Satibi Satibi
Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada

Published : 17 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 17 Documents
Search

ANALYSIS OF PT. ARJUNA YOGA SAKTI PERFORMANCE BASED ON BALANCED SCORECARD METHOD Ni Made Dharma Shantini Suena; Achmad Fudholi; Satibi Satibi
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) Vol 2, No 1
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmpf.57

Abstract

Balanced Scorecard (BSC) is a comprehensive and coherent framework to translate the vision and mission of a company into a unified set of performance measures. PT. Arjuna Yoga Sakti is one company which produces cosmetics in the form of pharmaceutical preparations of herbal ingredients. The aim of this research is to identify the performance of PT. Arjuna Yoga Sakti through the BSC performance measurement, using the four perspectives namely financial, customer, internal business processes, as well as the learning and growth. This research is a descriptive research according to the level of explanation of its qualitative and quantitative data. Ten indicators are measured based on the four perspectives of BSC, which are the research variables. Eight indicators examined through in-depth interviews with stakeholders in this case the company owner. Two other indicators, i.e. customer satisfaction and employee satisfaction, examined using a questionnaire with research subjects were 100 customers that are sampled by purposive sampling, and using all employees of the company (saturated sampling). The questionnaire previously tested its validity and reliability using item analysis and Cronbach Alpha in SPSS for Windows version 12th. The result of performance measurement of PT. Arjuna Yoga Sakti using the four BSC perspectives is pretty good. Productivity per employee per month which is pretty high (8.84 million/month) and job satisfaction of employees is pretty good (Likert scoring 3.61) supports the production of cosmetic products both in sufficient time to be able to satisfy the customer (Likert scoring 4.15) and also encourage the growing number of customers (customer growth 20%). This gives a pretty good profit (ROI 36%, ROE 45%; Total Assets Turnover rate 1.4 times) for the company to continue to improve its performance is supported by adequate information systems. Key word: PT. Arjuna Yoga Sakti, the company’s performance, Balanced Scorecard
EVALUATION OF PHARMACEUTICAL CARE STANDARD IMPLEMENTATION BY PHARMACIST IN BANTUL RESIDENCE’S PHARMACY Prabasiwi Nur Fauziyah; Satibi Satibi
JURNAL MANAJEMEN DAN PELAYANAN FARMASI (Journal of Management and Pharmacy Practice) Vol 2, No 4
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/jmpf.86

Abstract

Indonesia Health Ministrial Decree No. 1027/2004 has been published as a standard of quality assurance in pharmaceutical care provided by pharmacist. As the time goes by, the newest regulation has been provided by government through PP No. 51/2009 to legitimate pharmacists in their responsibility as role player in pharmaceutical care. The implementation of this policy, however, is still unknown yet and needs to be further evaluated. The study aimed to evaluate the pharmaceutical care standard implementation by pharmacist according to this regulation.  This research involved pharmacists in 32 pharmacies in Bantul as respondents. These pharmacies was selected by proportional random from the total of 108 pharmacies in 16 district of Bantul Residence. The data was collected through questionnaire and analized descriptively according to indicators; administration; drug and prescription service; communication, information, and education, inventory control management, human resources, supporting facilities, and evaluation of service quality. The result was  categorized as good if total score persentation 81-100%, adequate if total score persentation 61-80%, and less if total score persentation ≤60%. The study result showed that generally the pharmaceutical care standard has not been well implemented in Bantul Residence. There were 18 pharmacies (56.25%) in the good category, 13 pharmacies (40.63%) in the adequate category, and 1 pharmacy (3.13%) in the less category. The indicators that have been well implemented were supporting facilities indicator (88.95%), human resources indicator (887.67%), inventory control management (82.29%). Other indicators including Communiation, Information, and Education (75.63%), administration (68.23%), and drug and prescription service (64.95%) were in the less category.Keywords: Pharmaceutical Care Standard, Kepmenkes No. 1027/2004, PP No. 51/2009, Bantul Residence
RASIONALITAS PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS (COMMON COLD) DI PUSKESMAS X KOTA YOGYAKARTA Satibi Satibi; Indra Gunawan
Majalah Farmaseutik Vol 7, No 1 (2011)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v7i1.24026

