Ulce Oktrivia
Unknown Affiliation

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Tata Ruang Kota Kolonial Di Sanga Sanga Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol 4 No 1 (2010): April 2010
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v4i1.131

Abstract

Sanga sanga is a city-characteristic settlement which was established due to the triumph of new sociological-cultural system over the traditional one. The growth of Sanga Sanga very much related to oil mining activity in this area. Industry emerged accompanied with the huge demand on manpower, which was recruited locally or else where. Manpower from outside Kalimantan was either brought by the Dutch or came by one’s own free will in search for available employment in oil exploitation. This circumstance created a variety of ethnicity and thus made Sanga Sanga a multicultural city. Nevertheless, there was a tendency for certain ethnics to claim the need to spatially preserve their cultural identity. Such need was expressed by the development of kampong named after each ethnicity i.e. Kampong Jawa, Kampong Bugis, Kampong Bali, Kampong Pecinan, Kampong Arab, etc. There was also an exclusive settlement for the Dutch. This article discusses the spatial setting of the colonial city of Sanga Sanga based on the ethnic groups once existed then.
REKONSTRUKSI BENTUK DAN FUNGSI STRUKTUR SUMUR PUTARAN PADA TAMBANG BATUBARA ORANJE NASSAU PENGARON Nugroho Nur Susanto; Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol 10 No 2 (2016): Naditira Widya Vol. 10 No. 2 Oktober 2016
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3740.394 KB) | DOI: 10.24832/nw.v10i2.139

Abstract

. Sumur putaran adalah sebutan masyarakat untuk struktur batubata yang terletak di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar. Struktur ini diduga merupakan sebuah bangunan yang tersisa dari tambang batubara Oranje Nassau Pengaron. Penelitian yang telah dilakukan di lokasi ini belum dapat menjawab secara pasti bentuk asli dan fungsi dari struktur ini pada masa lalu. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan fungsi struktur sumur putaran. Tambang batubara pada umumnya memiliki beberapa bangunan utama yaitu sebuah kantor, rumah sakit, dapur, rumah pekerja. Selain itu, untuk tambang bawah tanah, pada umumnya juga dilengkapi dengan kipas  berukuran besar yang berfungsi untuk mengatur sirkulasi oksigen untuk pernapasan bagi pekerja dan mengurangi efek berbahaya akibat ledakan. Pemahaman sejarah batubara Oranje Nassau, sangat penting dan strategis. Hal ini tidak saja terkait dengan teknologi yang diterapkan, namun menyangkut juga pada hegemoni dan keberlangsungan Kesultanan Banjar. Tulisan ini menggunakan metode diskriptif-komparatif. Data di lapangan akan dibandingkan dengan hasil penelusuran pustaka berupa arsip, foto, dan gambar. Penerapan metode ini menghasilkan asumsi bahwa terdapat  beberapa fungsi bangunan yang ada di struktur sumur putaran. Fungsi yang pertama adalah sebagai kantor administratf tambang, sedangkan fungsi yang kedua adalah sebagai rumah kipas ventilasi, fungsi yang ketiga sebagai rumah mesin, dan yang terakhir sebagai Derek atau crane untuk mengangkat batubara atau manusia dari dalam tambang yang terletak di bawah tanah.
DAERAH JELAJAH MASYARAKAT PENDUKUNG GUA HUNIAN DI KECAMATAN DANDER, KABUPATEN BOJONEGORO Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol 2 No 1 (2008): Naditira Widya Vol. 2 No.1
Publisher : Balai Arkeologi Kalimantan Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24832/nw.v2i1.156

Abstract

Site catchment analysis in archaeology stresses on the examination of the relationship between human and its natural environment. This analysis performed based on the assumption that the benefiting of natural resource surrounds a settlement shows different distance from one to the other and that sites location will be in minimum distance to the resource. This article discuss a site catchment analysis employed to identify sites range and location of natural resource commonly exploited by cave dwellers in Dander, Bojonegoro.
Jejak Okupasi Manusia Prasejarah di Situs Gua Batu Baras, Kalimantan Selatan Fajari, Nia; Alifah; Wasita; Ulce Oktrivia; Eko Herwanto; Fatom Ahmad; Muhammad Lanang Adiyatma; Thomas Suryono; Reynaldi Saputra
PURBAWIDYA Vol. 13 No. 2 (2024): Vol. 13 (2) November 2024
Publisher : Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55981/purbawidya.2024.6016

