Sigit, Antarin Prasanthi
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia

Published : 9 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

PEMBATALAN AKTA PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI RUKO AKIBAT WANPRESTASI varah aisyah octariani; Antarin Prasanthi Sigit; arsin lukman
Repertorium: Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan Vol 10, No 2 (2021): Volume 10 Nomor 2 November 2021
Publisher : Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.28946/rpt.v10i2.1452

Abstract

Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanah dalam praktiknya sering dibuat dalam bentuk akta autentik yang dilakukan di hadapan Notaris. Oleh karena itu  Akta PPJB merupakan akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna guna memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak yang membuatnya. Namun demikian dalam kenyataannya suatu perjanjian tidak selalu sesuai dengan kesepakatan awal yang sudah disetujui oleh para pihak. Sebagai akibatnya, suatu perjanjian dapat mengalami pembatalan, baik dibatalkan oleh para pihak maupun atas perintah pengadilan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai akibat hukum dari pembatalan akta PPJB yang disebabkan karena wanprestasi. Selain juga pertimbangan hukum yang diberikan oleh hakim yang menjadi dasar dalam mengambil keputusan untuk membatalkan akta PPJB sebagaimana ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Bekasi Nomor 39/Pdt.G/2019/PN Bks. Penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan kasus ini menggunakan data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Adapun hasil analisisnya adalah bahwa para pihak harus memenuhi kewajibannya terlebih dahulu sebagaimana yang telah diperjanjikan, yaitu dengan mengembalikan pembayaran yang telah diterima, dan membayar denda, sedangkan akta PPJB tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Berikutnya, terkait pertimbangan hakim, dapat dinyatakan bahwa Hakim Pengadilan Negeri Bekasi dalam putusanan Nomor 39/Pdt.G/2019/PN Bks tidak memperhatikan iktikad baik pembeli yang akan melunasi secara Kredit Pemilikan Rumah dengan sudah melunasi pembayaran uang muka.Kata kunci: Perjanjian; Pembatalan PPJB; Jual Beli Tanah
Securing Agricultural Land Investment Contract: Resolving Salient Agricultural Land Dispute in Indonesia Antarin Prasanthi Sigit; Daryono Daryono
Global Legal Review Vol 1, No 1 (2021): April
Publisher : Universitas Pelita Harapan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19166/glr.v1i1.2939

Abstract

In 2014, Indonesia introduced a more progressive law to ease foreign investment in plantations. This policy seems to resuscitate the legacy of the plantation during colonial times as a source of state revenue. This law however has not signified the increases in plantation companies. One of the major causes has been an inadequate quality of contracts such as lack of transparency, participation, and coherence. In practice, the plantation contract still utilizes the outdated uniform contract based on the 18th century Civil Code adopted from the Dutch Civil Code. These have challenged certainty and enforceability. In line with the liberation of plantations in developing nations, the International Institute for Unification of Private law (UNIDORIT) is drafting the universal guideline for a responsible agricultural land investment contract. The guideline aims at providing the model of a responsible agricultural land investment contract. The model contract considers a broad range of social, political, economic, and cultural aspects to ensure that stakeholders' interests are respected while it also needs to adhere to global issues, such as food security, poverty elevation, and environmental preservation. The article is part of a study attempting to explore the deficiencies of the existing plantation contract and to seek the potential adoption of the UNIDROIT guideline in Indonesia. There are multi-facet challenges to adopt the UNIDROIT guideline as the stakeholders and legal counsel capacity are still limited. Those result in complexity during the agricultural land dispute settlement process in which non-legal factors contribute to its success. This article explores to map the potential issues and to propose a model of more effective agricultural land dispute settlement.
PENGGUNAAN E-METERAI PADA AKTA NOTARIS Jenny Lourencia Rumpuin; Antarin Prasanthi Sigit
Jurnal Hukum dan Kenotariatan Vol 6, No 2 (2022)
Publisher : Universitas Islam Malang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.379 KB) | DOI: 10.33474/hukeno.v6i2.15634

