Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Memahami Pengalaman Negosiasi Identitas Komunitas Punk Muslim di Dalam Masyarakat Dominan Mardiansyah, Muhammad Reza; Rahardjo, Turnomo; Suprihatini, Taufik
Interaksi Online Vol 2, No 2: April 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (168.126 KB)

Abstract

Latar Belakang Sejak dulu, fenomena Punk di Indonesia selalu dihadapkan dengan masalah bahwa anak-anak Punk tidak lebih dari sekadar sampah masyarakat. Gaya hidup mereka yang cenderung menyimpang seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, bikin onar, mabuk-mabukan, narkoba, sex bebas dan bertindak sesuai keinginannya sendiri mengakibatkan pandangan masyarakat akan anak Punk adalah berandal yang tidak mempunyai masa depan yang jelas. Ditambah lagi dengan tindakan kriminal yang belakangan ini mulai banyak dilakukan anak Punk mulai dari penjambretan dan pencurian.Pandangan buruk terhadap komunitas Punk sudah sangat melekat dalam masyarakat, tetapi ternyata tidak semua komunitas Punk seperti yang digambarkan di atas. Di daerah Pulogadung Jakarta Timur terdapat sebuah komunitas Punk yang menggunakan agama Islam sebagi ideologi yang mereka anut yaitu komunitas Punk Muslim.Komunitas Punk Muslim adalah komunitas Punk yang berdiri sejak tahun 2007 lalu. Kata Muslim yang digunakan dalam nama komunitas Punk Muslim bukan tanpa alasan, sejak berdirinya komunitas Punk Muslim, komunitas ini berkomitmen akan membawa Islam sebagai jalur dalam segala kegiataannya.Punk Muslim hampir sama dengan komunitas Punk lainnya, mereka tetap membawa counter culture yang sama, yaitu mendobrak kebiasaan lama dan anti mainstream. Yang membedakan Punk Muslim dengan komunitas Punk lainnya hanya pada ideologinya, jika komunitas Punk lainnya lebih cenderung menggunakan ideology bebas dan anarkis, Punk Muslim menggunakan ideology islam yang lebih terarah dan teratur. Dalam penampilannya komunitas Punk Muslim juga tidak berbeda dengan komunitas Punk lainnya, mereka tetap bercelana jeans kumal, berkaos hitam lusuh dan sepatu boot malah sebagian anggota Punk Muslim masih ada yang menggunakan tattoo.Komunitas Punk Muslim didirikan karena ingin merubah stigma negatif yang menempel pada komunitas Punk pada umumnya. Ketika banyak yang menilai komunitas Punk itu hanya sampah masyarakat, komunitas Punk mencoba untuk merangkul mereka. Komunitas Punk Muslim mencoba menjelaskan kepada teman-teman Punk bahwa menjadi anak Punk itu tidak harus dengan tindakan anarkis, kriminal dan kebebasan yang tanpa aturan. Komunitas PunkMuslim tidak mencoba untuk melawan komunitas Punk lainnya, komunitas Punk Muslim hanya melawan sebuah konsep atau sistem kebebasan yang terlampau ekstrim yang menyebabkan anak-anak Punk terlihat negatif dalam masyarakat..Dalam kegiatan sehari-harinya anggota Punk Muslim selalu menggelar pengajian rutin di markas mereka untuk menambah ilmu mereka tentang agama, mereka juga tidak lupa menjalan shalat 5 waktu bahkan pada saat bulan ramadhan mereka menjalankan ibadah puasa, mengadakan shalat tarawih bareng dan juga pesantren untuk anak-anak Punk dan jalanan. Komunitas Punk Muslim ini juga menyalurkan aspirasi mereka lewat sebuah band Punk Muslim yang sudah terbentuk terlebih dahulu, sampai saat ini mereka sudah mengeluarkan dua album Punk yang memadukan aliran musik Punk dengan syair-syair religi.Komunitas Punk Muslim memang berbeda dengan komunitas Punk lainnya, mereka tidak lagi menggunakan ideologi bebas seperti komunitas – komunitas Punk lainnya, mereka menggunakan ideologi Muslim yang lebih terkonsep dan terarah. Namun, dengan masih menggunakan nama komunitas Punk mereka masih tetap saja menjadi komunitas yang termarjinalkan dalam masyarakat. Identitas mereka sebagai anak Punk lebih banyak membawa kerugian dari pada membawa keuntungan bagi mereka yang menyandangnya. Hal ini terjadi karena adanya persepsi yang salah pada masyarakat dalam memandang komunitas Punk.Munculnya stigma negatif tentang komunitas Punk juga berpengaruh pada identitas komunitas Punk Muslim. Tidak dipungkiri bahwa banyaknya perilaku anak Punk yang menyimpang seperti mabuk-mabukan, melakukan kekerasan dan tindak kejahatan membawa perubahan terhadap identitas komunitas Punk Muslim. Negoisasi identitas pun dilakukan oleh komunitas Punk Muslim ketika mereka harus berinteraksi dengan masyarakat dominan, dengan tetap mempertimbangkan budaya Punk itu sendiri dan budaya masyarakat dominan.Menurut Cupach dan Imahori, faktor dominan yang mempengaruhi identitas individu adalah budaya (cultural) dan identitas rasional (rational identities). Budaya memberikan pikiran, ide, cara pandang, sementara identitas rasional memberikan pola interaksi dan pola sosial yang membentuk bagaimana individu hendak memproyeksikan karakter dirinya berdasarkan pengalamannya dalam menjalani hubungan dengan orang lain atau dominant culture (Gudykunts, 2002: 191-192)Dalam