Abstract

Infeksi Saluran Pernafasan Atas (common cold) merupakan sepuluh penyakit terbesar di Puskesmas, sehingga perlu adanya suatu ketepatan evaluasi terapi. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang rasionalitas pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (common cold) di Puskesmas X Yogyakarta selama periode Juli-Desember 2005, lalu mengevaluasinya dengan pedoman pengobatan dasar yang diterbitkan Departemen Kesehatan RI Tahun 2001. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif menggunakan bahan berupa buku status pasien yang berisi nomor indeks, nama, jenis kunjungan, jenis kelamin, diagnosa, pengobatan, frekuensi, dosis, dan rute penggunaan obat semua pasien yang terdiagnosa Infeksi Saluran Pernafasan Atas (common cold) selama periode Juli-Desember 2005. Ukuran sampel yang digunakan sebanyak 244 pasien. Jenis penelitian ini adalah non eksperimental deskriptif evaluatif. Berdasarkan hasil penelitian, obat yang digunakan untuk terapi ISPA (common cold) yaitu; antibiotik 20,08%, analgetik-antipiretik 71,72%, antihistamin 78,28%, obat batuk 89,75%, vitamin 46,72%, dan penggunaan obat-obat lain (kortikosteroid, dekongestan nasal, antasida, obat asma, antidiabetes, dan antihipertensi) sejumlah 39,75%. Sedangkan evaluasi rasionalitas pengobatannya yaitu tepat indikasi 75,00%, tepat pasien 80,74%, tepat obat 76,64%, dan tepat dosis (takaran, frekuensi dan lama pemberian) untuk parasetamol 100%, dekstrometorfan 100%, efedrin 100%, kaptopril 100%, furosemid 0%, hidroklortiazid 0%, nifedipin 100%, glibenklamid 100%, metformin 100%, serta antasida 100%.
EVALUASI PENGELOLAAN OBAT TAHUN 2005 DI DINAS KESEHATAN X Satibi Satibi; Yeti Wahyuni
Majalah Farmaseutik Vol 6, No 2 (2010)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (884.897 KB) | DOI: 10.22146/farmaseutik.v6i2.24038

Abstract

Pengelolaan obat merupakan salah satu segi manajemen dinas kesehatan yang penting karena akibat pengelolaan yang buruk akan memberikan dampak negatif terhadap mutu pelayanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan obat di Dinas Kesehatan kota X berdasarkan indikator pengelolaan yang ditetapkan sehingga dapat dijadikan sebagai dasar evaluasi bagi pengelolaan obat untuk meningkatkan mutu pelayanan. Penelitian ini merupakan diskriptif-evaluatif. Pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif. Data dikumpulkan secara retrospektif dari data indikator perencanaan, pengadaan, distribusi, penyimpanan dan penggunaan. Sampel diambil berdasarkan 10 macam penyakit terbanyak di Dinas Kesehatan Kota X dan data yang diperoleh dianalisis untuk menentukan jenis obat dan jumlah obat secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengadaan obat di Dinas Kesehatan kota X baik tetapi kurang efektif dengan melihat hasil ketepatan perencanaan sangat kecil yaitu 8,96% sedangkan ketidaktepatan perencanaan yang disebabkan obat lebih 65,67%; obat kurang 25,37%, Alokasi dana pengadaan 100%, Persentase alokasi dana pengadaan 9,71%, Tingkat kecukupan obat tapi berlebih 74,63%; yang tidak cukup 25,37% dan kecocokan stok dengan jumlah obat 91,05% yang tidak cocok 8,95%; untuk ketepatan waktu pengiriman LPLPO diperoleh 50%.
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ASMA PADA PASIEN ASMA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP DR.SARDJITO YOGYAKARTA TAHUN 2005 Satibi Satibi; Sikni Retno Karminingtyas
Majalah Farmaseutik Vol 6, No 3 (2010)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (373.085 KB) | DOI: 10.22146/farmaseutik.v6i3.24043