Abstract

Kemajuan teknologi mempengaruhi pola hidup dalam masyarakat, termasuk dalam pelaksanaan usaha. Hadirnya sarana teknologi yang memadai mulai menggeser kebiasaan penggunaan bentuk fisik dalam pembuatan dokumen menuju kebiasaan paperless. Seiring dengan mulai banyaknya pembuatan dokumen secara elektronik dalam kehidupan masyarakat, pemerintah Indonesia memandang diperlukannya suatu peningkatan dalam hal perlekatan meterai guna pemenuhan pembayaran bea meterai atas dokumen. Pada Oktober 2021 kemarin, Menteri Keuangan meresmikan penggunaan e-meterai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai. Bila merujuk pada ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai tersebut, akta notaris merupakan salah satu dokumen yang wajib memenuhi bea meterai. Dengan adanya bentuk meterai secara elektronik ini seharusnya dapat mempermudah pekerjaan notaris dari segi perlekatan meterai pada akta notaris. Perlekatan e-meterai pada akta notaris tidak akan mengurangi keabsahan suatu akta notaris itu dikarenakan syarat penandatangan akta sebagaimana diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 jo, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris akan tetap dilakukan di hadapan notaris dan saksi-saksi, namun hanya perlekatan meterainya saja yang dilakukan secara elektronik.Kata-Kunci: Bea Meterai, Meterai Elektronik, Akta Notaris Technological advance affects the lifestyle in society, including in undertaking business. The presence of adequate technological facilities began to shift the habit of using physical forms in making documents towards paperless habits. Along with the rise of electronic document in the society, the Indonesian government sees the need for an enhancement in the attachment of stamps in order to fulfill the stamp duty on documents. In October 2021, the Minister of Finance inaugurated the use of e-stamp as stipulated in Law Number 10 of 2020 concerning Stamp Duty. Refers to the provisions of Article 3 of Law Number 10 of 2020 concerning Stamp Duty, the notarial deed is one of the documents that must fulfill the stamp duty. The electronic form of this stamp should be able to facilitate the notary in terms of attaching stamps to the notary deed. The attachment of an e-stamp on a notary deed will not reduce its validity since the requirements for signing the deed as regulated in Article 44 of Law Number 30 of 2004 in conjunction with Law Number 2 of 2014 concerning Notary Positions will still be carried out before a notary and witnesses, but only the stamps are attached electronically.Keywords: Stamp Duty, Electronic Stamp, Notarial Deed
Analisis Hukum Penyelesaian Sengketa Sertifikat Ganda Berdasarkan Hukum Pendaftaran Tanah Syara L. S, Adhinda Putri; Sigit, Antarin Prasanthi; Koeswarni, Enny
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.164 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v6i2.5362

Abstract

Sertipikat tanah merupakan pengakuan hak-hak atas tanah seseorang yang diatur dalam UUPA serta ditindaklanjuti dalam PP 27/1997. Sorang atau Badan Hukum akan mudah membuktikan dirinya sebagai Pemegang Hak Atas Tanah berdasarkan Sertipikat Tanah, mengenai keadaan dari tanah itu seperti luas, batas-batas, bangunan yang ada, jenis haknya beserta beban-beban yang ada pada hak atas tanah itu, dan sebagainya. Meskipun secara tegas diatur dalam UUPA dan ditindaklanjuti dalam PP No. 24 tahun 1997, namun masih terdapat beberapa sertipikat tanah yang dipermasalahkan, bahkan menjadi perkara di Lembaga Peradilan yang beberapa diantaranya menghasilkan putusan yang membatalkan sertipikat tanah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penyelesaian sengketa sertipikat ganda dalam hukum Pendaftaran Tanah. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil penelitian bahwa sertipikat ganda terjadi karena sertifikat tersebut tidak dipetakan dalam peta pendaftaran tanah atau peta situasi daerah tersebut sehingga terbitnya sertipikat ganda tidak terlepas dari tindakan BPN akibat kesalahan pendataan pada saat melakukan pengukuran dan pemetaan bidang tanah dalam pelaksanaan pendaftaran tanah. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan para pihak melalui pengaduan kepada Badan Pertanahan Nasional untuk dilakukan identifikasi masalah, mengumpulkan data, melakukan analisis, dan menyusun laporan hasil penelitian untuk menjadi bahan rekomendasi penyelesaian masalah. Bilamana salah satu pihak tidak menerima hasil laporan BPN, maka dapat mengajukan ke Lembaga Peradilan guna pembuktian keabsahan sertipikat tanah sehingga dapat dibatalkan sertipikat tanah berdasarkan yang tidak sesuai dengan hukum Pendaftaran tanah.
Eksistensi Perjanjian Buy Back Guarantee dalam Pembelian Rumah Melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Nadiyah Syafiqah; Antarin Prasanthi Sigit
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1188

