Fajrul Wadi
Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM (Ditinjau Dari Perspektif Yuridis Dan Sosiologis) Wadi, Fajrul
Alhurriyah Vol 13, No 1 (2012): Januari - Juni 2012
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (627.677 KB) | DOI: 10.30983/alhurriyah.v13i1.583

Abstract

The issue in acquisition of land for public purposes until now is still create a problem in the midle of society even until create a conflict expecially between society and the govermment, in one side the goverment need the land for provision of public facilities but in the other side it arise denial from society to doing the submission and release land rights of them. Various laws have been formed for the acquisition of land for public use either in the form of a presidential decree to form of law, but the level of implementation is still causing controversy in the midle of society which often lead to social conflict. The reason is the regulation does not accommodate and provide legal protection to the public even tend to position people in a weak position, then the rules only focus on juridical aspects and prosedural aspects, but they ignore the sociological aspects so reasonable it will be repressive rule and does not reflect the sense of justice.
Bantuan Hukum dan Implementasi Perlindungan HAM di Indonesia Wadi, Fajrul
Alhurriyah Vol 11, No 1 (2010): Januari - Juni 2010
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (160.524 KB) | DOI: 10.30983/alhurriyah.v11i1.388

Abstract

One of the most actual issues nowadays is about the maintenance and protection of human rights moreover in a developing county, even in a poor country. The maintenance towards human rights is a kind of every human’s responsibility, it is not only a duty for the government but also it is a part of the duty for all societies. For this case, giving a judicial help for the victims of the human rights abuses by some lawyers is a kind of an implementation from the functions and purposes of judicial helps. Without the roles of giving the judicial helps for the victims of the human rights abuses, then it may cause an injustice for the protection of human rights moreover in Indonesia. As we know if our country Indonesia actually has a good system of the regulation about human rights, thus we only need to have any efforts as the implementation.
Measuring "Village Regulations" in Urban Community Relations in the City of Bukittinggi, West Sumatra Helfi Helfi; Fajrul Wadi; Beni Firdaus; Dahyul Daipon
AL-IHKAM: Jurnal Hukum & Pranata Sosial Vol. 16 No. 1 (2021)
Publisher : Faculty of Sharia IAIN Madura collaboration with The Islamic Law Researcher Association (APHI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19105/al-lhkam.v16i1.4340

Abstract

Migrant workers usually come to a city for economic reason as cities are still deemed to provide much available economic opportunities. Urban communities, on the other hand, typically preserve village regulation that they specifically formulate in dealing with comers like what occurs in Bukittinggi, West Sumatra. On the basis of it, this article aims to portray the village regulation taking sample at the Campago Guguak Bulek Nagari, Mandiangin Koto Selayan, Bukittinggi, West Sumatra. The research problems are on the current village regulation from its establishment, form, dissemination, sanction, stratification of legal subjects, and the effect as well as how the regulation will look like in the future. This is a qualitative normative research using in-depth interview with comers who directly deal with local regulations as well as local communities as the one who preserve the regulation. It found that regulations at Bukittinggi emphasize protection of the local economy and socio-cultural aspect. More specifically, it aims to regulate life together, protect rights and obligations as well as social institutions, maintain safety and order, and improve community welfare. This all make the village regulation deserve for future preservation. (Salah satu alasan perantau mendatangi sebuah kota biasanya adalah faktor ekonomi. Kota-kota besar hingga hari ini masih dianggap menawarkan banyak peluang ekonomi. Masyarakat kota, di sisi lain, biasanya memiliki berbagai aturan khusus bagi para pendatang seperti yang terjadi di Bukittinggi, Sumatera Barat. Dari situ, artikel ini ingin memotret hubungan antara aturan lokal di Bukittinggi dengan para pendatang di situ, khususnya di Kelurahan Campago Guguak Bulek, Mandiangin Koto Selayan, Bukittinggi, Sumatra Barat. Pertanyaan penelitian ini adalah seputar peraturan kampung yang berlaku mulai dari pembentukan, bentuk-bentuk, sosialisasi, sanksi, subyek hukum, dan efeknya. Selain itu, akan dilihat juga bagaimana prediksi akan ‘nasib’ peraturan ini di masa mendatang. Penelitian ini bersifat normatif-kualitatif dengan wawancara mendalam kepada para pendatang maupun komunitas lokal sebagai salah satu metode penggalian data utamanya. Hasilnya menunjukkan bahwa aturan-aturan tersebut menitikberatkan pada perlindungan sosial—ekonomi lokal, utamanya perihal aturan-aturan hidup berdampingan, perlindungan hak dan kewajiban, pranata sosial, jaminan keamanan dan ketentraman, serta peningkatan kesejahteraan. Inilah yang membuat peraturan tersebut layak untuk tetap berlaku hingga di masa mendatang)
DEVIASI ARAH KIBLAT MUSHALLA SPBU JALUR LINTAS PADANG-PEKANBARU DALAM TINJAUAN PENGUKURAN ARAH KIBLAT KONTEMPORER Busyro Busyro; Fajrul Wadi; Hendri Hendri
istinbath Vol 18 No 2 (2019): Desember
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1012.096 KB)