konteks komunikasi antarbudaya, setiap melakukan komunikasi dengan orang dari budaya yang berbeda, pasti akan melakukan negosiasi identitas budaya masing-masing dalam diri individu tersebut. Orang–orang akan bernegosiasi dengan diri mereka sendiri tentang identitas budaya yang melekat pada mereka dan identitas budaya lain. Identitas didefinisikan sebagai konstruksi refleksi diri yang tampak, dibangun, dan dikomunikasikan dalam konteks interaksi budaya tertentu. Sedangkan negosiasi berarti interaksi transaksional dimana individu-individu yang berada dalam situasi antarbudaya akan memproses konsep diri orang lain dan diri mereka sendiri. Teori negosiasi identitas dipaparkan oleh Ting-Toomey memiliki asumsi, bahwa dalam teori ini menekankan konsepsi refleksi diri yang bekerja pada saat komunikasi antarbudaya berlangsung (Gudykunts, 2005:217).Agar diterima dan mendapatkan kenyamanan di lingkungan, maka komunitas Punk Muslim harus bisa menegosiasikan identitas Punk yang mereka punya kepada masyarakat dominan secara efektif. Mereka harus menegosiasikan bahwa Identitas Punk yang di punyai Punk Muslim bukan lagi seperti komunitas Punk pada umumnya yang sudah mempunyai citra buruk di dalam masyrakat. Identitas komunitas Punk Muslim tersebut akan terbentuk melalui negosiasi ketika mereka menyatakan, memodifikasi dan menentang identifikasi –identifikasi komunitas Punk pada umunya melalui sikap, perbuatan dan tindakan mereka kepada masyarakat dominan. Mereka seharusnya tidak lagi menentang budaya masyarakat dominan, tetapi seharusnya memahami, menghormati dan menghargai budaya masyarakat dominan karena Inti dari keberhasilan negoisasi adalah kedua belah pihak merasa sama-sama di pahami, dihormati, dan dihargai.II. Perumusan MasalahMelalui penelitian ini, peneliti ingin mengetahui bagaimana komunitas Punk Muslim menegosiasikan identitas mereka dalam masyarakat dominan yang masih menganggap komunitas Punk itu negatif ?.III. Tujuan Penelitian1. Memahami pengalaman negosiasi identitas yang dilakukan oleh komunitas Punk Muslim di dalam masyarakat dominan2. Mengetahui apakah masyarakat dominan masih menganggap komunitas Punk Muslim itu negatif setelah dilakukannya negosiasi identitas.IV. Signifikasi PenelitianSignifikasi TeoritisPenelitian ini secara teoritis diharapkan mampu memberikan kontribusi dalam mengkaji teori negosiasi identitas. Negosiasi identitas dalam penelitian ini akan mengkaji tentang pengalaman negosiasi identitas yang dilakukan komunitas Punk Muslim di dalam masyarakat dominan dalam konteks komunikasi budaya.Signifikasi PraktisSecara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan tentang bagaimana komunitas Punk Muslim menegosiasikan identitas mereka di dalam masyarakat dominan.Signifikasi SosialDalam tataran sosial, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran pengalaman negosiasi identitas komunitas Punk Muslim di dalam masyarakat dominan sehingga diharapkan mampu menjadi pedoman untuk pembaca dan mayarakat luas khususnya kelompok minoritas yang akan menegosiasikan identitasnya dengan baik dengan kelompok budaya dominan.V. Kerangka Teoritik Co-Culture TheoryCo-culture merupakan pemikiran teoritik yang menjelaskan kesetaraan budaya (Rahardjo.2005:46). Komunikasi co-culture merujuk pada interaksi diantara para anggota kelompok underrepresented dengan kelompok dominan. Fokus dari teori co-culture adalah memberikan sebuah kerangka dimana para anggota co-culture menegosiasikan usaha-usaha untuk menyampaikan suara diam mereka dalam struktur dominan. Teori Negosiasi IdentitasDidasarkan pada cross-cultural-face-negotiation-theory nya, Toomey berargumentasi bahwa negosiasi identitas adalah prasyarat untuk komunikasi antarbudaya yang sukses. Ia menekankan bahwa “negosiasi identitas yang efektif adalah proses antar dua interaksi dalam suatu peristiwa komunikasi dan ini penting sebagai basis kompetensi komunikasi antarbudaya (Gudykunts, 2002 : 192).Pada intinya Teori negosiasi identitas ini menjelaskan bahwa negosiasi identitas terjadi secara efektif apabila kedua belah pihak merasa dipahami, dihormati dan diterima nilainya sehingga timbul rasa pengertian diantara kedua pihak yang menegosiasikan identitasnya.VI. Metode PenelitianMetode pengkajian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya mengenai negosiasi identitas komunitas Punk Muslim di dalam budaya dominan. Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah fenomenologi yang fokus pada pemikiran pengalaman pribadi subjek yang dalam ini adalah komunitas Punk Muslim.Lokasi Penelitian berada di Jakarta, dengan subjek penelitiannya adalah anggota komunitas Punk Muslim yang yang sudah menjadi anggota minimal satu tahun karena dianggap sudah memiliki pengalaman yang banyak dan diharapkan mereka dapat memberikan informasi tentang pengalaman mereka menegosiasikan identitas mereka di dalam masyarakat dominan.Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara mendalam (indepth interview) dimana anggota narasumber (komunitas Punk Muslim) diminta menceritakan pengalaman komunikasinya dalam menegosiasikan identitasnya dalam masyarakat budaya dominan. Wawancara ini akan menggunakan interview guide (panduan wawancara) yang dapat menjadi alat bantu subjek penelitian (komunitas Punk Muslim) dalam menjawab pertanyaan dan menggunakan alat bantu seperti alat tulis dan perekam suara.VII. Kesimpulan Munculnya Punk di Indonesia selalu dihadapkan dengan stereotip masyarakat dominan yang masih memandang komunitas Punk sebagai kelompok yang identik dengan keonaran, ketidakmapanan dengan hidup di jalanan, dan sering mabuk-mabukan sehinggaupaya merazia mereka dilakukan dimana-mana dengan alasan mengganggu ketertiban umum. Stereotip yang berkembang mengenai komunitas Punk pada umumnya memengaruhi komunitas Punk Muslim dalam membangun identitasnya yang ingin merubah pandangan masyarakat terhadap komunitas Punk menjadi postif. Anggota masyarakat yang melabelkan stereotip kepada komunitas Punk Muslim dipengaruhi oleh minimnya komunikasi yang terjalin antara masyarakat dan komunitas Punk Muslim akibat adanya stereotip tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, komunitas Punk Muslim menggunakan perspektif agama Islam sebagai ideologi mereka. Ideologi merupakan cara berpikir seseorang atau kelompok yang membentuk sekumpulan konsep bersistem berupa pemahaman maupun teori dengan tujuan tertentu. Komunitas Punk Muslim menggunakan ideologi agama Islam yang tidak hanya mengarah kepada duniawi, tetapi kepada akhirat juga. Ideologi tersebut juga digunakan oleh komunitas Punk Muslim sebagai identitas mereka yang berbeda dengan komunitas Punk pada umumnya yang banyak menggunakan ideologi D.I.Y (Do It Your Self) yang berarti mereka dapat mengerjakan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan orang lain. Ideologi ini muncul karena sifat mereka yang anti sosial, tidak mempercayai siapapun diluar komunitas Punk, bahkan kecenderungan ideologi ini selalu berkaitan dengan perlawanan terhadap kekuasaan atau politik, anti sosial, minoritas, anti hukum, dan segala hal yang cenderung negatif. Identitas komunitas Punk Muslim tidak mereka tunjukkan melalaui atribut-atribut khusus yang mereka gunakan. Komunitas Punk Muslim cenderung bersikap layaknya masyarakat biasa dengan cara berperilaku sopan, berpakaian bersih dan wangi walaupun masih tetap menggunakan pakaian serba hitam seperti komunitas Punk pada umumnya, dan menutupi atribut-atribut Punk yang menyeramkan seperti tatto, anting, tindikan dan rambut mowhawk. Cara tersebutlah yang mereka tunjukkan sebagai identitas mereka sebagai seorang anggota komunitas Punk Muslim. Komunitas Punk Muslim yang berupaya untuk mengubah pandangan masyarakat terhadap komunitas Punk menjadi positif, menegosiasikan identitasnya didalam masyarakat dominan dengan melakukan strategi komunikasi akomodasi. Mereka mencoba menjalin hubungan positif dengan masyarakat tetapi tetap mempertahankan identitas mereka. Hal tersebut terbukti dari keaktifan komunitas Punk Muslim melakukankegiatan-kegiatan sosial seperti Tabliq, sunatan masal, membagi santunan kepada anak yatim dan para janda di lingkungan sekitar markas, namun mereka tetap mempertahankan identitasnya sebagai komunitas Punk dengan hidup dijalanan dan tetap memainkan musik beraliran Punk walaupun liriknya bernuansa Islam. Komunitas Punk Muslim melakukan strategi tersebut agar masyarakat sekitar bisa menerima komunitas Punk Muslim sebagai komunitas yang mempunyai citra positif. Hasil dari negosiasi identitas yang dilakukan komunitas Punk Muslim didalam masyarakat dominan adalah feeling of being understood (perasaan dipahami), komunitas Punk Muslim dan anggota masyarakat dominan sekitar markas yang terus melakukan interaksi untuk terus memahami perbedaan budaya dan latar belakang budaya satu sama lain. Selanjutnya adalah Feeling of being respected (perasaan dihormati) komunitas Punk Muslim mencoba menghormati masyarakat sekitar dengan meminta izin kepada ketua RW dan RT setempat sebagai perwakilan dari masyarakat setempat bila ingin mengadakan suatu acara. Wargapun menghormatinya dengan memberikan izin dan ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Terakhir adalah feeling being affirmative value (perasaan diterima nilai perbedaannya) yakni menguatkan secara positif dan menerima perbedaan. Komunitas Punk Muslim yang memiliki kemampuan di bidang musik diminta masyarakat untuk mengisi acara pada kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh masyarakat sekitar. Begitu juga dengan komunitas Punk Muslim, pada setiap kegiatan kemasyarakatan di lingkungan sekitar seperti kerja bakti, tahun baru Islam dan rapat RT, komunitas Punk Muslim selalu menghadiri acara tersebut karena masyarakat sekitar sudah dapat menerima komunitas Punk Muslim sebagai waga