Abstract

Menurut Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2001, penyakit saluran nafas merupakan penyakit penyebab kematian kedua di Indonesia setelah penyakit gangguan pembuluh darah. Di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta, asma merupakan penyakit yang menduduki peringkat kelima setelah diabetes melitus, hipertensi, gagal jantung, dan tumor payudara. Asma merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan episode bronkokonstriksi akut yang menyebabkan pernapasan yang singkat, batuk, sesak napas, mengi dan pernapasan yang cepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan obat, mengevaluasi penggunaan obat asma, serta mengevaluasi keberhasilan pengobatan. Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif nonanalitik dengan pengambilan data secara retrospektif. Subyek Penelitian adalah pasien asma RS Dr Sarjito tahun 2005, sebanyak 67 subyek penelitian, kemudian dilakukan analisis untuk memperoleh gambaran pola penggunaan obat, evaluasi penggunaan obat, dan evaluasi keberhasilan pengobatan. Evaluasi penggunaan obat dilihat dari tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat dan tepat dosis, dibandingkan dengan standar pelayanan medis RSUP Dr.Sardjito tahun 2000 dan guidelines dari The National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP, 1997). Hasil evaluasi menunjukkan bahwa obat antiasma yang paling banyak digunakan adalah golongan kortikosteroid. Evaluasi penggunaan obat asma menunjukkan 97,01% tepat indikasi, 56,72% tepat pasien, 91,43% tepat obat dan 90,77% tepat dosis. Evaluasi keberhasilan pengobatan menunjukkan sebagian besar pasien pulang dalam keadaan sembuh 29 pasien (43,28%) dan membaik 30 pasien (44,12%), sedangkan lama rawat inap sebagian besar pasien adalah 1-5 hari. Hal ini menunjukkan bahwa pengobatan asma dapat dikatakan berhasil.
RUMUSAN STRATEGI DALAM UPAYA MENINGKATKAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MATA DR. YAP YOGYAKARTA BERDASARKAN ANALISIS SWOT Fina Aryani; Lukman Hakim; Satibi Satibi
Majalah Farmaseutik Vol 7, No 2 (2011)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1220.665 KB) | DOI: 10.22146/farmaseutik.v7i2.24049

Abstract

Instalasi farmasi sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan harus menyusun tujuan yang spesifik serta langkah yang strategis untuk dapat mencapai kepuasan pasien terutama pasien rawat jalan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif yang dilakukan dengan wawancara, kemudian dilakukan juga penelitian secara kuantitatif menggunakan kuesioner untuk mengetahui kepuasan pasien dengan metode Servqual, kondisi skala semangat kerja dan kepuasan kerja karyawan IFRSM Dr.Yap Yogyakarta. Berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis lingkungan internal dan eksternal yang dilanjutkan dengan analisis SWOT.Hasil analisis digunakan sebagai dasar perumusan strategi untuk pengembangan IFRSM Dr.Yap Yogyakarta dengan dilakukan uji Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Analisis kepuasan pasien rawat jalan: Harapan pasien terhadap kinerja karyawan IFRS lebih tinggi sehingga timbul gap negatif pada tiap-tiap dimensi. Nilai gap pada dimensi pelayanan tertinggi hingga terendah berturut-turut responsiveness (-0,74), assurance (-0,62), empathy (-0,60), reliability (-0,51), dan tangibles (-0,32). Berdasarkan analisis SWOT, IFRSM Dr. Yap Yogyakarta mempunyai peluang yang lebih besar (1,54) dibandingkan ancaman (1,06) dan mempunyai kekuatan (1,77) yang lebih besar dibandingkan kelemahan (1,18) yang artinya IFRSM Dr.Yap Yogyakarta dapat memenuhi harapan-harapan pasien. Strategi alternatif yang diambil IFRSM Dr.Yap Yogyakarta adalah melaksanakan penambahan program-program IFRS yang terkait dengan kesehatan mata, pengembangan SDM baik dari segi kualitas maupun kuantitas, dan penyempurnaan kebijakan mengenai pengembangan SDM IFRS.
RUMUSAN STRATEGI PENINGKATAN KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT BETHESDA LEMPUYANGWANGI YOGYAKARTA BERDASARKAN ANALISIS LINGKUNGAN EKSTERNAL-INTERNAL Eme Stepani Sitepu; Lukman Hakim; Satibi Satibi
Majalah Farmaseutik Vol 7, No 2 (2011)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1228.298 KB) | DOI: 10.22146/farmaseutik.v7i2.24051

