Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

Implementasi Politik Hukum Islam Dalam Perumusan Piagam Jakarta Sasmiarti Sasmiarti; Edi Rosman
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 2, No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (515.062 KB) | DOI: 10.30983/it.v2i1.651

Abstract

Indonesia adalah Negara yang plural dan multikultural. Akan tetapi dalam keberagaman tersebut tertanam rasa kebhinnekaan. Rasa itu benar-benar terlihat jelas pada waktu persiapan kemerdekaan Indonesia. Tokoh bangsa dari berbagai suku, bangsa dan agama saling bergandeng tangan untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, mulai dari perumusan dasar negara, hukum dasar dan naskah lainnya yang penting bagi Indonesia merdeka. Melihat perkembangan yang terjadi pada waktu itu para tokoh bangsa tersebut hanya terklasfikasi ke dalam 2 kelompok besar yaitu kelompok Islam dan kelompok Nasionalis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap usaha dan pengaruh kelompok Islam dan masyarakat Islam dalam perkembangan politik hukum Islam di Indonesia terutama dalam perumusan Dasar Negara Indonesia merdeka khusunya Piagam Jakarta. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan pendekatan penelitian historis, dengan mengakaji sejarah persiapan kemerdekaan Indonesia. Dengan meneliti literature yang ada, ditemukan jawaban bahwa pada awalnya rumusan dasar Negara yang termuat di dalam Piagam Jakarta telah mencerminkan adanya pengaruh politik hukum Islam. Akan tetapi kemudian terjadi perubahan berdasarkan konsensus tokoh-tokoh bangsa dengan alasan keutuhan bangsa dan Negara. Hasil kajian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berharga untuk meujudkan cita-cita masyarakat Islam Indonesia, sehingga politik hukum Islam benar-benar mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara sekalipun Indonesia bukan Negara Islam.
CRIMINAL POLICY DAN SOCIAL POLICY DALAM MEWUJUDKAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA (Relasi Politik Kriminal/Criminal Policy dan Kebijakan Sosial/ Social Policy dalam Perspektif Integratif) Siti Hafsyah Syahanti; Edi Rosman
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 1, No 2 (2017): Juli-Desember 2017
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.282 KB) | DOI: 10.30983/it.v1i2.422

Abstract

Tujuan dari adanya hukum pidana, tidaklah berbeda dengan tujuan hukum secara umum, dimana hukum pidana bertujuan untuk menciptakan keamanan dan kesejahteraan ditengah-tengah masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pemerintah selaku yang berwenang, memiliki hak untuk membuat kebijakan-kebijakan politik terkait pelaksanaan hukum pidana di Indonesia. Negara yang pada prinsipnya memiliki kekuasaan untuk melaksanakannya, dalam hal ini pemerintah. Adapun salah satu bentuk kebijakannya adalah melakukan tindakan-tindakan yang sekiranya harus dijalankan supaya orang tidak lagi berbuat jahat (Criminal Policy). Kebijakan itu tentunya juga harus sejalan dengan Social Policy demi mencapai kesejahteraan serta perlindungan bagi seluruh masyarakat. Namun pada kenyataan di lapangan masih ada ketidaksejalanan antara criminal policy dan social policy. Maka untuk menciptakan kesesuaian antara keduanya salah satu hal yang sangat berpengaruh adalah dibutuhkan pemerintahan yang bersih (Good Governance) selaku yang berkuasa untuk mengambil kebijakan dalam suatu negara. Sehingga pada akhirnya menjadi suatu kemestian bahwa criminal policy dan social policy yang bermuara kepada pembaharuan hukum pidana di Indonesia khususnya.
IMPLEMENTATION OF COLLECTION OF NAD LOANS THROUGH AUCTION ON LIABILITY RIGHTS AS GUARANTEE IN PT. BPD SUMATERA BARAT Umul Khair; Ana Ramadhona; Edi Rosman
Jurnal Cendekia Hukum Vol 7, No 2 (2022): JCH (JURNAL CENDEKIA HUKUM)
Publisher : STIH Putri Maharaja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33760/jch.v7i2.525