sekitar. Berdasarkan hasil negosiasi identitas komunitas Punk Muslim didalam masyarakat dominan. Masyarakat sudah tidak lagi menganggap komunitas Punk Muslim itu sebagai komunitas yang memiliki citra negatif tetapi sudah sebagai komunitas yang mempunyai citra positif di mata masyarakat. Hal itu di tunjukkan dengan kedatangan masyarakat atau partisipasi masyarakat pada saat komunitas Punk Muslim mengadakan acara atau dengan melihat antusias warga yang mengundang komunitas Punk Muslim dalam acara mereka.Gambar 4.1Bagan Pengalaman Negosiasi Identitas Komunitas Punk Muslim Didalam Masyarakat DominanKomunitas Punk Muslim (Subculture) Masyarakat dominan (Dominant Culture) Stereotip Terhadap Komunitas Punk Strategi Akomodasi (Kegiatan sosial dan kegiatan positif) Negosiasi Identitas Hasil Negosiasi Identitas : feeling of being understood (perasaan dipahami) feeling of being respected (perasaan dihormati) feeling being affirmative value (perasaan diterima nilai perbedaannya) Ideologi Agama Islam Keinginan Merubah Pandangan Negatif Terhadap komunitas Punk Bersikap layaknya masyarakat biasaDAFTAR PUSTAKABarnard, Malcolm. 2011. Fashion sebagai Komunikasi : Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender. Yogyakarta : Jalasutra.Fiske, John. 2011 diterjemahkan oleh Yosial Iriantana, MS. Dan Idi Subandy Ibrahim. Cultural and Communication Stuides. Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.Gudykunst.William B. 2002. Handbook of International and Interculutal Communication Second Edition. Thousand Oaks, California: SAGE publication.Gudykunst, William. 2005. Theorizing About Intercultural Communication. California : Thousand Oaks : SAGE Publication, Inc.Hebdige, Dick. 1979. Subculture the Meaning of Style. London & Newyork : Routledge Taylor and Francis Group.Littlejohn, Stephen W. & Karen A. Foss.2009. Teori Komunikasi Edisi 9. Jakarta: Salemba HumanikaLittlejohn, Stephen W & Karen A. Foss. 2009b. Encyclopedia of Communication Theories. California : Thousand Oaks : SAGE Publication, Inc.Martin, Judith & Thomas K. Nakayama. 2007. Intercultural Communication In Context (4th ed). NewYork : McGraw-HillMoleong, Lexy J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Rosdakarya.Moustakas, Clark. 1994. Phenomenological Research Methods. California : SAGE Publication.Neuman, William Lawrence. 1997. Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches. Needhom Heights : A Valcom Company.Pearson, Judy C.,Paul E. Nelson, Scott Listworth. Lynn Harter. (2011). Human Communication (4th ed.). New York: McGraw-HillRahardjo, Turnomo. 2005. Menghargai Perbedaan Kultural. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.Sulistiyani, Hapsari. 2006. Modul Pelatihan Metode Penelitian Kualitatif. Semarang : Fisip Undip.INTERNEThttp://antarabogor.com/index.php/detail/1983/anak-Punk-resahkan-warga-depokhttp://www.facebook.com/pages/PUNK-Muslim-original page/163233493698838?fref=tshttp://punkmuslim.multiply.com/?&show_interstitial=1&u=http://allamandakathriya.blogspot.com/2012/04/komunitas-punk.html.
PENGALAMAN INTERAKTIF PENGGUNAAN KARAKTER ‘QUIET’ DALAM PERMAINAN METAL GEAR SOLID V: THE PHANTOM PAIN MUTIA ADI CAHYANI, REZA; Suprihatini, Taufik
Interaksi Online Vol 6, No 2: April 2018
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (88.508 KB)

Abstract

Metal Gear Solid V: The Phantom Pain is the game that has been known even before its launch date by their unique character ‘Quiet’, a sniper that will accompany players as a buddy along the mission. ‘Quiet’ has become a popular character between both men and women player. From the total 657 member, around 184 women’s player as a part of discussion group on Kaskus site using ‘Quiet’ as their buddy By using a qualitative approach, with constructivism paradigm, and analyzed through phenomenological method, this study aims to understand player experience by using ‘Quiet’ character in the Metal Gear Solid V: The Phantom Pain game and the effect caused by using the character upon themselves. Flow theory is a main theory to apprehend this research. 6 informants were taken as a part of the study that consist of 3 men and 3 women that has played using ‘Quiet’ as their buddy with 100% bond meter. The result of the study found that the immersive process require a sense of human sensory and graphical display of the game. The control itself is a main part to enhance the ability of immersive experience to be felt especially for fan service features that allow players to take control over camera is one of the reason men players using Quiet as their buddy whilst women players tend to utilize Quiet for gameplay matter. Proteus effect shows to certain player where the de individuation occurs where the game character characteristic induced to on how they behave in reality. Personal experience and the ability to mod the game are triggering the proteus effect into the players.