Abstract

Instalasi farmasi sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan harus menyusun tujuan yang spesifik serta langkah yang strategis untuk dapat mencapai kepuasan pasien terutama pasien rawat jalan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa data kualitatif yang dilakukan dengan wawancara, kemudian dilakukan juga penelitian secara kuantitatif menggunakan kuesioner untuk mengetahui kepuasan pasien dengan metode Servqual, kondisi skala semangat kerja dan kepuasan kerja karyawan IFRSM Dr.Yap Yogyakarta. Berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dilakukan analisis lingkungan internal dan eksternal yang dilanjutkan dengan analisis SWOT. Hasil analisis digunakan sebagai dasar perumusan strategi untuk pengembangan IFRSM Dr.Yap Yogyakarta dengan dilakukan uji Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Analisis kepuasan pasien rawat jalan: Harapan pasien terhadap kinerja karyawan IFRS lebih tinggi sehingga timbul gap negatif pada tiap-tiap dimensi. Nilai gap pada dimensi pelayanan tertinggi hingga terendah berturut-turut responsiveness (-0,74), assurance (-0,62), empathy (-0,60), reliability (-0,51), dan tangibles (-0,32). Berdasarkan analisis SWOT, IFRSM Dr. Yap Yogyakarta mempunyai peluang yang lebih besar (1,54) dibandingkan ancaman (1,06) dan mempunyai kekuatan (1,77) yang lebih besar dibandingkan kelemahan (1,18) yang artinya IFRSM Dr.Yap Yogyakarta dapat memenuhi harapan-harapan pasien. Strategi alternatif yang diambil IFRSM Dr.Yap Yogyakarta adalah melaksanakan penambahan program-program IFRS yang terkait dengan kesehatan mata, pengembangan SDM baik dari segi kualitas maupun kuantitas, dan penyempurnaan kebijakan mengenai pengembangan SDM IFRS.
EVALUASI KINERJA INSTALASI FARMASI RSUD KOTA YOGYAKARTA DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD Satibi Satibi; Achmad Fudholi; Hari Kusnanto; Jogiyanto Jogiyanto
Majalah Farmaseutik Vol 7, No 3 (2011)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1246.881 KB) | DOI: 10.22146/farmaseutik.v7i3.24058

Abstract

Pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan pendekatan Balanced Scorecard (BSC). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Kota Yogyakarta ditinjau melalui empat perspektif yaitu learning and growth, proses bisnis internal, customer dan keuangan Pada penelitian ini dirancang dengan studi kasus yang bersifat deskriptif evaluatif data yang dikumpulkan berupa data kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif berupa hasil wawancara mendalam dengan Kepala Instalasi Farmasi sedangkan data kuantitatif diperoleh melalui observasi, kuesioner, laporan administrasi, laporan keuangan RSUD Kota Yogyakarta dan laporan keuangan Instalasi Farmasi. Data dianalisis secara diskriptif yang dibandingkan dengan standar dari masing-masing indikator yang ada. Dari hasil penelitian menunjukkan kinerja pada perspektif keuangan 3 tahun terakhir rata-rata kontribusi IFRS ke RS 42,67% dan ITOR 7,4 kali. Dari perspektif konsumen, kepuasan konsumen 3,13 (puas), dan keterjaringan pasien 89,42%. Dari proses bisnis internal: ketersediaan obat 95,42%, pelayanan informasi obat masih belum memenuhi standar Kepmenkes no. 1197/menkes/SK/2004, dispensing time untuk racikan 31,55 menit dan non racikan 11,34 menit. Dari perspektif pembelajaran dan pertumbuhan: semangat kerja tinggi dan produktifitas sangat tinggi. Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa kinerja IFRSUD Kota Yogyakarta dengan pendekatan BSC menunjukkan kinerja yang sudah baik, walaupun masih perlu upaya perbaikan khususnya dalam dispensing time, pengendalian persediaan obat dan pelayanan informasi obat.
Analisis Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Pelayanan Kefarmasian Puskesmas di Kota Semarang Aprilia Indah Pratiwi; Achmad Fudholi; Satibi Satibi
Majalah Farmaseutik Vol 17, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22146/farmaseutik.v17i1.46980