Abstract

Menghadap kiblat merupakan salah satu syarat sah shalat, sehinggadimanapun seseorang berada, maka ia harus menghadapkan wajahnya kekiblat. Mushalla-mushalla di SPBU merupakan alternatif bagi musafir dalammenunaikan kewajiban ibadah shalat mereka, dan kuantitas orang yang shalatdi sana mungkin lebih ramai daripada masjid itu sendiri. Hal ini karena mushallatersebut terbuka setiap saat. Sebagaimana diketahui, bahwa pembangunanSPBU bukan ditujukan untuk memfasilitasi orang untuk melaksanakan shalat,berbeda dengan masjid yang memang disengaja untuk itu. Akibatnya bisa sajapengelola SPBU tersebut tidak terlalu memperhatikan persoalan arah kiblat. Oleh karena itu penelitian ini mencoba melakukan survey arah kiblat padamushalla-mushalla yang ada di SPBU sepanjang jalan lintas Padang Pekanbaru,karena jalur tersebut merupakan jalur yang sangat ramai dan pada setiap SPBUterdapat mushalla dengan berbagai kondisinya. Hasil penelitian menunjukkanbahwa secara umum arah kiblat mushalla yang ada di jalur lintas PadangPekanbaru belum akurat dengan deviasi antara 0010” sampai 300. Hal ini karenadi awal pembangunannya tidak diukur oleh ahlinya dan umumnya dilakukandengan berpatokan kepada masjid terdekat atau hanya dengan mengandalkantukang bangunan saja.
Manjalang Niniak Mamak: Makna komunikasi verbal dan non-verbal di Nagari Gunuang Malintang Kecamatan Pangkalan Luhak Limo Puluah Kota Elfiani Elfiani; Dahyul Daipon; Basri Na'ali; Fajrul Wadi; Hendri Hendri
Satwika : Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial Vol. 6 No. 1 (2022): April
Publisher : Universitas Muhammadiyah Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22219/satwika.v6i1.20789

