Eko Herwanto
Unknown Affiliation

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PULAU MAYA DAN HUBUNGANNYA DENGAN ‘SEGITIGA EMAS’ SUMATERA-JAWA-KALIMANTAN PADA MASA KLASIK Eko Herwanto
Naditira Widya Vol 4 No 1 (2010): April 2010
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v4i1.134

Abstract

The dynamic of social politic, economy, and culture in the ‘golden triangle’ between Sumatera, Java and Kalimantan was marked by the birth of Sriwijaya, Tarumanegara, and other old kingdoms during the Indonesian Classical period. The development of Hindu-Buddhist civilization had influenced other surrounding island including groups of islands in the Karimata Strait. One of the islands which are assumed to have had great cultural impact from Sumatera, Java and Kalimantan is Maya Island. The latest research carried out in Maya Island indicated traces of Hindu-Buddhist influence in form of statues and stupa relief. Based on such evidence, it can be inferred that Maya Island played an important role in the ‘golden triangle’, which act as ‘cultural bridge’ and ‘trading transit’ for Sumatera, Java, and Kalimantan. This article discusses the role of Maya Island in the Indonesian Classical agenda.
Jejak Okupasi Manusia Prasejarah di Situs Gua Batu Baras, Kalimantan Selatan Fajari, Nia; Alifah; Wasita; Ulce Oktrivia; Eko Herwanto; Fatom Ahmad; Muhammad Lanang Adiyatma; Thomas Suryono; Reynaldi Saputra
PURBAWIDYA Vol. 13 No. 2 (2024): Vol. 13 (2) November 2024
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/purbawidya.2024.6016