Abstract

Standar pelayanan kefarmasian yang digunakan di Puskesmas yaitu Permenkes Nomor 74 Tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pelayanan kefarmasian Puskesmas di Kota Semarang, mengetahui perbedaan peran SDM farmasi, ketersediaan anggaran dan tipe puskesmas, mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat pelayanan kefarmasian Puskesmas di Kota Semarang serta merumuskan solusi mengatasi permasalahan dalam pelayanan kefarmasian.Metode penelitian yang digunakan merupakan observasional deskriptif kuantitatif melalui pendekatan cross sectional pada 36 Puskesmas di Kota Semarang. Periode pengambilan data dilakukan pada bulan Oktober s/d Desember 2018 dengan cara observasi langsung dan wawancara terhadap penanggungjawab unit pelayanan farmasi. Analisa statistik menggunakan Uji Independent Sample T-Test. Selanjutnya dilakukan identifikasi faktor pendukung, penghambat dan perumusan solusi menggunakan Basic Priority Rating Scale.Hasil penelitian menunjukan bahwa Secara umum pelayanan kefarmasian Puskesmas di Kota Semarang dapat dikategorikan sangat baik dengan nilai rata-rata 83,56 ± 6,24. Seluruh Puskesmas Kota Semarang sudah melakukan kegiatan pengelolaan sediaan farmasi dan BMHP (Aspek manajerial) dengan nilai rata-rata 64,64 ± 4,409. Pelayanan farmasi klinik sudah dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian walaupun belum sepenuhnya dengan nilai rata-rata 18,92 ± 2,419. Terdapat perbedaan yang signifikan untuk peran SDM farmasi dan tipe Puskesmas dalam pelayanan kefarmasian Puskesmas di Kota Semarang dengan  (p: 0,000) Dukungan Kepala Puskesmas dan koordinasi yang baik merupakan faktor pendukung. Faktor-faktor yang menghambat adalah apoteker belum tersedia di semua Puskesmas,  kurangnya pelatihan untuk tenaga farmasi dalam pelayanan farmasi klinik, sarana dan prasarana serta kelengkapan Standar Operasional Prosedur (SOP). Solusi dengan perbaikan sarana dan prasarana, membuat SOP pelayanan farmasi klinik, usulan anggaran untuk penambahan apoteker, pembinaan, monitoring dan evaluasi pelayanan farmasi klinik.
Evaluasi Pengelolaan Obat pada Tahap Perencanaan dan Pengadaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati Nur Aisah; Satibi Satibi; Sri Suryawati
Majalah Farmaseutik Vol 16, No 1 (2020)
Publisher : Faculty of Pharmacy, Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (305.976 KB) | DOI: 10.22146/farmaseutik.v16i1.47972

Abstract

Pengelolaan obat yang efektif dan efisien adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat. Rendahnya tingkat ketersediaan obat di fasilitas kesehatan dipengaruhi ketepatan perencanaan dan gangguan suplai obat pada proses pengadaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hambatan pada proses perencanaan dan pengadaan di Dinas Kesehatan Kabupaten Pati. Penelitian ini menggunakan desain diskriptif kualitatif. Metode pengambilan data dengan wawancara mendalam kepada 7 informan terpilih yang menguasai perencanaan dan pengadaan obat. Transkrip wawancara di analisis dengan content analysis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses perencanaan dan pengadaan belum berjalan dengan baik. Pada proses perencanaan, kepatuhan terhadap formularium nasional masih kurang, perubahan prevalensi penyakit mempengaruhi ketepatan dalam perencanaan obat. Pada proses pengadaan, terjadi keterlambatan pengiriman dan kekosongan obat oleh indutri farmasi. Faktor-faktor yang menghambat perencanaan dan pengadaan: (1) kegagalan suplai obat; (2) Kurangnya tenaga apoteker di Puskesmas dan staf yang mempunyai sertifikat pengadaan (3) Belum optimalnya sistem informasi e-logistik