Claim Missing Document
Check
Articles

Found 7 Documents
Search

Potensi Anestetik Sediaan jadi Kombinasi Ketamin Hidroklorida, Atropin Sulfat, dan Xylazin Hidroklorida pada Kucing Jantan Lokal Aprilianti, Yogi; Rahmianti, Dwi Utari; Setyowati, Endang Yuni; Dahlan, Anisah
Indonesia Medicus Veterinus Vol 9 (3) 2020
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19087/imv.2020.9.3.475

Abstract

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kini telah tersedia banyak produk obat-obatan untuk anestesi, sehingga terdapat banyak pilihan penggunaan anestetik pada proses operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek anestestik sediaan jadi, berupa kombinasi ketamin hidroklorida, atropin sulfat, dan xylazin hidroklorida terhadap parameter fisiologis kucing jantan lokal berambut pendek. Pengamatan terhadap efek fisiologis dilakukan pada lima ekor kucing jantan lokal berambut pendek di Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor. Pemberian sediaan anestesi jadi berupa kombinasi ketamin hidroklorida, atropin sulfat, dan xylazin hidroklorida pada kucing jantan lokal berambut pendek dengan dosis 0,1 mL/kgBB menghasilkan waktu induksi rata-rata 5,2 ± 1,6 menit, durasi anestesi yang dihasilkan 53,0 ± 2,5 menit. Rata-rata degup jantung yang diakibatkan oleh pembiusan ini adalah 99,0 ± 63,2 degup per menit, hasil respirasi rata-rata 36,9 ± 1,4 per menit. Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa waktu induksi dan durasi anestesi dari sediaan jadi, berupa kombinasi ketamin hidroklorida, atropin sulfat, dan xylazin hidroklorida lebih singkat daripada sediaan anestesi dengan premedikasi.
Evaluasi In Vitro Penggunaan Daun Teh dalam Ransum Domba Lokal (In vitro evaluation of Adding Tea Leaves into A Diet of Local Sheep) Diky Ramdani; Husmy Yurmiati; Endang Yuni Setyowati
Jurnal Ilmu Ternak Vol 16, No 2 (2016)
Publisher : Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (208.31 KB) | DOI: 10.24198/jit.v16i2.11571

Abstract

adalah kecernaan bahan kering (BKcBK), kecernaan bahan organik (KcBO), produksi ammonia(N-NH3), dan total volatile fatty acids (tVFA). KcBK, N-NH3, dan tVFA tertinggi diperoleh dari ransum T2, T4, dan T6 secara berurutan. Pemberian T2 dan T3 meningkatkan KcBK dan N- NH3.Tetapi pemberian T2 tidak berpengaruh nyata terhadap tVFA, sedangan pemberian T3 dapat menurunkan tVFA.Pemberian T5 meningkatkan N-NH3 dan tVFA tetapi menurunkan KcBK. Sedangkan pemberian T6 tidak berpengaruh nyata terhadap KcBK tetapi menurunkan N -NH3  dan meningkatkan tVFA.Kata kunci: in vitro, daun teh, ransum, dan domba lokal
Nilai Nutrisi Ransum Lengkap Mengandung Berbagai Taraf Hay Pucuk Tebu (Saccharum officinarum) Pada Domba Jantan Yang Digemukkan (Nutritional Value of Complete Feed With Top Cane (Saccharum officinarum) Hay in Different Level at Drylot Fattening of Sheep) t T. Dhalika; Endang Yuni Setyowati; Siti Nurachma; Yuli Astuti Hidayati
Jurnal Ilmu Ternak Vol 10, No 2 (2010)
Publisher : Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jit.v10i2.423