Interpretasi Pembaca Terhadap Materi Pornografi dalam Komik Hentai Virgin Na Kankei Putri, Swasti Kirana; Lukmantoro, Triyono; Gono, Joyo NS; Suprihatini, Taufik
Interaksi Online Vol 3, No 4: Oktober 2015
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (49.353 KB)

Abstract

Komik merupakan salah satu media yang dapat dinikmati dan diakses dengan mudah oleh semua kalangan. Mayoritas komik yang beredar di Indonesia adalah komik yang berasal dari Jepang. Salah satu genre komik Jepang yang beredar di Indonesia adalah komik Hentai. Komik Hentai dianggap sebagai salah satu media yang memuat materi pornografi di Indonesia karena menampilkan gambar tubuh telanjang manusia dan hubungan seks secara vulgar dan erotis. Komik Hentai menampilkan hal yang tidak etis dan tidak sesuai dengan kebudayaan masyarakat Indonesia serta berbahaya dan berdampak buruk bagi pembacanya. Salah satu komik Hentai yang beredar di Indonesia adalah Virgin Na Kankei.Tujuan penelitian ini adalah mengetahui bagaimana interpretasi pembaca terhadap materi pornografi dalam komik Hentai Virgin Na Kankei, serta eksploitasi dan komodifikasi tubuh perempuan yang ditampilkan dalam komik tersebut. Teori yang digunakan adalah teori komik (Scott McCloud, 1993), teori analisis resepsi (Ien Ang, 1990) dan teori politik-ekonomi media (Dennis McQuail, 1987). Tipe penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan interpretatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan indepth interview kepada empat orang informan yang pernah membaca komik Virgin Na Kankei.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi perbedaan pemaknaan mengenai eksploitasi perempuan dalam komik Virgin Na Kankei, dua informan berpendapat terjadi eksploitasi sedangkan dua informan lainnya berpendapat tidak terjadi eksploitasi tubuh perempuan dalam komik tersebut. Dalam hal komodifikasi tubuh perempuan dalam komik Virgin Na Kankei, tiga orang informan berpendapat bahwa terjadi komodifikasi tubuh perempuan sedangkan satu orang informan lainnya berpendapat sebaliknya. Perbedaan pemaknaan dari para informan juga terjadi terkait dengan materi pornografi yang ditampilkan dalam komik Virgin Na Kankei. Informan perempuan berpendapat bahwa percakapan yang ditampilkan dalam komik tersebut merupakan materi pornografi, sedangkan informan laki-laki berpendapat sebaliknya. Dari segi penggambaran tokoh yang ditampilkan dalam komik Virgin Na Kankei, tiga informan berpendapat bahwa hal tersebut bukan materi pornografi, sedangkan satu orang lainnya memandang hal tersebut sebagai materi pornografi. Seluruh informan berpendapat bahwa cerita dalam komik Virgin Na Kankei bukan merupakan materi pornografi. Seluruh informan juga sepakat bahwa penggambaran adegan seksual dalam komik tersebut merupakan materi pornografi.
Memahami Communication Gap Antarbudaya Anggota Etnis Jawa Muslim Pondok Pesantren Kauman dengan Warga Etniss Tionghoa Non Muslim di Desa Karangturi, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang Amalia, Rizky; Suprihatini, Taufik
Interaksi Online Vol 6, No 1: Januari 2018
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.727 KB)

Abstract

Terdapat pondok pesantren di area pecinan yang bernama Pondok Pesantren Kauman di Desa Karangturi, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Anggotanya etnis Jawa Muslim. Sedangkan, warga sekitar merupakan warga etnis Tionghoa non Muslim. Terjadi communication gap antara etnis Jawa Muslim sebagai pendatang dan etnis Tionghoa non Muslim sebagai penduduk asli. Penelitian ini bertujuan memahami communication gap yang terjadi antara anggota etnis Jawa Muslim Pondok Pesantren Kauman dengan warga etnis Tionghoa non Muslim Desa Karangturi, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Menggunakan pendekatan kualitatif, dengan paradigma interpretif, dan dianalisa melalui metode fenomenologi. Penelitian ini menggunakan Communication Accomodation Theory. Hasil penelitian ini menemukan bahwa proses komunikasi antarbudaya yang terjadi menimbulkan gap antara anggota Pondok Pesantren Kauman dan warga etnis Tionghoa di Desa Karangturi. Gap itu muncul ketika warga etnis Tionghoa sebagai penduduk asli menganggap tradisi, budaya, dan agama yang dianut sebagai hal yang dipercaya sudah ada sejak dulu serta berlangsung secara turun temurun. Sedangkan anggota Pondok Pesantren Kauman yang merupakan pendatang di Desa Karangturi tersebut tidak bisa berakomodasi dengan baik terhadap tradisi dan budaya yang dimiliki penduduk asli. Sehingga anggota etnis Jawa Muslim memilih berinteraksi dengan kelompoknya sendiri, dan tetap menggunakan atribut keagamaan yang dipercayai seperti peci, sarung maupun kerudung. Prasangka yang muncul membuat kedua etnis tetap menunjukkan identitas yang kuat dari masing-masing budaya mereka. Upaya yang dilakukan Pondok Pesantren Kauman untuk mengurangi munculnya gap sebagai pendatang dengan penduduk asli melalui akomodasi. Akomodasi dilakukan oleh anggota Pondok Pesantren Kauman dalam bentuk pemasangan lampion dan pembuatan tulisan Cina di berbagai sudut Pondok Pesantren Kauman. Selain itu juga dibangun pos kamling yang menyerupai klenteng dan ditambah oleh Pondok Pesantren Kauman dengan tulisan Arab dan Cina di kanan dan kiri pintu masuknya.