Abstract

Batu Baras Cave, located in Bangkalan Dayak Village, is an archaeological site in the limestone hill area of ​​Kotabaru Regency, South Kalimantan. Kalimantan prehistoric times have not been established as well as in Java. Recent publications reveal human occupation in the Preneolithic-Paleometallic period in the Kotabaru karst, including in Batu Cave, Cililin Cave 1, Jauharlin Cave 1, and Batu Baras Cave. This article describes the variability of archaeological findings to reveal that human occupation occurred in Batu Baras Cave. Morphological and stylistic analysis aims to illustrate the variety of archaeological data found. We used several approaches to compile the interpretation, including zooarchaeology, paleoanthropology, and spatial. Our result reveals that human occupation in Batu Baras Cave occurred in the early Prenolithic-Neolithic period in 12,402-4,230 calBP. Batu Baras Cave became a dwelling and burial site for the Australomelanesid population in the Preneolithic. The Austronesians inhabited Batu Baras Cave in the Neolithic.  
BATU PUN: ARKEOLOGI DAN MITOS DAYAK LUNDAYEH DI LEMBAH KURID DI KRAYAN, NUNUKAN Ulce Oktrivia; Imam Hindarto; Rochtri Agung Bawono; Eko Herwanto
Naditira Widya Vol. 17 No. 2 (2023): Naditira Widya Volume 17 Nomor 2 Oktober Tahun 2023
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tradisi megalitik di kawasan Krayan telah berkembang seiring dengan perubahan zaman. Salah satunya adalah Batu Pun yang berada di lembah Kurid, di Nunukan. Tampaknya masyarakat Lundayeh yang bermukim di lembah Kurid belum memahami sepenuhnya arti keberadaan situs megalitik. Menurut mereka situs Batu Pun sudah ada jauh sebelum mereka memasuki kawasan ini. Pengetahuan umum yang diwariskan secara turun-menurun adalah mitos bahwa Batu Pun merupakan batu-batu megalitik yang terbentuk akibat mesab atau kutukan. Novelty dari penelitian ini adalah belum adanya kajian mitos yang berkaitan dengan tinggalan megalitik. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini adalah memahami tinggalan megalitik di lembah Kurid dalam perspektif arkeologi dan mitologi. Pengumpulan data dilakukan dengan pembukaan test pit, kajian pustaka, dan studi etnografi dengan wawancara mendalam secara partisipatoris tentang Batu Pun. Analisis dilakukan dengan cara komparasi dengan temuan serupa di kawasan yang sama untuk memahami konteks budaya yang terkait dengan Batu Pun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Batu Pun merupakan salah satu tinggalan budaya megalitik perupun berupa struktur batu yang membukit dengan beberapa menhir di bagian atasnya. Pada konteks arkeologis dan etnohistoris, perupun difungsikan sebagai media kubur, dan tidak berkorelasi dengan mitos masyarakat Lundayeh tentang mesab ”menjadi batu.” Hal tersebut membuktikan bahwa rentang waktu yang memisahkan antara masa pembangunan Batu Pun dengan masa kehidupan msyarakat Lundayeh yang hidup sekarang di Lembah Kurid telah mempengaruhi pemaknaan Batu Pun. Penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan gagasan tentang khazanah identitas budaya di kawasan perbatasan, serta menjadi salah satu bahan rujukan awal untuk kepurbakalaan di wilayah perbatasan Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Utara. The Lundayeh people believe that the megalithic of Batu Pun in the Kurid Valley was formed due to a mesab or a curse.. The novelty of this research is that no study of myths related to the megalithic of Batu Pun has been carried out. Based on this, the present research aims to understand the megalithic remains in the Kurid Valley from an archaeological and mythological perspective. Data collection was carried out by excavating a test pit, literature reviews, and an ethnographic study with participatory in-depth interviews about Batu Pun. The analysis was carried out by comparing similar findings in the area to understand the cultural context of Batu Pun. Research results show that Batu Pun is a perupun or grave that is formed as a mound-structure of stone with several menhirs on top. In archaeological and ethnohistorical contexts, the perupun does not correlate with the Lundayeh people's myth about mesab of petrification. This proves that the time that separates the construction period of Batu Pun and the present-day Lundayeh people who live in the Kurid Valley has influenced the transformation of the meaning of Batu Pun.