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui nilai nutrisi ransum lengkap yang mengandung berbagai taraf hay pucuk tebu pada domba jantan yang digemukan. Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Lengkap, perlakuan yang diuji adalah taraf penggunaan hay daun pucuk tebu dalam ransum lengkap, yaitu R1 (rumput lapangan), R2 (20 % hay pucuk tebu + 80 % konsentrat), R3 (25 % hay pucuk tebu + 75 % konsentrat), R4 (30 % hay pucuk tebu + 70 % konsentrat) yang diberikan sebagai ransum lengkap, tiap perlakuan diulang 5 kali. Peubah yang diukur dalam percobaan ini adalah nilai nutrisi ransum lengkap meliputi jumlah konsumsi protein, serat kasar , BETN, kalsium, pospor dan imbangan efisiensi penggunaan protein. Hasil penelitian menunjukan bahwa taraf penggunaan daun pucuk tebu sampai 30 % dalam ransum lengkap dapat meningkatkan jumlah konsumsi protein, BETN, kalsium dan pospor, tetapi menurunkan jumlah konsumsi serat kasar sedangkan taraf penggunaan daun pucuk tebu sampai 30 % dalam ransum lengkap tidak memberikan pengaruh terhadap efisiensi penggunaan protein pada domba jantan yang digemukkan. Kata kunci : Pucuk tebu, penggemukan, domba
Sebaran Gen, Keseimbangan Populasi dan Ukuran Populasi Efektif Sapi Pasundan Pasca Migrasi di Majalengka (The Gene Distribution, Equilibrium Low, and Effective Population Size post Migration of Sapi Pasundan at Malajengka Regency) Johar Arifin; Sri Bandiati Komar; Endang Yuni Setyowati; Unang Yunasaf; Asep Anang; Heni Indrijani; Sulasmi -
Jurnal Ilmu Ternak Vol 15, No 2 (2015)
Publisher : Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jit.v15i2.9518

Abstract

Basis populasi Sapi Pasundan di Kabupaten Majalengka hanya di Kecamatan Kertajatidan menyebar di sepuluh desa, namunsejak tahun 2014 mengalami degradasi daya dukung lahan akibat alih fungsi lahan hutan. Penurunan daya dukung ini mengakibatkan migrasi ternak ke luar wilayah. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan frekuensi gen, nilai keseimbangan populasi dan Effective Population Size (EPS) pada Sapi Pasundan di Kabupaten Majalengka, sejak September sampai November 2015. Metode penelitian menggunakan metode deskriptif, pemilihan sampel ternak menggunakan stratified random sampling,dan pengukuran sebaran genotip menggunakan pola protein albumin darah. Struktur populasi diukur berdasarkan basis  populasi pada wilayah yang menjadi  daya dukungnya. Hasil  penelitian menunjukkan bahwa penurunan daya dukung wilayah di Kecamatan Kertajati disebabkan oleh alih fungsi lahan   menjadi Bandara Internasional dan Perubahan pola tanaman hutan dari Jati menjadi tanaman Karet. Hal   ini menyebabkan migrasi ternak ke wilayah lain ke Sumedang dan Indramayu.
Malaria and Related Haemosporidian Parasites of Wildlife in Southeast Asia: A Risk for Global Health Khairani, Shafia; Setyowati, Endang Yuni; Krissanti, Ita
Jurnal Medik Veteriner Vol. 8 No. 1 (2025): April
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jmv.vol8.iss1.2025.199-222

Abstract

Malaria and related haemosporidian parasites are widespread diseases that can inflict severe harm on both humans and animals. These parasites are protozoans classified within the order Haemosporidia, which encompasses four families: Garniidae, Haemoproteidae, Leucocytozoidae, and Plasmodiidae. The majority of species belong to three primary genera—Haemoproteus, Leucocytozoon, and Plasmodium—which have the capacity to infect a diverse array of animal species, including birds, reptiles, snakes, and mammals. Diagnostic techniques, such as light microscopy and molecular methods like polymerase chain reaction (PCR), have been extensively developed to identify these infections. Despite these advancements, research on the prevalence of malaria in wildlife across Southeast Asia remains sparse. This review article examines the significance of malaria and related haemosporidian parasites in wildlife within Southeast Asia and their potential implications for global human health. A total of 285 articles were reviewed, with 42 qualitative studies being included in this analysis. The majority of these studies were conducted in Malaysia, Indonesia, Thailand, the Philippines, Singapore, Myanmar, Laos, and Cambodia. Among the reviewed studies, 27 out of 42 (64.28%) focused on non-human primates, while 15 out of 42 (35.71%) addressed other wildlife such as birds and bats. Macaca fascicularis (long-tailed macaque) was the primary subject in 18 studies (66.66%), followed by M. nemestrina, Pongo pygmaeus, and various other macaque species and gibbons. In contrast, studies involving other wildlife, including birds and bats, exhibited considerable variability in species and sample sizes, ranging from a minimum of 4 individuals to a maximum of 400 individuals. Molecular diagnostics are predominantly used for non-human primates and other wildlife, as opposed to conventional methods like blood smears. Zoonotic malaria has emerged as a significant concern due to factors such as deforestation, agricultural expansion, and forest fragmentation, which increase human-wildlife interactions and facilitate mosquito breeding, thereby heightening the risk of Plasmodium knowlesi malaria. In summary, malaria and related haemosporidian parasites represent a substantial public health threat in Southeast Asia.
Pengaruh Pemberian Feed Additive Terhadap Jumlah Erirosit, Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematokrit Pedet Jantan di KSPTP Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Nurfitriani, Gisela; Setyowati, Endang Yuni; Mayasari, Novi
Jurnal Sain Veteriner Vol 42, No 2 (2024): Agustus
Publisher : Faculty of Veterinary Medicine, Universitas Gadjah Mada bekerjasama dengan PB PDHI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jsv.93931

