Perlindungan hak-hak anak diabadikan dalam Deklarasi Hak-Hak Anak tahun 1979, yang kemudian diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Konvensi Hak-Hak Anak (CRC) di Jenewa pada tahun 1989, dan telah diratifikasi, disetujui, atau ditandatangani oleh 192 negara. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pasal 1 mendefinisikan anak sebagai individu yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak dalam kandungan. Undang-Undang Dasar 1945, dalam Pasal 28B ayat 2, menjamin setiap anak hak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, dan hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Lebih lanjut, Pasal 34 ayat 2 mengamanatkan bahwa anak-anak miskin dan terlantar wajib diasuh oleh negara. Anak jalanan didefinisikan sebagai anak-anak yang menghabiskan hidupnya di jalanan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Mereka merupakan isu publik yang signifikan di Indonesia. Kehadiran mereka di jalanan bukanlah karena pilihan, melainkan dipaksa oleh kenyataan pahit kemiskinan. Berbagai faktor penyebab, seperti kesulitan ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, dan putus sekolah, memaksa mereka ke dalam situasi ini. Terlepas dari keadaan mereka, anak jalanan tetap memiliki hak atas pendidikan dan kehidupan yang bermartabat untuk masa depan yang lebih cerah. Penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif. Informan penelitian ini terdiri dari pejabat pemerintah dari Dinas Sosial, Tenaga Kerja, dan Transmigrasi Kota Yogyakarta (3 informan) dan anak jalanan (5 informan), sehingga totalnya menjadi 8 informan. Pengumpulan data menggunakan purposive sampling dalam konteks alamiah, dengan mengandalkan sumber data primer. Proses pengumpulan data terutama melibatkan teknik komunikasi langsung, yang secara umum dikategorikan menjadi observasi, wawancara, dan dokumentasi.Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan program pemberdayaan anak jalanan untuk meningkatkan sumber daya manusia menunjukkan kekuatan dalam beberapa aspek, seperti komitmen personel. Namun, masih terdapat kelemahan, terutama dalam alur komunikasi. Selain itu, tiga kategori utama hambatan telah diidentifikasi: sumber daya, faktor sosial budaya, serta kerangka kebijakan dan kelembagaan, yang semuanya memerlukan perhatian dan perbaikan lebih lanjut. Upaya yang dilakukan meliputi pendidikan formal dan nonformal serta pelatihan keterampilan. Dalam hal manajemen sumber daya manusia, aspek-aspek seperti pengendalian dan supervisi berfungsi dengan baik, sementara aspek-aspek lainnya memerlukan evaluasi. The protection of children's rights was enshrined in the 1979 Declaration of the Rights of the Child, later adopted by the United Nations as the Convention on the Rights of the Child (CRC) in Geneva in 1989, and has been ratified, acceded to, or signed by 192 nations. This convention has generated a steadfast commitment to prioritize children's rights to survival, protection, and development. In Indonesia, various legal definitions of a child exist. According to Law No. 23 of 2002 concerning Child Protection, Article 1 defines a child as an individual who has not yet reached the age of 18, including a child in the womb. The 1945 Constitution, in Article 28 B paragraph 2, guarantees every child the right to survival, growth, and development, as well as the right to protection from violence and discrimination. Furthermore, Article 34 paragraph 2 mandates that the impoverished and abandoned children shall be cared for by the state. Street children are defined as children who spend their lives on the streets to meet their economic needs. They represent a significant public issue in Indonesia. Their presence on the streets is not by choice but is compelled by the harsh realities of poverty. Various contributing factors, such as economic hardship, domestic violence, and school dropout, force them into this situation. Despite their circumstances, street children retain the right to education and a dignified life for a brighter future. This research employs a qualitative descriptive methodology. The study's informants comprised government officials from the Department of Social Affairs, Manpower, and Transmigration of Yogyakarta City (3 informants) and street children (5 informants), totaling 8 informants. Data collection utilized purposive sampling in a natural setting, relying on primary data sources. The data gathering process primarily involved direct communication techniques, broadly categorized into observation, interviews, and documentation. The findings of this research indicate that the implementation of the street children empowerment program policy for improving human capital demonstrates strengths in certain aspects, such as the commitment of personnel. However, weaknesses persist, particularly in communication flow. Additionally, three key categories of obstacles were identified: resources, socio-cultural factors, and policy and institutional frameworks, all requiring further attention and improvement. The efforts undertaken include formal and non-formal education and skills training. In terms of human resource management, aspects like controlling and supervision are functioning well, while others necessitate evaluation.