KERANGKA MANUSIA DARI SITUS GUA JAUHARLIN 1, KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN Delta Bayu Murti; Nia Marniati Etie Fajari; Ulce Oktrivia; Eko Herwanto; Gregorius Dwi Kuswanta; Muhammad Wishnu Wibisono; Toetik Koesbardiati
Naditira Widya Vol. 14 No. 2 (2020): Naditira Widya Volume 14 Nomor 2 Oktober Tahun 2022
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian di situs Gua Jauharlin 1 telah dilakukan selama dua tahun, pada 2018 dan 2019. Pada tahun kedua diperoleh temuan kerangka manusia. Kondisinya hampir lengkap, tanpa bagian kaki, dan diberi kode GJL 1.1. Akan tetapi, di dekat cranium GJL 1.1, ditemukan sepasang tulang kaki manusia yang diduga milik individu GJL 1.1. Tujuan penelitian ini adalah menentukan identitas rangka GJL 1.1 berkaitan dengan data individu dan analisis konteks kuburnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis makroskopis untuk data individu GJL 1.1, serta pendekatan arkeotanatologi untuk analisis konteks kuburnya. Analisis makroskopis menghasilkan informasi profil biologis GJL 1.11, yang mengindikasikan individu berjenis kelamin laki-laki, umur 26,9-42,5 tahun, tinggi badan 155,1–165 cm, dan memiliki afiliasi dengan populasi Asia. Aktivitas mengunyah sirih pinang terindikasi berdasarkan fitur warna kuning kecokelatan pada permukaan labial dan buccal gigi individu GJL 1.1. Hasil analisis arkeotanatologi menunjukkan arsitektur kubur peletakan-penimbunan mayat GJL 1.1, serta tipe kubur yang bersifat primer. Hasil uji short tandem repeat combined deoxyribonucleic acid index system (STR CODIS) dengan menggunakan sampel dari sepasang tulang kaki dan rangka GJL 1.1, menunjukkan bahwa keduanya adalah individu yang berbeda.The two-season researches in Gua Jauharlin 1 site were carried out in 2018 and 2019. A human skeleton, sans its lower limbs, was discovered during the second season of excavation and coded GJL 1.1. However, a pair of human leg bones were found close to the cranium of GJL 1.1, which was suggested to belong to the individual of GJL 1.1. The research objective was to determine the identity of the GJL 1.1 in association with its individual attribute and the analysis of its burial context. This study uses a macroscopic analysis method to obtain individual data of GJL 1.1, as well as an archeothanatology approach to analyse the burial context. The macroscopic analysis yielded information on the biological profile of GJL 1.11 suggesting the individual is male, aged 26.9-42.5 years, height 155.1-165 cm, and has an affiliation with the Asian population. The brownish-yellow stain on the labial and buccal surface of human teeth of GJL 1.1 indicate betel nut chewing. The result of archeothanatological analysis suggests the architecture of the burial of GJL 1.1 with regard to laying-covering corpses and a primary burial. The results of the short tandem repeat combined deoxyribonucleic acid index system (STR CODIS) test, using samples from a pair of leg bones and the GJL 1.1 skeleton, indicate that the two came from different individuals.
SITUS PULAU SIRANG: DATA BARU JEJAK PALEOLITIK DI KALIMANTAN Nia Marniati Etie Fajari; Jatmiko; Imam Hindarto; Eko Herwanto; Yuka Nurtanti Cahyaningtyas; Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol. 12 No. 1 (2018): Naditira Widya Volume 12 Nomor 1 April Tahun 2018