Abstract

Basically, the granting of credit facilities can be done by anyone, as long as the person concerned has the ability to do so, through a loan agreement between the lender (creditor on the one hand) and the loan recipient (debtor on the other). However, in practice, the debtor always agrees to the loan agreement by the creditor even though the interest is very high. In order to guarantee the interests of the bank, the debtor is required to provide a guarantee/collateral to the bank PT. BPD West Sumatra is one of the banks that implement auctions as a way of resolving non-performing loans. The Bank will submit an auction to be executed by the State Property and Auction Service Office (KPKNL). So the procedure for settling bad loans through auctions at PT. BPD West Sumatra for example at Bank Nagari Payakumbuh Branch has complied with other banking regulations guided by the Regulation of the Minister of Finance in particular Article 6 and Article 20, as well as Regulation of the Minister of Finance No. 106/PMK.06/2013 concerning Amendments to the Regulation of the Minister of Finance No. 93/PMK.06/2010 concerning Instructions for Implementation of Auctions, and the object of Collateral that can be processed for auction is collateral that has been installed with Mortgage through the Office of the State Assets and Auction Service (KPKNL).
CRIMINAL POLICY DAN SOCIAL POLICY DALAM MEWUJUDKAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA (Relasi Politik Kriminal/Criminal Policy dan Kebijakan Sosial/ Social Policy dalam Perspektif Integratif) Siti Hafsyah Syahanti; Edi Rosman
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 1, No 2 (2017): Juli-Desember 2017
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.426 KB) | DOI: 10.30983/it.v1i2.422

Abstract

Tujuan dari adanya hukum pidana, tidaklah berbeda dengan tujuan hukum secara umum, dimana hukum pidana bertujuan untuk menciptakan keamanan dan kesejahteraan ditengah-tengah masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pemerintah selaku yang berwenang, memiliki hak untuk membuat kebijakan-kebijakan politik terkait pelaksanaan hukum pidana di Indonesia. Negara yang pada prinsipnya memiliki kekuasaan untuk melaksanakannya, dalam hal ini pemerintah. Adapun salah satu bentuk kebijakannya adalah melakukan tindakan-tindakan yang sekiranya harus dijalankan supaya orang tidak lagi berbuat jahat (Criminal Policy). Kebijakan itu tentunya juga harus sejalan dengan Social Policy demi mencapai kesejahteraan serta perlindungan bagi seluruh masyarakat. Namun pada kenyataan di lapangan masih ada ketidaksejalanan antara criminal policy dan social policy. Maka untuk menciptakan kesesuaian antara keduanya salah satu hal yang sangat berpengaruh adalah dibutuhkan pemerintahan yang bersih (Good Governance) selaku yang berkuasa untuk mengambil kebijakan dalam suatu negara. Sehingga pada akhirnya menjadi suatu kemestian bahwa criminal policy dan social policy yang bermuara kepada pembaharuan hukum pidana di Indonesia khususnya.
ANALISIS PEMIKIRAN MUSDAH MULIA TENTANG WALI NIKAH DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBARUAN HUKUM KELUARGA DI INDONESIA Siti Hafshah Syahanti; Arsal Arsal; Edi Rosman
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 3, No 1 (2019): Januari-Juni 2019
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (803.369 KB) | DOI: 10.30983/it.v3i1.835

Abstract

The discussion of marriage guardian is one of the pillars that must exist in a marriage, illegitimate marriage without the presence of a guardian. The Compilation of Islamic Law (KHI) as the law governing Muslim marriages in Indonesia requires guardians as a legal condition of marriage (articles 14 and 19). However, on the other hand, one of the Muslim intellectuals, Siti Musdah Mulia, stated an opposing idea, that guardians are not included in the pillars of marriage. The results showed that the Musdah Mulia thinking generally led to the typology of liberal Islamic thought. Specifically on the issue of the absence of guardians in marriage, Musdah's opinions are not too contrary to the text; Musdah's attention to gender places a substantial portion in establishing the law; and the Musdah idea is not only channeled in the form of thought alone but also poured into the form of a legal regulation draft (CLD-KHI) so that the law applies comprehensively and can be applied clearly and can achieve justice and social benefit in the midst of the people. Then based on this, a specific typology of Musdah Mulia's thought was obtained about the absence of guardians in the marriage harmony leading to progressive Islamic thought. And Musdah Mulia's ideas about the lack of marriage guardians have sufficient relevance to the renewal of Islamic family law in Indonesia.
Implementasi Politik Hukum Islam Dalam Perumusan Piagam Jakarta Sasmiarti Sasmiarti; Edi Rosman
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 2, No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (515.206 KB) | DOI: 10.30983/it.v2i1.651

