Ibing berasal dari kata Ngibing, mengandung pengertian tari atau menari, sedangkan kalangenan merupakan kebiasaan (habit) yang dilakukan masyarakat sifatnya untuk kesenangan atau hiburan. Tayub Balandongan sebagai ibing kalangenan merupakan kebiasaan ngibing dengan ronggeng yang dilakukan dalam peristiwa Tayuban. Kata balandongan merupakan arena pertunjukan tayuban yang letaknya di luar gedung (out door) atau dapat juga diartikan bahwa Balandongan ini merupakan sebuah panggung yang terbuat dari bambu. Kaparigelan menari dalam tayuban merupakan hal yang wajib dikuasai oleh para penayub karena mempunyai prestise tersendiri, sebagai cerminan kewibawaan serta kharismatik seorang pengibing. Untuk membedah permasalahan Tayub Balandongan di Situraja-Sumedang maka penulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan teori estetika instrumental. Keberadaan Tayub Balandongan ini menjadi cerminan bahwa Ibing Tayub Balandongan merupakan bentuk kesenian rakyat yang istimewa dikarenakan dari dua jenis tari kalangenan/pergaulan (rakyat dan menak) dapat menyatu dalam satu sajian yaitu Tayub Balandongan. Dari sisi lain berdampak pula pada pandangan masyarakat yang di masa lalu terdapat tingkatan derajat yang diklasifikasikan berdasarkan sistem status lapisan sosial masyarakat. Namun pada saat ini pandangan tingkatan sosial itu menjadi hilang dan menjadikan Tayub Balandongan sebuah sarana hiburan dan media silaturahmi masyarakat dari berbagai kalangan. Kata Kunci: Ibing Tayub Balandongan, Kalangenan, Tari Rakyat, Tari Menak. ABSTRACT THE AESTHETICS OF IBING TAYUB BALANDONGAN IN SITURAJA-SUMEDANG, DECEMBER 2024. Ibing comes from the word Ngibing, which means dance or dancing, while kalangenan is a habit which is done by the society for fun or entertainment. Tayub Balandongan as ibing kalangenan is the habit of ngibing with ronggeng which is carried out during the Tayuban event. The word Balandongan is a tayuban performance arena which is located outside the building (out door) or it can also be interpreted that Balandongan is a stage made of bamboo. The skill of dancing in tayuban is something that must be mastered by the dancers because it has its own prestige, as a reflection of the authority and charisma of a singer. To reveal the problems of Tayub Balandongan in Situraja-Sumedang, this writing uses a qualitative research method with an instrumental aesthetic theory approach. The existence of Tayub Balandongan is a reflection that Ibing Tayub Balandongan is a special form of folk art since the two types of Kalangenan/social dance (folk and noble) could be combined in one performance, namely Tayub Balandongan. Besides, it also has an impact on society's views, where in the past there were degrees which were classified based on the social status system of society. However, at this time this view of social levels has disappeared and made Tayub Balandongan a means of entertainment and a medium for gathering people from various circles. Keywords: Ibing Tayub Balandongan, Kalangenan, Folk Dance, Menak Dance