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis makna komunikasi  verbal dan nonverbal yang terdapat pada Tradisi Manjalang Niniak Mamak di Nagari Gunuang Malintang. Hal ini dilatarbelakngi oleh seiring kemajuan teknologi dan perkembangan zaman kebiasaan saling mengunjungi oleh sebagai orang sudah mulai berkurang bahkan ada yang sudah hilang dikarenakan mereka memilih melaksanaknya secara online namun pada masyarakat Nagari Gunuang Malintang  tetap menjaga hal tersebut dengan Tradisi Manjalang Niniak Mamak yang dilaksanakan setelah hari raya Idul Fitri yang diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat. Metode penelitian yang digunakan yaitu etnografi dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Sehingga hasil didapatkan temuan bahwa Tradisi Manjalang Niniak Mamak dimulai dengan pawai dari balai adat hingga istana tuan rumah. Peserta pawai disepanjang jalan membaca syair, diiringi alat musik rebana. Tradisi melestarikan budaya tradisi nenek moyang, ini bentuk nyata penghargaan kepada niniak mamak yang terkandung nilai religius, nilai ukhuwah dan nilai akhlak. Adapun makna komunikasi verbal pada Tradisi Manjalang Niniak Mamak yaitu pada prosesi salam samba melalui salam samba dengan makna bahwasanya niniak mamak harus di muliakan. Selanjutnya makna komunikasi nonverbal pada Tradisi Manjalang Niniak Mamak seperti tingkuluak tanduak bundo kanduang, pakaian niniak mamak. Tradisi Manjalang Niniak Mamak memiliki makna sebagai ajang silaturahmi dan komunikasi secara lansung pada saat lebaran atau hari hari tertentu yang dilakukan oleh masyarakat Nagari Gunuang Malintang kepada pemimpin dalam kaum mereka seperti niniak mamak, dubalang, bundo kanduang dengan kemenakan. Kemudian dalam Tradisi Manjalang Niniak Mamak terdapat simbol simbol yang diinterpretasikan oleh masyarakat kepada makna pesan verbal dan nonverbal.   The purpose of this study was ti analyze the meaning of verbal and nonverbal communication contained in the manjalang niniak mamak tradition in Nagari Gunuang Malintang. Ths is motivated by the advancement of technology and the development of the era Along with technological advances and the development of the times, the habit of visiting each other by people has begun to decrease and some have even disappeared because they chose to it online, but the Nagari Gunuang Malintang community still maintains this with the tradition of manjalang niniak mamak which is carried out after Eid al-Fitr or before entering the month of ramadhan which is followed by niniak mamak, clerical scholars, clerever cadiak pandai, bundo kanduang and all levels of society. The tradition of manjalang niniak mamak begins with a parade called arak iriang or “baaghak” from the traditional hall to the host’s palace. Parade participants along the way read poetry, songs written on books and accompanied by a tambourine musical instruments plus a traditional umbrella. This tradition aims to preserve the culture of ancestral traditions, this activity is a tangible form of appreciation for niniak mamak, especially for nephews and nephews. The meaning of verbal communication in the manjalang niniak mamak tradition is in the procession of samba greetings through samba greetings with the meaning that niniak mamak are people who must be honored. Furthermore, the meaning of nonverbal communication in the manjalang niniak mamak tradition can be seen In the clothes worn by participants such as the tingkuluak tanduak bundo kanduang clothing which symbolizes the greatness of a Minangkabau woman, then the niniak mamak clothing which is a traditional dress which illustrates that niniak mamak is a leader and then jamba which sysbolizes that respect for niniak mamak.
ANALISIS PUTUSAN DALAM PENGALIHAN TALAK RAJ’I MENJADI TALAK BAIN PERKARA NO.0067/PDT.G/2016/PA.LK. (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kab. Limapuluh Kota) Nurul Fadhilah; Fajrul Wadi
Alhurriyah Vol 3, No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (642.472 KB) | DOI: 10.30983/alhurriyah.v3i1.555