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kedudukan buy back guarantee dalam sistem hukum di Indonesia dan keabsahan buy back guarantee dalam penyelesaian persoalan tunggakan KPR. Penelitian doktrinal ini menggunakan studi kepustakaan dalam pengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum yang dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa buy back guarantee dapat disamakan dengan perjanjian jaminan perorangan (borgtocht) karena perjanjian buy back guarantee merupakan perjanjian tambahan (accesoir) yang dibuat berdasarkan perjanjian pokok (yaitu perjanjian kredit). Dalam KPR, buy back guarantee diperlukan oleh bank sebagai jaminan dari developer untuk pelunasan pembayaran tanah atau rumah yang dibeli konsumen namun dalam kondisi sertipikat belum ada atau belum dipecah (sehingga belum bisa dilakukan pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) beserta Sertipikat Hak Tanggungan (SHT)).
Urgensi Pembuatan Perjanjian Penerbitan Surat Utang Berjangka (Medium Term Notes) oleh Notaris Maena Vianny; Antarin Prasanthi Sigit
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1199

Abstract

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.30/POJK.04/2019 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang Dilakukan Tanpa Melalui Penawaran Umum (selanjutnya disebut POJK EBUS) sebagai payung hukum terhadap perjanjian penerbitan Surat Utang Berjangka atau Medium Term Notes (selanjutnya disebut MTN). Namun dalam kenyataannya, gagal bayar terhadap MTN masih sering terjadi pada saat ini. Terlebih, di dalam POJK EBUS tidak ada ketentuan yang menjelaskan tentang pembuatan Perjanjian Penerbitan MTN oleh notaris pasar modal sedangkan dalam Surat Edaran No. SE-0005/DIR-EKS/KSEI/1121 perihal Mekanisme Pendaftaran Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) (selanjutnya disebut SE KSEI tentang Pendaftaran EBUS) dijelaskan tentang kewajiban untuk dibuatnya perjanjian tersebut oleh notaris pasar modal yang telah terdaftar pada OJK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ketentuan yang berlaku di Indonesia tentang Perjanjian Penerbitan MTN, dan kewenangan notaris dalam pembuatan Perjanjian Penerbitan MTN. Penelitian doktrinal ini mengumpulkan data sekunder melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya gagal bayar MTN yakni adanya pandemi Covid-19, perusahaan penerbit efek pailit serta adanya manipulasi laporan keuangan dari perusahaan penerbit efek. Adapun Perjanjian Penerbitan MTN itu sendiri semestinya dibuat dalam bentuk akta autentik di hadapan notaris guna menjamin kepastian hukum dan perlindungan kepada para pihak karena akta autentik tersebut merupakan alat pembuktian yang sempurna apabila terjadi sengketa di kemudian hari.
Implikasi Yuridis Perjanjian Perkawinan yang Didaftarkan Pada Saat Proses Perceraian Delia Astrid Zahara; Antarin Prasanthi Sigit
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023): UNES LAW REVIEW (Desember 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1311

Abstract

A marriage agreement made by a husband and wife before or during the marriage is binding on both parties who have promised since the marriage took place unless otherwise stated in the marriage agreement. In order for a marriage agreement to be binding on third parties involved in the marriage agreement, the marriage agreement must be recorded by a marriage registrar. The marriage agreement should be immediately registered with the marriage registrar to fulfill the principle of publicity. However, in reality, many married couples do not immediately register their marriage agreement with the marriage registrar, and there are even marriage agreements which are only registered with the marriage registrar when the divorce process is underway by only one of the parties. The aim of this research is to analyze whether there is good faith on the part of the party registering the marriage agreement with the marriage registrar employee when the divorce process is in progress as well as the legal consequences of the marriage agreement registered with the marriage registrar employee during the divorce process on joint property. The form of research used in this research is normative juridical, namely research that uses secondary data in the form of primary legal materials and secondary legal materials to analyze the problems raised in this research. The results of this research indicate that recording a marriage agreement with a marriage registrar during the divorce process by one party without the knowledge of the other party is evidence of a lack of good faith on the part of that party. Apart from that, the results were also obtained that the marriage agreement that had just been registered with the marriage registrar during the divorce process had no effect on the marital assets obtained by involving a third party and were obtained during the marriage, before the marriage agreement was recorded by the marriage registrar.
Changes in the Composition of Foundation's Organs Without Supervisory Board Meetings and the Foundation's Articles of Association kalyana, merry; Sigit, Antarin Prasanthi
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 24 No. 1 (2025): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v24i1.5186