Abstract

Batu Baras Cave, located in Bangkalan Dayak Village, is an archaeological site in the limestone hill area of ​​Kotabaru Regency, South Kalimantan. Kalimantan prehistoric times have not been established as well as in Java. Recent publications reveal human occupation in the Preneolithic-Paleometallic period in the Kotabaru karst, including in Batu Cave, Cililin Cave 1, Jauharlin Cave 1, and Batu Baras Cave. This article describes the variability of archaeological findings to reveal that human occupation occurred in Batu Baras Cave. Morphological and stylistic analysis aims to illustrate the variety of archaeological data found. We used several approaches to compile the interpretation, including zooarchaeology, paleoanthropology, and spatial. Our result reveals that human occupation in Batu Baras Cave occurred in the early Prenolithic-Neolithic period in 12,402-4,230 calBP. Batu Baras Cave became a dwelling and burial site for the Australomelanesid population in the Preneolithic. The Austronesians inhabited Batu Baras Cave in the Neolithic.  
BATU PUN: ARKEOLOGI DAN MITOS DAYAK LUNDAYEH DI LEMBAH KURID DI KRAYAN, NUNUKAN Ulce Oktrivia; Imam Hindarto; Rochtri Agung Bawono; Eko Herwanto
Naditira Widya Vol. 17 No. 2 (2023): Naditira Widya Volume 17 Nomor 2 Oktober Tahun 2023
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tradisi megalitik di kawasan Krayan telah berkembang seiring dengan perubahan zaman. Salah satunya adalah Batu Pun yang berada di lembah Kurid, di Nunukan. Tampaknya masyarakat Lundayeh yang bermukim di lembah Kurid belum memahami sepenuhnya arti keberadaan situs megalitik. Menurut mereka situs Batu Pun sudah ada jauh sebelum mereka memasuki kawasan ini. Pengetahuan umum yang diwariskan secara turun-menurun adalah mitos bahwa Batu Pun merupakan batu-batu megalitik yang terbentuk akibat mesab atau kutukan. Novelty dari penelitian ini adalah belum adanya kajian mitos yang berkaitan dengan tinggalan megalitik. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah memahami tinggalan megalitik di lembah Kurid dalam perspektif arkeologi dan mitologi. Pengumpulan data dilakukan dengan pembukaan test pit, kajian pustaka, dan studi etnografi dengan wawancara mendalam secara partisipatoris tentang Batu Pun. Analisis dilakukan dengan cara komparasi dengan temuan serupa di kawasan yang sama untuk memahami konteks budaya yang terkait dengan Batu Pun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Batu Pun merupakan salah satu tinggalan budaya megalitik perupun berupa struktur batu yang membukit dengan beberapa menhir di bagian atasnya. Pada konteks arkeologis dan etnohistoris, perupun difungsikan sebagai media kubur, dan tidak berkorelasi dengan mitos masyarakat Lundayeh tentang mesab ”menjadi batu.” Hal tersebut membuktikan bahwa rentang waktu yang memisahkan antara masa pembangunan Batu Pun dengan masa kehidupan msyarakat Lundayeh yang hidup sekarang di Lembah Kurid telah mempengaruhi pemaknaan Batu Pun. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan gagasan tentang khazanah identitas budaya di kawasan perbatasan, serta menjadi salah satu bahan rujukan awal untuk kepurbakalaan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Utara. The Lundayeh people believe that the megalithic of Batu Pun in the Kurid Valley was formed due to a mesab or a curse.. The novelty of this research is that no study of myths related to the megalithic of Batu Pun has been carried out. Based on this, the present research aims to understand the megalithic remains in the Kurid Valley from an archaeological and mythological perspective. Data collection was carried out by excavating a test pit, literature reviews, and an ethnographic study with participatory in-depth interviews about Batu Pun. The analysis was carried out by comparing similar findings in the area to understand the cultural context of Batu Pun. Research results show that Batu Pun is a perupun or grave that is formed as a mound-structure of stone with several menhirs on top. In archaeological and ethnohistorical contexts, the perupun does not correlate with the Lundayeh people's myth about mesab of petrification. This proves that the time that separates the construction period of Batu Pun and the present-day Lundayeh people who live in the Kurid Valley has influenced the transformation of the meaning of Batu Pun.
KERANGKA MANUSIA DARI SITUS GUA JAUHARLIN 1, KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN Delta Bayu Murti; Nia Marniati Etie Fajari; Ulce Oktrivia; Eko Herwanto; Gregorius Dwi Kuswanta; Muhammad Wishnu Wibisono; Toetik Koesbardiati
Naditira Widya Vol. 14 No. 2 (2020): Naditira Widya Volume 14 Nomor 2 Oktober Tahun 2022