Abstract

Adanya pengalihan talak raj’i menjadi talak bain pada permohonan cerai yang dilakukan di Pengadilan Agama Tanjung Pati di Kabupaten Limapuluh Kota yang mana pengajuan cerai dilakukan oleh pihak laki-laki. Namun Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut mengabulkan permohonan Pemohon dengan cara mengalihkan permohonan cerai talak raj’inya menjadi talak bain.Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut putusan Majelis Hakim tentang Pengalihan Talak Raj’i Menjadi Talak Bain.Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota di Tanjung Pati dalam memutuskan perkara Nomor : 0067/Pdt.G/2016/PA.LK tentang pengalihan talak raj’i menjadi talak bain adalah tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan secara formilnya. Hakim melakukan penemuan hukum baru dengan cara ijtihad. Dalam mengambil keputusan, hakim menerapkan contra legem, yaitu putusan pengadilan yang mengesampingkan, tidak menggunakan undang-undang sebagai dasar pertimbangan atau bahkan bertentangan dengan pasal undang-undang sepanjang pasal undang-undang tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan dan rasa keadilan. Penjabaran ketentuan ini merupakan pelaksanaan nilai hukum progresif yang mengehendaki hukum yang berkeadilan yang tidak hanya terpaku pada legalistik hukum, karena dalam realitanya undang-undang itu bersifat statis kaku, sedangkan masyarakat itu sendiri bersifat dinamis, berkembang setiap waktu. Tindakan hakim ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 yang pada pokoknya menyatakan bahwa hakim wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
TOKOH FALAK MINANGKABAU (STUDI PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK DAN TAHIR JALALUDDIN) Hendri Hendri; Fajrul Wadi; Saiful Amin; Andriyaldi Andriyaldi; Fahmil Samiran
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 3, No 1 (2019): Januari-Juni 2019
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (5401.978 KB) | DOI: 10.30983/it.v3i1.1157

Abstract

This paper talks about the contribution of the Minangkabau Falak figures about dawn in Indonesia. At this time of dawn in Indonesia which is used as a reference or guideline of the Ministry of Religion that is the result of the thoughts and ijtihad of the previous scholars who are still in use today for the height and position of the sun at the time of the dawn of Sadiq -200. The clerics and celestial figures who be ijtihad about dawn with the -200 position came from Minangkabau namely Saadoeddin Djambek which is famous for the books of prayer and fasting in the polar regions. Saadoeddin djambek set -200 by quoting the opinion of his teacher, Sheikh Muhammad Tahir Jalaluddin al-Minangkabawi about determining the prayer time in Pati Kiraan and Nukhbah at-Taqrîrât fîHisâb al-Auqât was Samt al-Qiblah bi al-Lughâritmât. Determination of the height of the sun at the -200 position is based on geographical observations and considerations due to the factor of Indonesia that is close to the equator and influenced by astronomical data used, solar height and its correction as well as the determination of latitude and longitude.
Pemberian Sanksi Pidana Terhadap Penolakan Vaksinasi Covid-19 Perspektif Maqashid Asy-Syari’ah Ismail Ismail; Busyro Busyro; Nofiardi Nofiardi; Fajrul Wadi; Hamdani Hamdani
Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Vol 10, No 01 (2022): Al-Mashlahah: Jurnal Hukum Islam dan Pranata Sosial Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30868/am.v10i01.2263

Abstract

Covid-19 telah menghebohkan dunia, virus yang pertama muncul di Wuhan Cina tahun 2019 ini telah meluluhlantakkan tatanan kehidupan, baik itu di bidang ekonomi, bisnis, hukum, politik, keamanan, sosial kemasyarakatan, dan keagamaan ikut terkena imbasnya. Hal ini disebabkan karena virus ini mudah menular dan mematikan. Untuk mengatasi permasalahan ini pemerintah menggerakkan program vaksinasi Covid-19 secara serius antara lain dengan menggratiskan biaya vaksinasi ini. Namun demikian, masih banyak masyarakat yang tidak mau mengikuti program ini, dengan beragam alasan. Sehingga, pemerintah kemudian memberlakukan sanksi pidana bagi penolaknya. Pemberian sanksi ini rupanya melahirkan pro dan kontra pula di tengah-tengah masyarakat tak terkecuali kalangan ahli hukum, ulama, dan penggiat HAM. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan pemberian sanksi pidana terhadap penolakan vaksinasi Covid-19 dan tingkat hukuman pidana yang diberikan menurut perspektif maqashid asy-syarih. Penelitian ini merupakan penelitian normatif analisis yang berbentuk library research. Metode yang digunakan adalah metode analisa isi (content analysis) dengan teknik deskriptif dan komparatif. Hasil penelitian mengungkap bahwa pemberian sanksi pindana terhadap penolakan vaksinasi Covid-19 sesuai dengan maqashid asy-syariah terutama dalam hal pemeliharaan jiwa. Sedangkan tingkat sanksi pidana yang diberikan tergolong kepada pidana ta’zir yang berat ringannya hukuman diteantukan oleh penguasa. 
TOKOH FALAK MINANGKABAU (STUDI PEMIKIRAN SAADOEDDIN DJAMBEK DAN TAHIR JALALUDDIN) Hendri Hendri; Fajrul Wadi; Saiful Amin; Andriyaldi Andriyaldi; Fahmil Samiran
Islam Transformatif : Journal of Islamic Studies Vol 3, No 1 (2019): Januari-Juni 2019
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (670.415 KB) | DOI: 10.30983/it.v3i1.1157

