Articles
AUTARKEIA PENDIDIKAN DEMOKRASI DI INDONESIA (AUTARKEIA OF DEMCRATIC EDUCATION IN INDONESIA)
Putra, Surya Desismansyah Eka
Majalah Ilmu Pengetahuan dan Pemikiran Keagamaan Tajdid Vol 22, No 2 (2019)
Publisher : Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.15548/tajdid.v22i2.1083
Tulisan ini berupaya untuk membahas dan menelusuri persepsi demokrasi sebagai kesepakatan ideal pemerintahan Indonesia. Konsekuensi moralnya adalah demokrasi harus mampu menyediakan ruang publik bagi mereka yang tak dihitung (the wrong) untuk mendefinisikan demokrasi secara mandiri dan tanpa diabaikan kaum mayoritas. Supaya demokrasi mampu mendistribusikan keadilan dan bukan merupakan tirani mayoritanisme. Metode penulisan yang dipakai dalam artikel ini adalah studi literatur dengan menggunakan pisau analisis Michel Foucault tentang arkeologi pengetahuan. Hasilnya diharapkan mumpuni untuk menjawab a) diskursus atau disensus yang semestinya dipakai untuk mendefiniskan demokrasi, dan b) mencari model autarkeia (kemandirian) yang tepat bagi pendidikan demokrasi di Indonesia.
(Pand) Economics: Refleksi atas Sistem Ekonomi di Masa Pandemi Covid-19
Putra, Surya Desismansyah Eka
PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Vol 5 No 2 (2020): Volume 5 Nomor 2 Tahun 2020
Publisher : Universitas Nusantara PGRI Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29407/pn.v5i2.14428
Pandemi Covid-19 telah mengubah banyak kebiasaan manusia, termasuk ekonomi. Aktivitas ekonomi yang biasanya masif berjalan berubah melambat karena alur pada sistem ekonominya terhambat. Covid-19 secara sistemik telah membuka tabir sirkulasi ekonomi di Indonesia yang timpang antara pusat dan daerah. Ketimpangan ini timbul akibat model ekonomi Keynesian yang menjadi dasar pengambilan kebijakan ekonomi, bahkan di masa pandemi. Akibatnya, depresi ekonomi menjadi tak terelakkan dan defisit anggaran pun terjadi. Problem yang dibahas dalam tulisan akan ditelaah melalui dua sudut pandang yaitu ideologi ekonomi dan Pancasila. Ideologi ekonomi dipakai untuk menyingkap metakonsep apa yang menjadi dasar penyelenggaraan perekonomian di Indonesia, sedangkan Pancasila digunakan sebagai kacamata refleksi penting tentang usaha untuk mencapai cita-cita ekonomi yang semestinya. Dua sudut pandang ini nantinya akan memberi gambaran dan refleksi terhadap kondisi ekonomi pada saat pandemi Covid-19 seperti sekarang, yang penulis sebut dengan pandeconomics. Metode yang dipakai dalam penulisan artikel ini adalah studi kepustakaan dan verifikasi media. Hasilnya, (a) sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia saat ini adalah sistem ekonomi kapitalisme periferal dengan jiwa Keynesian, dan (b) redefinisi konsep ekonomi ala Indonesia melalui sistem koperasi Hatta dan trisakti Soekarno ternyata telah secara implementatif dilakukan di Kabupaten Trenggalek Jawa Timur.
KARTU TANDA PENDUDUK TANPA KOLOM AGAMA DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME SARTRE
Surya Desismansyah Eka Putra
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 1, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (49.262 KB)
|
DOI: 10.17977/jippk.v1i2.9643
The concept of freedom is a form of analysis on how the free word was present and exist as a tangible manifestation of the contemporary world in the face of uncertainty. Humans really want to look for its existence as a creature. Existentialism tried to leave the path of light that human nature is the existence in the world. Is a self-proclaimed Sartre the existentialist philosophy of abiding by its main slogan, "Man is condemned to be free", and therefore "existence precedes essence". Discussion of existentialism is related to the phenomenon of the elimination of religion column in the National Identity Card in Jakarta. Policy toward the National Identity Card would try to analyze the concept of freedom of Sartre's existentialism using conflict as an epistemological approach Sartre's existentialism. In keeping with the theme, this article seeks to uncover the link between the elimination of religion column with Sartre's existentialism models. Because basically atheistic existentialism concept and not so see the side of spiritualism as the main thing
BINGKAI KEADILAN HUKUM PANCASILA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN RELEVANSINYA DENGAN KEADILAN DI INDONESIA
Surya Desismansyah Eka Putra
Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 27, No 1 (2014): Pebruari 2014
Publisher : Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (64.006 KB)
|
DOI: 10.17977/jppkn.v27i1.5515
Law is a part which always adhere to human being. It is forcing; accepted or not accepted. Take for example, Minah’s case. She stole 3 pieces cacao and she was charged one and a half month of imprisonment, and three month of probationary period. There was also such a stealing case happened in Sidoarjo. The doer was free of any charge. The stealing was considered as a shared responsibility of the society. There are two different dimensions on these two cases. In one hand, lawis obeyed as it is. On the other hand, law is an authentic moral decision. This writing will explain reobservation about the function of law in accordance to moral; the right law enforcement; the relevance of those two cases with law maturity; and the position of Pancasila in seeing those two cases in the context of justice.
KARTU TANDA PENDUDUK TANPA KOLOM AGAMA DALAM PERSPEKTIF EKSISTENSIALISME SARTRE
Surya Desismansyah Eka Putra
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Vol 1, No 2 (2016): Desember 2016
Publisher : Universitas Negeri Malang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (49.262 KB)
The concept of freedom is a form of analysis on how the free word was present and exist as a tangible manifestation of the contemporary world in the face of uncertainty. Humans really want to look for its existence as a creature. Existentialism tried to leave the path of light that human nature is the existence in the world. Is a self-proclaimed Sartre the existentialist philosophy of abiding by its main slogan, "Man is condemned to be free", and therefore "existence precedes essence". Discussion of existentialism is related to the phenomenon of the elimination of religion column in the National Identity Card in Jakarta. Policy toward the National Identity Card would try to analyze the concept of freedom of Sartre's existentialism using conflict as an epistemological approach Sartre's existentialism. In keeping with the theme, this article seeks to uncover the link between the elimination of religion column with Sartre's existentialism models. Because basically atheistic existentialism concept and not so see the side of spiritualism as the main thing DOI : http://dx.doi.org/10.17977/um019v1i22016p126
Status Ontologis Toleransi dalam Ide Politik Otentik di Indonesia
Surya Desismansyah Eka Putra
PINUS: Jurnal Penelitian Inovasi Pembelajaran Vol 8 No 1 (2022): Volume 8 Nomor 1 Tahun 2022
Publisher : Universitas Nusantara PGRI Kediri
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.29407/pn.v8i1.18801
The essence of tolerance in this era often collided with the conflict between the idea of inclusivity and the idea of exclusivity towards the democratic values of citizenship. Surveys from various social and educational institutions that wish to develop the primacy of tolerance, namely humanity, are trapped in limited narratives about behaviour and perspectives through schematic questions. Tolerance is a phenomenon with articulation manifested in political policies and the facilities provided. Therefore, the nature of tolerance needs to be sued again. This article is analyzed using literature and case studies in the mass media. The results of the analysis of this article are (a) the ontological status of tolerance in Indonesia is humanity, justice and freedom or independence as a nation, (b) tolerance is a concrete attitude and behaviour whobehaviourrement is through pro-equality citizens policies and is realized in available public facilities, and (c) efforts to achieve tolerance can only be realized by starting authentic political practices, namely politics that stops the arbitrary desire of the authorities to return to the awareness that politics is a way of liberation as well as a way to disagree.
Kesadaran Kemiskinan sebagai Upaya Menciptakan Masyarakat Inklusi yang Berkemanusiaan bagi Pedagang Asongan dan Anak Jalanan di Kota Malang
Surya Desismansyah Eka Putra
ABDIPRAJA (Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat) Vol 4, No 1 (2023): Maret
Publisher : Universitas Tidar
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31002/abdipraja.v4i1.7749
Pedagang asongan dan anak jalanan yang hidup di sekitar kampus Universitas Negeri Malang jumlahnya cukup signifikan. Rata-rata para pedagang asongan dan anak jalanan ini beraktivitas di sekitar perempatan lampu merah maupun gang-gang kampung seperti di perempatan galunggung, pertigaan di jembatan Soekarno-Hatta, hingga di sepanjang jalan Sumbersari sampai jalan Dinoyo. Dampak dari adanya aktivitas para pedagang asongan dan anak jalanan di jalan-jalan tersebut sering dikeluhkan karena mengganggu aktivitas warga terutama saat ingin berkendara. Keluhan yang muncul tersebut sering kali berlanjut pada pemberian stigma kepada para pedagang asongan dan anak jalanan bahwa mereka adalah orang miskin, tak berpendidikan dan malas karena tidak mampu bekerja secara layak tanpa harus mengganggu aktivitas warga di jalan raya. Padahal kemiskinan yang terjadi di Malang tidak hanya didominasi oleh kalangan yang dianggap kurang mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, tetapi banyak faktor lain yang ikut menentukan. Pendekatan metois yang digunakan pada pengabdian ini adalah jurnalisme investigasi untuk menghasilkan film documenter jurnalisme investigasi. Adapun hasil pada pengabdian ini adalah 1) stigma kemiskinan yang ada pada masyarakat timbul karena memang bawaan, dimana masyarakat lebih sering mengedepankan pada dampak sosial, terutama soal faktor penambah kemacetan jalan raya di Kota Malang; 2) Film “Batas Kota” yang dihasilkan pada proses pengabdian ini dapat dijadikan sebagai sarana branding sekaligus ulasan profil kemiskinan kota Malang yang jarang dibicarakan.
