Sigit, Antarin Prasanthi
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : Unes Law Review

Eksistensi Perjanjian Buy Back Guarantee dalam Pembelian Rumah Melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Nadiyah Syafiqah; Antarin Prasanthi Sigit
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1188

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan buy back guarantee dalam sistem hukum di Indonesia dan keabsahan buy back guarantee dalam penyelesaian persoalan tunggakan KPR. Penelitian doktrinal ini menggunakan studi kepustakaan dalam pengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa buy back guarantee dapat disamakan dengan perjanjian jaminan perorangan (borgtocht) karena perjanjian buy back guarantee merupakan perjanjian tambahan (accesoir) yang dibuat berdasarkan perjanjian pokok (yaitu perjanjian kredit). Dalam KPR, buy back guarantee diperlukan oleh bank sebagai jaminan dari developer untuk pelunasan pembayaran tanah atau rumah yang dibeli konsumen namun dalam kondisi sertipikat belum ada atau belum dipecah (sehingga belum bisa dilakukan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) beserta Sertipikat Hak Tanggungan (SHT)).
Urgensi Pembuatan Perjanjian Penerbitan Surat Utang Berjangka (Medium Term Notes) oleh Notaris Maena Vianny; Antarin Prasanthi Sigit
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1199

Abstract

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.30/POJK.04/2019 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang Dilakukan Tanpa Melalui Penawaran Umum (selanjutnya disebut POJK EBUS) sebagai payung hukum terhadap perjanjian penerbitan Surat Utang Berjangka atau Medium Term Notes (selanjutnya disebut MTN). Namun dalam kenyataannya, gagal bayar terhadap MTN masih sering terjadi pada saat ini. Terlebih, di dalam POJK EBUS tidak ada ketentuan yang menjelaskan tentang pembuatan Perjanjian Penerbitan MTN oleh notaris pasar modal sedangkan dalam Surat Edaran No. SE-0005/DIR-EKS/KSEI/1121 perihal Mekanisme Pendaftaran Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) (selanjutnya disebut SE KSEI tentang Pendaftaran EBUS) dijelaskan tentang kewajiban untuk dibuatnya perjanjian tersebut oleh notaris pasar modal yang telah terdaftar pada OJK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ketentuan yang berlaku di Indonesia tentang Perjanjian Penerbitan MTN, dan kewenangan notaris dalam pembuatan Perjanjian Penerbitan MTN. Penelitian doktrinal ini mengumpulkan data sekunder melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya gagal bayar MTN yakni adanya pandemi Covid-19, perusahaan penerbit efek pailit serta adanya manipulasi laporan keuangan dari perusahaan penerbit efek. Adapun Perjanjian Penerbitan MTN itu sendiri semestinya dibuat dalam bentuk akta autentik di hadapan notaris guna menjamin kepastian hukum dan perlindungan kepada para pihak karena akta autentik tersebut merupakan alat pembuktian yang sempurna apabila terjadi sengketa di kemudian hari.
Implikasi Yuridis Perjanjian Perkawinan yang Didaftarkan Pada Saat Proses Perceraian Delia Astrid Zahara; Antarin Prasanthi Sigit
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1311

Abstract

A marriage agreement made by a husband and wife before or during the marriage is binding on both parties who have promised since the marriage took place unless otherwise stated in the marriage agreement. In order for a marriage agreement to be binding on third parties involved in the marriage agreement, the marriage agreement must be recorded by a marriage registrar. The marriage agreement should be immediately registered with the marriage registrar to fulfill the principle of publicity. However, in reality, many married couples do not immediately register their marriage agreement with the marriage registrar, and there are even marriage agreements which are only registered with the marriage registrar when the divorce process is underway by only one of the parties. The aim of this research is to analyze whether there is good faith on the part of the party registering the marriage agreement with the marriage registrar employee when the divorce process is in progress as well as the legal consequences of the marriage agreement registered with the marriage registrar employee during the divorce process on joint property. The form of research used in this research is normative juridical, namely research that uses secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials to analyze the problems raised in this research. The results of this research indicate that recording a marriage agreement with a marriage registrar during the divorce process by one party without the knowledge of the other party is evidence of a lack of good faith on the part of that party. Apart from that, the results were also obtained that the marriage agreement that had just been registered with the marriage registrar during the divorce process had no effect on the marital assets obtained by involving a third party and were obtained during the marriage, before the marriage agreement was recorded by the marriage registrar.
Urgensi Pembuatan Perjanjian Penerbitan Surat Utang Berjangka (Medium Term Notes) oleh Notaris Vianny, Maena; Sigit, Antarin Prasanthi
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1199

Abstract

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.30/POJK.04/2019 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang Dilakukan Tanpa Melalui Penawaran Umum (selanjutnya disebut POJK EBUS) sebagai payung hukum terhadap perjanjian penerbitan Surat Utang Berjangka atau Medium Term Notes (selanjutnya disebut MTN). Namun dalam kenyataannya, gagal bayar terhadap MTN masih sering terjadi pada saat ini. Terlebih, di dalam POJK EBUS tidak ada ketentuan yang menjelaskan tentang pembuatan Perjanjian Penerbitan MTN oleh notaris pasar modal sedangkan dalam Surat Edaran No. SE-0005/DIR-EKS/KSEI/1121 perihal Mekanisme Pendaftaran Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) (selanjutnya disebut SE KSEI tentang Pendaftaran EBUS) dijelaskan tentang kewajiban untuk dibuatnya perjanjian tersebut oleh notaris pasar modal yang telah terdaftar pada OJK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ketentuan yang berlaku di Indonesia tentang Perjanjian Penerbitan MTN, dan kewenangan notaris dalam pembuatan Perjanjian Penerbitan MTN. Penelitian doktrinal ini mengumpulkan data sekunder melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya gagal bayar MTN yakni adanya pandemi Covid-19, perusahaan penerbit efek pailit serta adanya manipulasi laporan keuangan dari perusahaan penerbit efek. Adapun Perjanjian Penerbitan MTN itu sendiri semestinya dibuat dalam bentuk akta autentik di hadapan notaris guna menjamin kepastian hukum dan perlindungan kepada para pihak karena akta autentik tersebut merupakan alat pembuktian yang sempurna apabila terjadi sengketa di kemudian hari.