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jejak budaya paleolitik di Kalimantan ditemukan di lembah Sungai Riam Kanan, yaitu di situs Awang Bangkal danRantau Balai. Data arkeologi yang ditemukan di situs-situs tersebut berupa kapak perimbas, kapak penetak, kapak genggam, kerakal dipangkas, dan fragmen serpih. Debit air waduk Riam Kanan yang akhir-akhir ini mengalami penurunan secara signifikan memunculkan situs yang semula tenggelam, yang disebut Pulau Sirang. Fenomena ini memunculkan pertanyaanpertanyaanyang berkaitan dengan bentuk, sebaran, dan kronologi data arkeologi. Penelitian ini merupakan penelitian penyelamatan yang bertujuan untuk mengumpulkan, dan mendokumentasikan data arkeologi sebanyak mungkin denganrangkaian metode penelitian survei, ekskavasi, dan analisis. Kami laporkan hasil survei dan ekskavasi di Pulau Sirangberupa (dalam terminologi Movius) kapak perimbas, kapak penetak, proto pahat genggam, kapak genggam, serpih, serut,bilah, lancipan, fragmen serpih, perkutor, batu inti, dan tatal. Sebaran artefak batu tersebut terkonsentrasi di permukaan Pulau Sirang utama, dan beberapa ditemukan di pulau-pulau lain di sekitarnya. Palaeolithic sites in Kalimantan are located in the Riam Kanan Valley at the Awang Bangkal and Rantau Balai sites. Lithics include pebble tools, hand-axes, flakes and debitage. Power plant construction has recently lowered the level of the Riam Kanan reservoir, revealing a formerly submerged site with surface lithics called Pulau Sirang. This phenomenonraises questions on the morphology of lithics, and their distribution and chronology. The present investigation is a rescueresearch which aims to collect and record as many archaeological data as possible by a sequence of method comprisingsurvey, excavation, and analysis. We report on archaeological survey and excavation at Pulau Sirang, a site which hasyielded (in Movius terminology) a range of choppers, chopping tools, proto-hand-adzes, hand-axes, flakes, scrapers,blades, points, flake shatter, awls, cores, and debitage. The distribution of these lithics is concentrated on the surface of themain Pulau Sirang, and some are also found on other small emergent islands around it.
TEKNOLOGI, BENTUK, FUNGSI, DAN MOTIF HIAS TEMBIKAR DI ISTANA ALMUKARRAMMAH, SINTANG Ulce Oktrivia
Naditira Widya Vol. 10 No. 2 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 2 Oktober Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tembikar dapat digunakan untuk mengetahui tingkat kepandaian teknologis dan aktivitas masyarakat pada masa lalu. Guna mengetahui hal tersebut, maka perlu diketahui tingkat teknologi tembikar, bentuk, dan motif hias, serta kaitan antara fungsi tembikar dan fungsi situs pada masa lalu. Ragam tembikar ini diharapkan dapat digunakan untuk mengetahui aktifitas yang pernah terjadi di lokasi ini. Permasalahan tersebut dijawab dengan menggunakan teknik pengamatan berdasarkan variabel jejak buat, warna bagian permukaan dan inti tembikar, motif hias dan teknik hias. Selain itu, juga dilakukan penggambaran dengan teknik mirror untuk bagian tepian tembikar. Gambaran ini dapat dijadikan sebagai tambahan informasi perkembangan sejarah kebudayaan di Sintang dan sekitarnya. Tembikar Istana Almukarramah yang terdiri dari periuk, mangkuk, kendi, dan tembikar berbentuk persegi, dibentuk dengan tangan, alat, dan gabungan kedua teknik tersebut. Tidak semua bahan tanah liat dipilih dengan baik. Rata-rata tembikar dibakar pada suhu yang rendah sampai sedang, meskipun terdapat beberapa yang dibakar pada suhu tinggi. Motif hias dan teknik yang digunakan sangat bervariasi. Pada umumnya motif hias yang ditemukan berupa garis horisontal dan vertikal, namun terdapat juga motif hias berupa bulan sabit, duri ikan, dan bentuk persegi. Tembikar Istana Almukarramah digunakan sebagai peralatan sehari-hari dan alat upacara. Asumsi ini didasarkan pada fungsi lokasi Istana Almukarrammah sebelum tahun 1932. Pada masa tersebut lokasi ini dimanfaatkan sebagai pemukiman yang lingkungannya berupa semak belukar dan ditumbuhi pohon sagu. Beliung persegi tampaknya digunakan sebagai alat untuk eksploitasi sagu, sedangkan tembikar digunakan sebagai peralatan sehari-hari mereka. Fungsi tembikar sebagai alat upacara didasarkan pada banyaknya temuan tembikar di sekitar Batu Kundur. Pottery can be used to determine the level of technological skill and community activities in the past. Therefore, it is necessary to determine the level of technology of pottery, shapes and motifs, and the link between pottery function and site functionality in the past. Variety of pottery is expected to be used to determine the activities that have occurred at the site. This image can be used as