Abstract

This paper talks about the contribution of the Minangkabau Falak figures about dawn in Indonesia. At this time of dawn in Indonesia which is used as a reference or guideline of the Ministry of Religion that is the result of the thoughts and ijtihad of the previous scholars who are still in use today for the height and position of the sun at the time of the dawn of Sadiq -200. The clerics and celestial figures who be ijtihad about dawn with the -200 position came from Minangkabau namely Saadoeddin Djambek which is famous for the books of prayer and fasting in the polar regions. Saadoeddin djambek set -200 by quoting the opinion of his teacher, Sheikh Muhammad Tahir Jalaluddin al-Minangkabawi about determining the prayer time in Pati Kiraan and Nukhbah at-Taqrîrât fîHisâb al-Auqât was Samt al-Qiblah bi al-Lughâritmât. Determination of the height of the sun at the -200 position is based on geographical observations and considerations due to the factor of Indonesia that is close to the equator and influenced by astronomical data used, solar height and its correction as well as the determination of latitude and longitude.
ANALISIS PUTUSAN DALAM PENGALIHAN TALAK RAJ’I MENJADI TALAK BAIN PERKARA NO.0067/PDT.G/2016/PA.LK. (Studi Kasus di Pengadilan Agama Kab. Limapuluh Kota) Nurul Fadhilah; Fajrul Wadi
Alhurriyah Vol 3, No 1 (2018): Januari-Juni 2018
Publisher : Universitas Islam Negeri Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (642.616 KB) | DOI: 10.30983/alhurriyah.v3i1.555

Abstract

Adanya pengalihan talak raj’i menjadi talak bain pada permohonan cerai yang dilakukan di Pengadilan Agama Tanjung Pati di Kabupaten Limapuluh Kota yang mana pengajuan cerai dilakukan oleh pihak laki-laki. Namun Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut mengabulkan permohonan Pemohon dengan cara mengalihkan permohonan cerai talak raj’inya menjadi talak bain.Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut putusan Majelis Hakim tentang Pengalihan Talak Raj’i Menjadi Talak Bain.Pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Limapuluh Kota di Tanjung Pati dalam memutuskan perkara Nomor : 0067/Pdt.G/2016/PA.LK tentang pengalihan talak raj’i menjadi talak bain adalah tidak sesuai dengan aturan perundang-undangan secara formilnya. Hakim melakukan penemuan hukum baru dengan cara ijtihad. Dalam mengambil keputusan, hakim menerapkan contra legem, yaitu putusan pengadilan yang mengesampingkan, tidak menggunakan undang-undang sebagai dasar pertimbangan atau bahkan bertentangan dengan pasal undang-undang sepanjang pasal undang-undang tersebut tidak lagi sesuai dengan perkembangan dan rasa keadilan. Penjabaran ketentuan ini merupakan pelaksanaan nilai hukum progresif yang mengehendaki hukum yang berkeadilan yang tidak hanya terpaku pada legalistik hukum, karena dalam realitanya undang-undang itu bersifat statis kaku, sedangkan masyarakat itu sendiri bersifat dinamis, berkembang setiap waktu. Tindakan hakim ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 yang pada pokoknya menyatakan bahwa hakim wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.