MANAJEMEN KONFLIK ANTARPRIBADI PASANGAN SUAMI ISTRI BEDA AGAMA Agustin, Asteria; Rahardjo, Turnomo; Suprihatini, Taufik
Interaksi Online Vol 2, No 2: April 2013
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (98.875 KB)

Abstract

PENDAHULUAN Fenomena peningkatan antar agama saat ini sedang marak terjadi diIndonesia, baik itu di kalangan masyarakat biasa maupun di kalangan artisibukota. Hal ini mendapat perhatian dari masyarakat karena menyangkut agamayang sangat sensitif. Sebagian masyarakat menentang perkawinan ini namun tidaksedikit pula yang menyetujuinya.Menurut Laswell (1987:51) perkawinan bukanlah hal yang mudahdilakukan pasangan beda agama dengan tetap menganut agamanya masingmasing.Perkawinan beda agama adalah penyatuan dua pola pikir dan cara hidupyang berbeda, dan perbedaan agama dengan pasangan dalam perkawinan banyakmenimbulkan permasalahan.Dalam perkawinan beda agama, adaptasi sangat perlu dilakukan. Karenapada saat pria dan wanita yang berbeda agama menikah, tentunya masing-masingmembawa nilai budaya, sikap, gaya penyesuaian dan keyakinan ke dalamperkawinan tersebut. Apalagi di dalam suatu perkawinan di mana kedua belahpihak yang memiliki agama berbeda rentan akan tingkat sensitifitas konflik yangcukup tinggi. Oleh karena itu pasangan suami istri dituntut untuk dapatmenyesuaikan diri dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh pasangannya yangkemungkinan besar dipengaruhi oleh agama yang dianutnya. Ditambah denganritual keagamaan yang dijalankan berbeda dengan ritual keagamaan yangdijalankan oleh pasangannya.Oleh karena itu dibutuhkan manajemen konflik yang tepat dan efektif bagipasangan beda agama guna meminimalisir konflik yang yang terjadi menyangkutperbedaan agama.Sidney Jourard dalam Teori Self Disclosure menawarkan konsepketerbukaan diri. Konsep ini memiliki arti bahwa di dalam hubunganinterpersonal yang ideal menghendaki naggota-anggota yang terlibat untukmengenal diri orang lain sepenuhnya dan membiarkan dirinya terbuka untukdikenal orang lain sepenuhnya (Littlejohn,1999:260). Penelitian ini jugamenggunakan Teori Adaptasi Antarbudaya (theory intercultural adaption) yangmengungkapkan bagaimana individu beradaptasi dalam berkomunikasi denganindividu yang berbeda budayanya. Teori ini berpendapat bahwa proses adaptasiadalah suatu cara untuk memenuhi suatu tujuan. Terakhir, RelationalMaintenances Theories juga digunakan dalam penelitian perkawinan antar agama.Teori ini menjelaskan bagaimana individu melakukan pemeliharaan hubunganyang mengacu pada sekelompok perilaku, tindakan dan yang individu gunakanuntuk mempertahankan tingkat relasi (kedekatan individu) yang diinginkan dandefinisi dari hubungan itu. Oleh karena itu, manajemen konflik ini menarik untukdipelajari bagaimana upaya-upaya dan pengelolaan konflik yang dilakukanpasangan beda agama yang hingga saat ini dapat mempertahankan keutuhanperkawinannya dengan tetap menganut agamanya masing-masing.PEMBAHASANPenelitian ini menguraikan tentang pengalaman pasangan suami istri bedaagama dan bagaimana pengelolaan konflik yang mereka lakukan dengan tetapmenganut agamanya masing-masing untuk mempertahankan keutuhanperkawinan. Berangkat dari asumsi bahwa sebagian pasangan beda agamacenderung mengalami konflik yang mendalam bahkan bisa menyebabkanperceraian. Ini dikarenakan adanya perbedaan yang sangat jelas diantarakeduanya, dimana adanya perbedaan pandangan, perbedaan keyakinan, perbedaannilai-nilai agama hingga hak pengasuhan anak.Oleh karena itu adanya pengelolaan konflik yang tepat dan efektif sangatdibutuhkan bagi pasangan beda agama guna meminimalisir konflik yang terjadimenyangkut perbedaan agama, dan ada beberapa strategi manajemen konflik yangdisesuaikan dengan situasi terjadinya konflik, yaitu : kompetisi (menguasai),penghindaran (menarik diri), kompromi (berunding), kolaborasi (menghadapi)dan akomodasi (melunak).Dalam menyelesaikan konflik yang menyangkut perbedaan agama, sebagianbesar informan mengkomunikasikan dengn cara saling membicarakan atauberkolaborasi dan berunding kepada pasangan guna menyelesaikan konflik,mereka bekerja sama dan mencari pemecahan yang memuaskan. Masing-masingpihak bersedia membuka diri sehingga menghindarkan dari perasaan tertekan danmasalah yang dipendam. Tetapi masih ada pula informan yang menyelesaikandengan cara menarik diri atau penghindaran. Mereka lebih memilih untukmengalah dan tidak ingin membicarakannya karena takut hal ini akanmenyinggung salah satu pihak. Penyelesaian dengan cara seperti ini tidak akanmemuaskan kedua belah pihak, karena pasangan tersebut tidak mendapatkan hasilseperti yang diharapkan.Penelitian ini melibatkan tiga pasang responden yang berbeda agamadengan usia perkawinan di atas sepuluh tahun. Lewat penelitian inimenggambarkan bagaimana pasangan dengan kondisi demikian berinteraksi,karena tidaklah mudah menikah dengan pasangan yang berbeda agamanya.Dengan wawancara mendalam, peneliti mengumpulkan informasi tentangpengalaman dan hambatan yang mereka alami setelah menikah dan pengelolaankonflik yang mereka lakukan guna mempertahankan keutuhan perkawinan.Pembahasan tentang penemuan-penemuan di atas menghasilkan tentangbeberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian yang telah dilaksanakan :1) Ketiga informan melakukan interaksi dengan beradaptasi dan salingmenyesuaikan perbedaan-perbedaan yang dimiliki pasangannya, sepertiperbedaan pandangan, perbedaan keyakinan dan tentu saja adat sertakebiasaan yang berbeda. Para informan bukan lagi membangun hubunganyang lebih intim tetapi tujuannya guna mempertahankan dan memeliharahubungan untuk meminimalisir konflik yang muncul karena masalahkonflik yang dihadapi pasangan beda agama cenderung lebih tinggi. Parainforman menjadikan perbedaan yang ada sebagai bentuk keragaman danproses pembelajaran, bukan sebagai jurang yang dapat memisahkanhubungan yang telah mereka bina.2) Adanya sikap keterbukaan, empati dan sikap saling mendukung sangatdibutuhkan pasangan suami istri beda agama. Dengan adanya keterbukaanpara informan dapat mengkomunikasikan apa yang ada dalam pikiranmereka karena dua agama yang berbeda pastinya memiliki pandangan dankeyakinan yang berbeda pula. Namun, masih ada informan yang tidak mausaling terbuka kepada pasangannya, mereka kurang mampu untuk bisamengungkapkan diri, terutama yang menyangkut masalah agama. Merekajarang membicarakan masalah ini. Hal ini disebabkan masing-masingpihak takut jika ucapan-ucapan yang mereka katakan dapat menyinggungsalah satu pihak yang akhirnya berbuntut pada konflik. Berbeda dengandua informan lainnya (informan I dan informan III) dimana mereka selalubersedia menyediakan waktu untuk membicarakan hal-hal yang berkaitandengan perbedaan agama secara terbuka. Hal ini dilakukan untukmengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh masing-masingpihak, dan bagaimana solusi terbaik bagi keduanya. Empati dan sikapmendukung ditunjukkan oleh ketiga informan di mana mereka salingbertoleransi kepada pasangannya. Misalnya dengan memberikankebebasan menjalankan ibadah agamanya dengan jalan berusahamenghormati jika pasangan sedang beribadah, ikut mengantar ke tempatibadah sampai dengan menyesuaikan acara keluarga dengan waktuberibadah. Atau di saat suami atau istri sedang berpuasa, mereka bersediamembangunkan dan ikut menemani sahur. Disini terlihat bahwa ketigainforman memiliki posisi yang setara dalam hal kebebasan beribadah.Adanya posisi yang setara antara suami dan istri beda agama inidiharapkan akan menciptakan suatu komunikasi yang efektif.3) Hambatan komunikasi yang terjadi pada ketiga informan, bukan faktoryang terlalu mempengaruhi dalam kehidupan perkawinan mereka. Hal inidikarenakan sejak awal informan telah mengetahui resiko yang terjadi jikamenikah beda agama. Hambatan muncul saat akan menikah di mana parainforman ingin tata cara agamanya lah yang dipakai dalam prosesperkawinan dan juga muncul di awal perkawinan dimana para informanmasih saling mempengaruhi untuk masuk agamanya.4) Komitmen-komitmen yang dibuat ketiga informan memberikan kontribusidalam membangun iklim komunikasi yang positif karena dengan adanyakomitmen tersebut mereka dapat meminimalisir konflik yang muncul padaperkawinan mereka. Seperti saat pemutusan agama anak, antara suamimaupun istri tidak ingin berebutan untuk mengasuh anak dalam halpemilihan agama. Pada informan I, anak-anak mengikuti agama suamidikarenakan sejak awal, sang anak bersekolah di sekolahan berbasisKatolik. Sang istri pun tidak mempermasalahkan bahwa kenyatannyakedua anaknya mengikuti agama suami. Sedangkan pada informan IIsepakat jika nantinya sang anak ikut agama istri, dikarenakan suami seringdinas keluar kota yang berarti dirinya akan jarang berada di rumah. Lainlagi dengan informan III, dari awal suami sepakat menyerahkan hak asuhanak kepada istrinya.5) Konflik yang masih sering terjadi dalam rumah tangga informan berasaldari faktor internal yang melibatkan pasangan informan sendiri. Konfliktersebut menyangkut masalah ‘perbedaan agama’ di antara keduanyadimana mereka memiliki keinginan dan harapan yang berbeda diantarasuami istri, yang akhirnya hal itu berujung pada konflik.6) Dalam penyelesaian konflik yang menyangkut perbedaan agama, sebagianbesar informan mengkomunikasikan dengan cara saling membicarakan(berkolaborasi) dan berunding kepada pasangan guna menyelesaikanmasalah, mereka bekerja sama dan mencari pemecahan yang memuaskan.Masing-masing pihak bersedia membuka diri sehingga menghindarkandari perasaan tertekan dan masalah yang dipendam. Tetapi masih adainforman yang menyelesaikan dengan cara penghindaran. Mereka lebihmemilih untuk mengalah dan tidak ingin membicarakannya karena takuthal ini akan menyinggung salah satu pihak. Namun, penyelesaian dengancara seperti ini tidak akan bisa memuaskan kedua belah pihak, karenainforman tidak mendapatkan hasil seperti yang diharapkan.7) Ketiga informan memandang perkawinan mereka sebagai suatu hal yangpositif. Adanya pro dan kontra dari masyarakat bukan sesuatu hal yangperlu dikhawatirkan. Namun informan melarang jika nantinya anak-anakmereka juga melakukan perkawinan beda agama seperti orangtuanya.PENUTUPDalam penelitian ini, pasangan beda agama seharusnya bisa saling terbukakepada pasangannya. Apa yang diinginkan dan dibutuhkan masing-masing pihakbisa saling diungkapkan dengan menggunakan kata-kata yang tidak menyinggungperasaan pasangan. Jika pasangan suami istri beda agama saling memahami danmenerima perbedaan yang mereka miliki, perbedaan tidak akan menjadisandungan bagi keduanya.Dalam mengelola konflik, khususnya konflik yang disebabkan olehperbedaan agama, diusahakan masing-masing pihak tidak saling menghindar,karena suatu saat masalah tersebut dapat muncul kembali dan permasalahannyaakan menjadi semakin besar. Sebaiknya konflik dihadapi dengan terbuka dengansaling mengungkapkan dan mendengarkan keinginan pasangan guna mencapaikesepakatan bersama, sehingga konflik menyangkut agama tidak menjadiancaman bagi kelangsungan rumah tangga mereka, melainkan berguna untuklebih meningkatkan kualitas hubungan suami istri beda agama.
