations regarding wiretapping in corruption crimes regulated in Law Number 20 of 2001 concerning Amendments to Law Number 31 of 1999 concerning the Eradication of Criminal Acts of Corruption and Law Number 30 of 2002 concerning the Commission for the Eradication of Criminal Acts of Corruption. Regarding the authority of the KPK in conducting wiretapping. However, the regulations that have regulated the wiretapping have not regulated the wiretapping in detail in its entirety, so in its implementation it often contradicts human rights. In the last three years one of the corruption laws has undergone a renewal, namely Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission as amended to become Law Number 19 of 2019 concerning the Second Amendment to Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission. The reforms contained in the law include the renewal of rules regarding wiretapping, but unfortunately the renewal has caused controversy in the public realm. So it is necessary to establish a special law regarding wiretapping. Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah 1)Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan penyadapan pada tindak pidana korupsi perspektif perlindungan hak asasi manusia. 2)Untuk mengetahui dan menganalisis urgensi pengaturan penyadapan pada tindak pidana korupsi perspektif perlindungan hak asasi manusia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian yuridis normatif. Hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa penyadapan merupakan suatu perbuatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang bersifat privasi ataupun rahasia yang mempunyai tujuan untuk mengungkapkan kebenaran adanya suatu tindak pidana korupsi. Pengaturan tentang penyadapan dalam tindak pidana korupsi telah diatur didalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang didalamnya telah mengatur tentang kewenangan KPK dalam melakukan penyadapan. Akan tetapi pengaturan yang telah mengatur tentang penyadapan belum mengatur secara keseluruhan tentang penyadapan secara rinci sehingga pada pelaksanaannya sering kali bertentangan dengan hak asasi manusia. Dalam tiga tahun terakhir salah satu Undang-Undang tindak pidana korupsi telah mengalami pembaharuan yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diperbaharui menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pembaharuan yang terdapat didalam Undang-Undang tersebut termasuk pembaharuan aturan mengenai penyadapan, namun sayangnya pembaharuan itu menimbulkan kontroversi diranah publik. Sehingga perlunya dibentuk Undang-Undang secara khusus tentang penyadapan.
Pendekatan Restorative Justice Dalam Penyelesaian Tindak Pidana Kekerasan Dalam rumah Tangga Perspektif Kemanfaatan Hukum Rosalin S; Usman Usman
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 4 No. 2 (2023)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v4i2.27009

Abstract

The purpose of this research is 1. To identify and analyze the regulation of restorative justice in the process of resolving domestic violence crimes. 2. To examine the application of restorative justice in resolving domestic violence crimes from the perspective of utilitarianism. The formulation of the problem in this research are 1. How is the regulation of restorative justice in the process of resolving domestic violence crimes 2. How is the application of restorative justice in resolving domestic violence crimes from the perspective utilitarianism The research method used is normative juridical research with a conceptual approach, legislation approach, and historical approach. The results of this research indicate that the regulation of the concept of restorative justice in Indonesia is related to its legal framework, as almost all criminal cases handled by the Indonesian criminal justice system end up in imprisonment. Resolving cases using restorative justice is in line with the theory of the utility of law and runs counter to retribution, namely criminal sanctions. The law should be measured based on the good or bad consequences resulting from its application. Abstrak Tujuan Penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan restorative justice dalam proses penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. 2. Untuk mengetahui penerapan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam perspektif kemanfaatan hukum. Rumusan Masalah yang terdapat dalam penelitian ini yaitu 1. Bagaimanakah pengaturan restorative justice dalam proses penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. 2. Bagaimanakah penerapan restorative justice dalam penyelesaian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam perspektif kemanfaatan hukum. Metode Peneltian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Normatif dengan pendekatan Konseptual, Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Sejarah. Hasil Penelitian ini didapat adalah: Pengaturan konsep restorative justice di Indonesia dikaitkan dengan pengaturan hukumnya didasari dengan hampir seluruh tindak pidana yang ditangani oleh sistem peradilan pidana Indonesia selalu berakhir di penjara. Penyelesaian dengan restorative justice sejalan dengan teori kemanfaatan hukum dan bertolak belakang dengan suatu pembalasan yakni sebuah sanksi pidana yakni hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu.