Penelitian ini membahas kewajiban nafkah bagi istri setelah perceraian dalam perspektif Hukum Islam dan peran Pengadilan Agama dalam menetapkan besaran nafkah tersebut. Kewajiban nafkah bagi istri setelah perceraian terdiri dari nafkah iddah dan nafkah mut'ah, yang diatur dalam Al-Quran dan hadis, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI). Masa iddah merupakan periode di mana mantan suami diwajibkan memberikan nafkah kepada mantan istri, baik dalam bentuk sandang, pangan, maupun papan. Pengadilan Agama berperan penting dalam melindungi hak-hak mantan istri dengan menetapkan besaran nafkah berdasarkan pertimbangan kondisi ekonomi mantan suami dan status nusyuz istri. Proses hukum di Pengadilan Agama melibatkan mediasi dan pertimbangan yang adil agar keputusan nafkah dapat diterapkan tanpa merugikan salah satu pihak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif-analitis untuk mengeksplorasi interaksi antara budaya lokal dan hukum formal di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun ada ketentuan hukum yang jelas, masih terdapat tantangan dalam pelaksanaan kewajiban nafkah, terutama terkait dengan kesadaran hak-hak mantan istri pasca perceraian.