Abstract

Changes to the composition of the foundation's organs should be based on a meeting of the supervisors or determined otherwise based on the foundation's articles of association. This is to provide certainty for foundations to carry out legal actions, both internally and externally. However, in practice there are also changes in the composition of organs that are not in accordance with the regulations in Article 28 in conjunction with Article 32 in conjunction with Article 44 of Law Number 28 of 2024, an amendment to Law Number 16 of 2001 concerning Foundations, hereinafter referred to as the Foundation Law. This of course can trigger development due to legal flaws as found in the case of the Banjarmasin High Court Decision Number 83/PDT/2022/PT BJM, the dispute in the a quo decision was triggered by changes to the foundation's organs which resulted in a meeting which may not have decided. cessation of foundation organs. Therefore, the aim of this research is to analyze the results of legal changes to foundation organs that are not based on supervisory meetings or based on the provisions of the foundation's articles of association. As well as, analyzing legal protection for administrators who are dismissed from their positions based on meetings that do not have the right to make dismissal decisions. This doctrinal legal research collects secondary data through literature study, which is then analyzed qualitatively. From the results of the analysis, it can be explained that the legal consequences of changes to the foundation's organs that do not comply with the provisions as found in the case of the a quo decision are that the legal consequences of changes to the composition of the foundation's organs that are not based on a meeting of supervisors or provisions in the Articles of Association are invalid and null and void by law. because changes to the composition of the foundation's organs are part of changes to the articles of association regulated in article 18 of the Foundation Law. As for legal protection for administrators who are dismissed from their positions based on meetings where decisions are not appropriate, preventive legal protection is carried out in the realm of administrative, civil and criminal law which gives rise to The obligation to pay compensation by the Defendant to the Plaintiff as the injured party and dispute resolution arise from the existence of repressive legal protection through the courts.
Urgensi Pembuatan Perjanjian Penerbitan Surat Utang Berjangka (Medium Term Notes) oleh Notaris Vianny, Maena; Sigit, Antarin Prasanthi
UNES Law Review Vol. 6 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Ekasakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31933/unesrev.v6i2.1199

Abstract

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.30/POJK.04/2019 tentang Penerbitan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk yang Dilakukan Tanpa Melalui Penawaran Umum (selanjutnya disebut POJK EBUS) sebagai payung hukum terhadap perjanjian penerbitan Surat Utang Berjangka atau Medium Term Notes (selanjutnya disebut MTN). Namun dalam kenyataannya, gagal bayar terhadap MTN masih sering terjadi pada saat ini. Terlebih, di dalam POJK EBUS tidak ada ketentuan yang menjelaskan tentang pembuatan Perjanjian Penerbitan MTN oleh notaris pasar modal sedangkan dalam Surat Edaran No. SE-0005/DIR-EKS/KSEI/1121 perihal Mekanisme Pendaftaran Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk di PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) (selanjutnya disebut SE KSEI tentang Pendaftaran EBUS) dijelaskan tentang kewajiban untuk dibuatnya perjanjian tersebut oleh notaris pasar modal yang telah terdaftar pada OJK. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis ketentuan yang berlaku di Indonesia tentang Perjanjian Penerbitan MTN, dan kewenangan notaris dalam pembuatan Perjanjian Penerbitan MTN. Penelitian doktrinal ini mengumpulkan data sekunder melalui studi kepustakaan, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong terjadinya gagal bayar MTN yakni adanya pandemi Covid-19, perusahaan penerbit efek pailit serta adanya manipulasi laporan keuangan dari perusahaan penerbit efek. Adapun Perjanjian Penerbitan MTN itu sendiri semestinya dibuat dalam bentuk akta autentik di hadapan notaris guna menjamin kepastian hukum dan perlindungan kepada para pihak karena akta autentik tersebut merupakan alat pembuktian yang sempurna apabila terjadi sengketa di kemudian hari.