Abstract

Indonesia adalah Negara yang plural dan multikultural. Akan tetapi dalam keberagaman tersebut tertanam rasa kebhinnekaan. Rasa itu benar-benar terlihat jelas pada waktu persiapan kemerdekaan Indonesia. Tokoh bangsa dari berbagai suku, bangsa dan agama saling bergandeng tangan untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, mulai dari perumusan dasar negara, hukum dasar dan naskah lainnya yang penting bagi Indonesia merdeka. Melihat perkembangan yang terjadi pada waktu itu para tokoh bangsa tersebut hanya terklasfikasi ke dalam 2 kelompok besar yaitu kelompok Islam dan kelompok Nasionalis. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap usaha dan pengaruh kelompok Islam dan masyarakat Islam dalam perkembangan politik hukum Islam di Indonesia terutama dalam perumusan Dasar Negara Indonesia merdeka khusunya Piagam Jakarta. Untuk menjawab pertanyaan tersebut dilakukan pendekatan penelitian historis, dengan mengakaji sejarah persiapan kemerdekaan Indonesia. Dengan meneliti literature yang ada, ditemukan jawaban bahwa pada awalnya rumusan dasar Negara yang termuat di dalam Piagam Jakarta telah mencerminkan adanya pengaruh politik hukum Islam. Akan tetapi kemudian terjadi perubahan berdasarkan konsensus tokoh-tokoh bangsa dengan alasan keutuhan bangsa dan Negara. Hasil kajian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi berharga untuk meujudkan cita-cita masyarakat Islam Indonesia, sehingga politik hukum Islam benar-benar mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara sekalipun Indonesia bukan Negara Islam.
Judge Consideration on Nominal Determination Iddah and Mut'ah Lives in Epistemological Review M. Yanis Saputra; Edi Rosman
Alhurriyah Vol 6, No 1 (2021): January - June 2021
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (598.568 KB) | DOI: 10.30983/alhurriyah.v6i1.4018

Abstract

Determination of iddah and mut'ah living is a manifestation of one of the cases that must be resolved by a judge who comes to him by bringing justice to the parties. Of course, this cannot be separated from how a judge deeply examines the existing problems with his considerations. The purpose of this study is to find out how the judge's considerations in determining the nominal iddah and mut'ah income for the wife whom her husband divorces in a case, then how is the judge's consideration in determining the nominal iddah and mut'ah income when viewed epistemologically. The research method that the author does is to use empirical normative research methods with a qualitative approach. Based on the research results that the author did, there are at least 7 (seven) things that the judge can consider in determining the nominal iddah and mut'ah living. However, what if, in a case, all the things considered are in one case? Of course, a judge must choose his considerations, which should come first, the interests of the wife or husband. Therefore, it takes wisdom and wisdom from a judge in deciding while still realizing a sense of justice for the parties. Penentuan nafkah iddah dan mut’ah merupakan wujud dari salah satu perkara yang harus diselesaikan seorang hakim yang datang padanya dengan mewujudkan keadilan kepada para pihak. Hal ini, tentu, tidak terlepas dari bagaimana seorang hakim mengkaji lebih dalam terkait permasalahan yang ada dengan pertimbangan-pertimbangannya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam menentukan nominal nafkah iddah dan mut’ah bagi istri yang diceraikan suaminya pada suatu kasus. Kemudian bagaimana tinjauan epistemologi terkait dengan pertimbangan hakim dalam menentukan nominal nafkah iddah dan mut’ah. Adapun metode penelitian yang penulis lakukan adalah dengan menggunakan metode penelitian normatif empiris dengan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan, setidaknya ada 7 (tujuh) hal yang dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menentukan nominal nafkah iddah dan mut’ah. Namun bagaimana bila semua hal yang dipertimbangkan tersebut ada dalam satu kasus, tentu seorang hakim harus mampu memilih pertimbangannya, mana yang harus didahulukan, kepentingan istri atau suami. Oleh karena itu, memang dibutuhkan kearifan dan kebijaksanaan dari seorang hakim dalam menjatuhkan putusan dengan tetap mewujudkan rasa keadilan bagi para pihak.
POLITIK HUKUM ISLAM DI INDONESIA (KAJIAN REFORMASI HUKUM DALAM KERANGKA PEMIKIRAN IBNU TAIMIYAH) Edi Rosman
Alhurriyah Vol 2, No 1 (2017): Januari - Juni 2017
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (390.788 KB) | DOI: 10.30983/alhurriyah.v2i1.259