KESADARAN KEMISKINAN SEBAGAI UPAYA MENCIPTAKAN MASYARAKAT INKLUSI YANG BERKEMANUSIAAN BAGI PEDAGANG ASONGAN DAN ANAK JALANAN DI KOTA MALANG
Eka Putra, Surya Desismansyah;
Habibi, M. Mujtaba;
Sudirman
Wisesa: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 2 No. 1 (2023): WISESA - Jurnal Pengabdian Masyarakat
Publisher : UPT. PKM UB
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.wisesa.2023.02.1.3
Pedagang asongan dan anak jalanan yang hidup di sekitar kampus Universitas Negeri Malang jumlahnya cukup signifikan. Rata-rata para pedagang asongan dan anak jalanan ini beraktivitas di sekitar perempatan lampu merah maupun gang-gang kampung seperti di perempatan galunggung, pertigaan di jembatan Soekarno-Hatta, hingga di sepanjang jalan Sumbersari sampai jalan Dinoyo. Dampak dari adanya aktivitas para pedagang asongan dan anak jalanan di jalan-jalan tersebut sering dikeluhkan karena mengganggu aktivitas warga terutama saat ingin berkendara. Keluhan yang muncul tersebut sering kali berlanjut pada pemberian stigma kepada para pedagang asongan dan anak jalanan bahwa mereka adalah orang miskin, tak berpendidikan dan malas karena tidak mampu bekerja secara layak tanpa harus mengganggu aktivitas warga di jalan raya. Padahal kemiskinan yang terjadi di Malang tidak hanya didominasi oleh kalangan yang dianggap kurang mendapatkan pendidikan setinggi-tingginya, tetapi banyak faktor lain yang ikut menentukan. Pendekatan metois yang digunakan pada pengabdian ini adalah jurnalisme investigasi untuk menghasilkan film documenter jurnalisme investigasi. Adapun hasil pada pengabdian ini adalah 1) stigma kemiskinan yang ada pada masyarakat timbul karena memang bawaan, dimana masyarakat lebih sering mengedepankan pada dampak sosial, terutama soal faktor penambah kemacetan jalan raya di Kota Malang; 2) Film “Batas Kota” yang dihasilkan pada proses pengabdian ini dapat dijadikan sebagai sarana branding sekaligus ulasan profil kemiskinan kota Malang yang jarang dibicarakan.
SRAWUNG, SEMAUR, AKUR SEBAGAI SARANA PENGENALAN BUDAYA DAN MENJALIN PERSAUDARAAN BAGI WARGA DAN MAHASISWA INDEKOS DI JALAN JOMBANG KOTA MALANG
Habibi, M. Mujtaba;
Eka Putra, Surya Desismansyah;
Sudirman
Wisesa: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 2 No. 1 (2023): WISESA - Jurnal Pengabdian Masyarakat
Publisher : UPT. PKM UB
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.21776/ub.wisesa.2023.02.1.6
Lingkungan perumahan di sekitar Universitas Negeri Malang (UM) sangatlah padat. Banyak perumahan warga yang dulunya hanya ditempati bersama keluarga kini telah banyak diubah menjadi multi kamar sebagai tempat tinggal sementara atau kos bagi para pendatang. Rata-rata para pendatang ini berstatus mahasiswa. Dengan makin padatnya penduduk yang tinggal di Jalan Jombang, problem sosialnya pun ikut meningkat. Problem tersebut timbul akibat kurangnya jalin persaudaraan antara warga setempat dengan warga pendatang yang menghuni kos. Hal ini disebabkan tidak adanya sarana yang mempertemukan kedua belah pihak dalam satu forum bersama untuk menyamakan persepsi tentang aturan moral maupun norma yang berlaku di lingkungan tersebut. Untuk itu perlu diadakan ruang dialog untuk mengenalkan adat istiadat yang dihayati oleh warga yang menempati lingkungan di wilayah Jalan Jombang tersebut dengan nama Srawung, Semaur, Akur. Srawung Semaur Akur merupakan metode yang dipakai sebagai basis sosial menciptakan ruang publik (public sphare). Hasilnya 1) medium pertemuan Srawung, Semaur, Akur cukup efektif menciptakan rasa empati dan saling menghormati antara warga setempat dengan para penghuni kos/kontrakan yang mayoritas pendatang. 2) pendatang maupun warga setempat kini dapat merasakan rasa aman, nyaman dan tenteram secara lebih baik tanpa ada kecurigaan berlebih terhadap pendatang.