additional information on the cultural history of Sintang and its surroundings. The potteriesare consisting of pots, bowls, jugs, and a square-shaped. It were molded by hand, tools, and combined of these two techniques. The clay material is not all well chosen. Average pottery burned at low to moderate temperatures, although some of them were burned at high temperatures. The pottery decorations and techniques are widely varied. In general, motifs are found in the form of horizontal and vertical lines, but there is also a motif in the form of a crescent moon, fishspines, and a square shape. Pottery was used as everyday equipment and tool ceremony. This assumption is based onthe function of palace location before 1932. At that time, the area was shrub land as habitat of sago palms. Hand axe seems to be used as a tool for exploitation of sago, while pottery used as their everyday equipment. The pottery function supposed to be a ceremonial tool is based on its location around Batu Kundur.
REKONSTRUKSI BENTUK DAN FUNGSI STRUKTUR SUMUR PUTARAN PADA TAMBANG BATU BARA ORANJE NASSAU PENGARON Ulce Oktrivia; Nugorho Nur Susanto
Naditira Widya Vol. 10 No. 2 (2016): Naditira Widya Volume 10 Nomor 2 Oktober Tahun 2016
Publisher : National Research and Innovation Agency (BRIN)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sumur Putaran adalah sebutan masyarakat untuk struktur bata yang terletak di Kecamatan Pengaron, Kabupaten Banjar. Struktur ini diduga merupakan sebuah bangunan yang tersisa dari tambang batu bara Oranje Nassau Pengaron. Penelitian yang telah dilakukan di lokasi ini belum dapat menjawab secara pasti bentuk asli dan fungsi dari struktur ini padamasa lalu. Berdasarkan hal tersebut, tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk dan fungsi struktur Sumur Putaran. Tambang batu bara pada umumnya memiliki beberapa bangunan utama, yaitu sebuah kantor, rumah sakit, dapur, dan rumah pekerja. Selain itu, untuk tambang bawah tanah, pada umumnya juga dilengkapi dengan kipas berukuran besar yang berfungsi mengatur sirkulasi oksigen untuk pernapasan bagi pekerja dan mengurangi efek berbahaya akibat ledakan. Pemahaman sejarah batu bara Oranje Nassau, sangat penting dan strategis. Hal ini tidak saja terkait dengan teknologi yangditerapkan, namun menyangkut juga pada hegemoni dan keberlangsungan Kesultanan Banjar. Tulisan ini menggunakan metode deskriptif-komparatif. Data di lapangan akan dibandingkan dengan hasil penelusuran pustaka berupa arsip, foto, dan gambar. Penerapan metode ini menghasilkan asumsi bahwa terdapat beberapa fungsi bangunan yang ada di struktur Sumur Putaran. Fungsi yang pertama adalah sebagai rumah kipas untuk ventilasi, fungsi yang kedua sebagai rumah mesin, dan yang ketiga sebagai derek atau crane untuk mengangkat batu bara atau manusia dari dalam tambang yang terletak di bawah tanah. ‘'Sumur Putaran' is local people predicate for brick structure located in District Pengaron, Banjar Regency. The structure was allegedly as coal mining remnant, Oranje Nassau Pengaron. Research has been done in this location still can not answer the original form and function of the structure. Therefore, this paper aims to determine the shape and function of the "Sumur Putaran" structure. Generally, coal mining has several main building such as an office, hospital, kitchen, collier barracks. Underground mining is also equipped with a large-sized fan that serves to regulate the circulation of oxygen for coalman breathing and to reduce the harmful effects of blast. Understanding the history of coal miningOranje Nassau is a very important and strategic. This is not only related to the applied technology, but also the hegemonyand sustainability of the Banjarese Sultanate. This paper used a descriptive-comparative method. The data in the fieldwere compared with the literature search results in the form of archives, photographs and drawings. The application of thismethod resulted in the assumption that there are some functions of existing buildings in "Sumur Putaran". The functions are as home ventilation fan, home machine, and a crane to lift coal or human from basement.