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian di situs Gua Jauharlin 1 telah dilakukan selama dua tahun, pada 2018 dan 2019. Pada tahun kedua diperoleh temuan kerangka manusia. Kondisinya hampir lengkap, tanpa bagian kaki, dan diberi kode GJL 1.1. Akan tetapi, di dekat cranium GJL 1.1, ditemukan sepasang tulang kaki manusia yang diduga milik individu GJL 1.1. Tujuan penelitian ini adalah menentukan identitas rangka GJL 1.1 berkaitan dengan data individu dan analisis konteks kuburnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis makroskopis untuk data individu GJL 1.1, serta pendekatan arkeotanatologi untuk analisis konteks kuburnya. Analisis makroskopis menghasilkan informasi profil biologis GJL 1.11, yang mengindikasikan individu berjenis kelamin laki-laki, umur 26,9-42,5 tahun, tinggi badan 155,1–165 cm, dan memiliki afiliasi dengan populasi Asia. Aktivitas mengunyah sirih pinang terindikasi berdasarkan fitur warna kuning kecokelatan pada permukaan labial dan buccal gigi individu GJL 1.1. Hasil analisis arkeotanatologi menunjukkan arsitektur kubur peletakan-penimbunan mayat GJL 1.1, serta tipe kubur yang bersifat primer. Hasil uji short tandem repeat combined deoxyribonucleic acid index system (STR CODIS) dengan menggunakan sampel dari sepasang tulang kaki dan rangka GJL 1.1, menunjukkan bahwa keduanya adalah individu yang berbeda.The two-season researches in Gua Jauharlin 1 site were carried out in 2018 and 2019. A human skeleton, sans its lower limbs, was discovered during the second season of excavation and coded GJL 1.1. However, a pair of human leg bones were found close to the cranium of GJL 1.1, which was suggested to belong to the individual of GJL 1.1. The research objective was to determine the identity of the GJL 1.1 in association with its individual attribute and the analysis of its burial context. This study uses a macroscopic analysis method to obtain individual data of GJL 1.1, as well as an archeothanatology approach to analyse the burial context. The macroscopic analysis yielded information on the biological profile of GJL 1.11 suggesting the individual is male, aged 26.9-42.5 years, height 155.1-165 cm, and has an affiliation with the Asian population. The brownish-yellow stain on the labial and buccal surface of human teeth of GJL 1.1 indicate betel nut chewing. The result of archeothanatological analysis suggests the architecture of the burial of GJL 1.1 with regard to laying-covering corpses and a primary burial. The results of the short tandem repeat combined deoxyribonucleic acid index system (STR CODIS) test, using samples from a pair of leg bones and the GJL 1.1 skeleton, indicate that the two came from different individuals.
SITUS PULAU SIRANG: DATA BARU JEJAK PALEOLITIK DI KALIMANTAN Nia Marniati Etie Fajari; Jatmiko; Imam Hindarto; Eko Herwanto; Yuka Nurtanti Cahyaningtyas; Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol. 12 No. 1 (2018): Naditira Widya Volume 12 Nomor 1 April Tahun 2018
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jejak budaya paleolitik di Kalimantan ditemukan di lembah Sungai Riam Kanan, yaitu di situs Awang Bangkal danRantau Balai. Data arkeologi yang ditemukan di situs-situs tersebut berupa kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, kerakal dipangkas, dan fragmen serpih. Debit air waduk Riam Kanan yang akhir-akhir ini mengalami penurunan secara signifikan memunculkan situs yang semula tenggelam, yang disebut Pulau Sirang. Fenomena ini memunculkan pertanyaanpertanyaanyang berkaitan dengan bentuk, sebaran, dan kronologi data arkeologi. Penelitian ini merupakan penelitian penyelamatan yang bertujuan untuk mengumpulkan, dan mendokumentasikan data arkeologi sebanyak mungkin denganrangkaian metode penelitian survei, ekskavasi, dan analisis. Kami laporkan hasil survei dan ekskavasi di Pulau Sirangberupa (dalam terminologi Movius) kapak perimbas, kapak penetak, proto pahat genggam, kapak genggam, serpih, serut,bilah, lancipan, fragmen serpih, perkutor, batu inti, dan tatal. Sebaran artefak batu tersebut terkonsentrasi di permukaan Pulau Sirang utama, dan beberapa ditemukan di pulau-pulau lain di sekitarnya. Palaeolithic sites in Kalimantan are located in the Riam Kanan Valley at the Awang Bangkal and Rantau Balai sites. Lithics include pebble tools, hand-axes, flakes and debitage. Power plant construction has recently lowered the level of the Riam Kanan reservoir, revealing a formerly submerged site with surface lithics called Pulau Sirang. This phenomenonraises questions on the morphology of lithics, and their distribution and chronology. The present investigation is a rescueresearch which aims to collect and record as many archaeological data as possible by a sequence of method comprisingsurvey, excavation, and analysis. We report on archaeological survey and excavation at Pulau Sirang, a site which hasyielded (in Movius terminology) a range of choppers, chopping tools, proto-hand-adzes, hand-axes, flakes, scrapers,blades, points, flake shatter, awls, cores, and debitage. The distribution of these lithics is concentrated on the surface of themain Pulau Sirang, and some are also found on other small emergent islands around it.