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian feed additive terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit pedet peranakan Friesian Holstein (PFH). Penelitian ini menggunakan pedet PFH jantan sebanyak 16 ekor dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan umur yaitu 4 minggu (n=8 ekor) dan 12 minggu (n=8 ekor). Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok. Masing – masing kelompok umur diberi 4 perlakuan berbagai dosis pemberian feed additive, sehingga terdapat 8 kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 2 ekor pedet. Dosis perlakuan pemberian feed additive adalah sebagai berikut: 0 ml (kontrol atau P0); 0,5 ml (P1); 1 ml (P2); dan 1,5 ml (P3). Pengambilan sampel darah dilakukan sebanyak tiga kali (sebelum, 30 hari dan 60 hari) selama dua bulan pemeriharaan. Data dianalisis statistik menggunakan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian berbagai       dosis feed additive tidak berbeda nyata terhadap jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematokrit (P> 0,05) pada pedet. Namun, kelompok umur berpengaruh nyata terhadap rataan jumlah eritrosit dan kadar hemoglobin (P<0,05). Pemberian 1,5 ml feed addirive mampu meningkatkan profil hematologi dalam kisaran normal.
Studi Kasus: Pendekatan Klinis dan Evaluasi Terapi dalam Penanganan Hematuria pada Sapi Perah di Kecamatan Cigedug, Kabupaten Garut: Case Study: Clinical Approach and Therapy Evaluation in Handling Hematuria in Dairy Cows in Cigedug District, Garut Regency Yusuf, Muchamad Ramadhan Ardhi; Hidayat, Yusep Saeful; Septiyani, Septiyani; Setyowati, Endang Yuni; Satrio, Faisal Amri
Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Vol 28 No 2 (2025): November 2025
Publisher : Fakultas Peternakan Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/jiiip.v28i2.42760

Abstract

Background: The occurrence of various diseases in dairy cattle farms is the cause of low milk production in Indonesia. Hematuria or blood in the urine due to infectious and non-infectious diseases in dairy cattle is one of the causative factors. Objective: This case study aims to analyze the clinical approach in the diagnosis of hematuria in dairy cattle and evaluate the effectiveness of the therapy applied based on a case study in Cigedug District, Garut Regency. Method: This case study was conducted through anamnesis to obtain information, signals to identify the basic characteristics of dairy cattle, physical examination, and determination of diagnosis and prognosis, which were then followed by therapeutic management based on diagnostic findings. Results: A one-year-old female Friesian Holstein crossbreed dairy cow that had hematuria since one week before this examination appeared less active, had poor appetite, was trembling, had pale mucosa, a heart rate of 128 times per minute, a respiratory rate of 40 times per minute, and a temperature of 41.6 ºC. There was a hard tick infestation on the body and cage. After being injected with Tryponil® (diminazene aceturate and phenazone) via the intramuscular route, the cow's body temperature improved from 41.6 °C to 39.7 °C and hematuria was no longer visible 3 days after injection. Conclusion: A clinical approach that includes anamnesis, signaling, physical examination, and therapeutic management is effective in diagnosing and treating hematuria in dairy cows, as in the case study, where intramuscular administration of Tryponil® eliminated clinical symptoms and improved clinical condition within three days.