Abstract

Islam and Indonesia are two unseparated parts. The born and the existence of Republic of Indonesia was a big result of the community of the nation and Islam has taken the biggest part of it. Islamic political views and Islamic community with all of their problems are the historical richness that could not be forgetten. Nowadays, this Nation still needs the participation of Islamic political views and actors as majority. However, why they are important? How is the correlation between the actual Islamic political situations in Indonesia with the Islamic political views of Ibn Taimiyah as the most popular Islamic scolars all the time. In Indonesia Islamic have important role in politic because actually, this Nation will be never founded without His bless. As the consequences, all of the Indonesian Moslem people should participate in any aspects such as in politic to build this Country as the expression of thankfulness. Islamic politic act and Islamic law, at present and future, will be an accordance each other if they are formulated in Islamic univesiality frame. The term “Islam rahmatan lil’ alamin” (in English means ‘the boon of the universe’) interpreted as the plurality of Indonesia. Ibn Taimiyah as the Islamic scholars who has born in modern age has political framework that aligned with Indonesia political views. The law reformation may be enforced if this Nation has good and clean government (wilâyat al-shâlih). The good and clean government is the trusted government that runs the Nation conforms to the mandate of the people and the constitution of the Nation. Islam dan Indonesia adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Lahir, berdirinya dan masih eksisnya Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan hasil perjuangan umat Islam bersama-sama dengan komponen bangsa lainnya. Dalam kontek tersebut, politik Islam dan Umat Islam dengan berbagai dinamikanya menjadi kekayaan historis yang tidak boleh dilupakan. Saat inipun, Negara Kesatuan Repoblik Indonesia sangat membutuhkan partisipasi politik Umat Islam yang secara kuantitatif masih mayoritas. Mengapa pentingnya peran politik umat Islam? Dan bagaimana politik hukum Islam saat ini dan dimasa yang datang jika dilihat dari kerangka berpikirnya Ibnu Taimiyah?. Pentingnya politik umat Islam ialah karena Negara ini lahir atas berkat Rahmat Allah SWT. Sebagai konsekuensinya, Umat Islam wajib bersyukur dengan berpartisipasi aktif dalam berbagai bidang dan tidak terkecuali dalam bidang politik. Politik Islam dan Hukum Islam sekarang dan dimasa yang akan datang akan senafas dengan keindonesiaan jika diformulasikan dalam bingkai universalitas Islam itu sendiri. Islam rahmatan lil ‘alamin diterjemahkan dalam pluralitas keindonesiaan. Ibnu Taimiyah sebagai seorang Ulama yang lahir di Abad Modern ini, memiliki kerangka berpikir politik yang selaras dan cocok dengan dinamika, kontekstual dan fundamental politik hukum Islam di Indonesia. Reformasi Hukum (isti’malul Ishlah) akan dapat dilaksanakan jika Negara ini memiliki pemerintah yang baik (wilayatus shalih). Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang melaksanakan amanah kenegaraan sesuai dengan amanat yang diberikan oleh rakyat dan Undang-undang Dasar.
IMAM KAMPUANG SEBAGAI WALI HAKIM: Analisis Terhadap Putusan Pengadilan Agama Talu Nomor 502/Pdt.G/2011/PA Tentang Itsbat Nikah Abdul Alim; Edi Rosman
Alhurriyah Vol 3, No 2 (2018): Juli - Desember 2018
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (732.467 KB) | DOI: 10.30983/alhurriyah.v3i2.719

Abstract

Marriage is a facility that Allah arranges in such a way that human biological needs are channeled and fulfilled respectfully and well. To carry out a marriage, the role of the guardian of marriage is very important because in his hand a marriage becomes legitimate, in addition to fulfilling the other pillars, including witnesses and dowry. If these pillars are not fulfilled and ignored, the marriages that are carried out are not recognized by the syarak. The decision of the Talu Religious Court by ordering a marriage without a legal guardian according to the rules of Islamic law and legislation in Indonesia certainly seems to have ignored the provisions of the fiqh and the positive law that applies in Indonesia. This is because there are no rules in fiqh and also positive laws that allow a priest to be allowed to marry someone who has no relationship with him. The appointment of the village priest as the guardian of the judge in a marriage is not based on reasons that can be justified by syarak, because in the subsection of the judge's guardian in the constellation of Islamic law and the positive law applicable in Indonesia is the government or the person authorized by the government to be the judge's guardian. In the marriage certificate request that has been granted by the panel of judges, the Religious Religious Court Number: 502 / Pdt.G / 2011 / PA has ignored important aspects in a legal product because of lack of attention to aspects of Islamic law (fiqh) that never provide opportunities to people who are not have a relationship with a woman nasab.
LEGISLASI HUKUM ISLAM DI INDONESIA (Sejarah Dan Relevansi Praktis Pembaharuan Hukum Nasional) Edi Rosman
Alhurriyah Vol 1, No 1 (2016): Januari - Juni 2016
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (395.9 KB) | DOI: 10.30983/alhurriyah.v1i1.478

Abstract

This paper portray the importance of the legislative process and the history of the development and renewal of Islamic law in Indonesia. The importance of legislation is because Islamic law in the form of Shariah and fiqh can not be implemented due to various factor. One factor that makes it difficult to be implemented is the dominance of the diversity of Fiqh Mahzab as well as another factors. In its historical records, some already implemented in the Religious Court, within certain limits. Religious Courts will not fully implement shari'ah and fiqh if its not regulated in the form of laws as written law. Islamic law Maslahah that has been enacted will engender multi maslahah. To reduce the diversity of mazhab fiqh, not only with the judicial process, but also with the process of legislation that will create legal unification,legal certainty and its emplementation can be enforced through state institutions. Social change will be realized if the Islamic law enacted relevant to social needs.