AUDIT IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI DI BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH ( BAPPEDA ) PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN Widiyasari, Woro; Suprihatini, Taufik; Yulianto, Muchammad
Interaksi Online Vol 2, No 1: Januari 2014
Publisher : Jurusan Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (177.309 KB)

Abstract

ABSTRAKSIJudul : Audit Iklim Komunikasi Organisasi di Badan Perencanaan PembangunanDaerah (BAPPEDA) Pemerintah Kabupaten PekalonganPeneliti : Woro WidiyasariNIM : D2C 009 028Penelitian ini dilatarbelakangi oleh iklim komunikasi organisasi Bappeda PemerintahKabupaten Pekalongan yang diketahui masih sering terjadi hal-hal negatif yang menimbulkansemangat kerja menurun. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui iklimkomunikasi yang terjalin di dalam instansi Bappeda dengan menggunakan Teori yang dipakaiTeori Sistem ; Teori Iklim komunikasi ; Teori Gaya Kepemimpinan ; Aliran Komunikasi .Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah audit komunikasi. Sedangkantipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuanuntuk menjabarkan situasi dan keadaan komunikasi di Bappeda Pemerintah KabupatenPekalongan. Untuk teknik pengumpulan data di lapangan , peneliti menggunakan teknikwawancara mendalam (indepth interview) kepada enam informan yang terdiri dari karyawanBappeda Pemerintah Kabupaten Pekalongan.Hasil penelitian , maka diketahui iklim komunikasi organisasi yang selama initerjalin di kantor Bappeda Pemerintah Kabupaten Pekalongan tidak berjalan dengan efektif.Dari hasil penelitian di lapangan ditemukan bahwa hubungan antara atasan dengan bawahantidak berjalan dengan baik, hubungan dengan sesama karyawan juga kurang baik, aruskomunikasi yang terjadi selama ini hanya belangsung searah (linier) tanpa adanya feedback,pembagian tugas yang dianggap oleh sebagian besar informan belum merata kepada masingmasingkaryawan.Serta atasan yang jarang memberikan reward kepada bawahan berprestasi.Hal ini mengakibatkan karyawan tidak bersemangat dalam bekerja. Hal tersebut jugamenimbulkan kesenjangan di antara karyawan karena tidak meratanya pembagian tugas yangditimbulkan.Kata Kunci : Audit komunikasi, Kepemimpinan, Iklim Komunikasi, Aliran InformasiABSTRACTAudit of Organizational Communication Climate in Regional Development PlanningDepartment ( BAPPEDA ) Pekalongan Regency Government.This research is motivated by organizational communication climate of BAPPEDAPekalongan Regency Government who has known still commonly has negative things, whichraises working spirit declined. The purpose of this research was to find out thecommunication climate that involve in the BAPPEDA institution using the theory that issystem theory; Theory of Communication Climate; Theory of Leadership Style; and FlowCommunications .The research method used by the researchers is a communication audit. While thetype of research is a descriptive research that aims to describe the situation and the conditionof communication in BAPPEDA Pekalongan Regency Government. For data collectiontechniques in the field, researchers used in depth interview techniques (in depth interview ) tosix informants consisting of employees BAPPEDA Pekalongan Regency Government .The results of the research, it is known that organizational communication climatehas been declined in the BAPPEDA’s Office Pekalongan Regency Government is notoperating effectively. From the results of the field research, was found that the relationshipbetween supervisors and subordinates are not running well, relations with fellow employeesis also not good, the communication flow that happen during this lasts only one side withoutany feedback, the informant consider that the distribution of duties and functions have notbeen spread evenly to each employees. Along supervisors who rarely gives rewards totalented subordinates. This result caused the employee does not feel like working. It alsoraises the gap among the employees because the distribution of duties did not spread evenly.Keywords: Audit of communication, Leadership, communication climate, flow informationBAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangBappeda merupakan suatu Badan di dalam Kabupaten Pekalongan yangsangat menentukan perubahan di kota Pekalongan, Bappeda dengan tugas-tugasnyayang sangat berhubungan dengan perencanaan daerah membutuhkan kerja pegawaiyang maksimal, di dukung dengan tekhnologi dan kerjasama yang baik akanmenjadikan kota Pekalongan semakin maju. Tetapi di sisi lain, karyawan BappedaPemerintah Kabupaten Pekalongan mengeluhkan adanya iklim komunikasi yangtidak efektif .Pemimpin yang kurang bisa berkomunikasi dengan lancar denganbawahannya, dan selalu menyerahkan tugas kepada bawahannya menjadikanmunculnya konflik yang menjadikan karyawan semakin tidak nyaman dengankeadaan di kantor.Poole dalam Pace dan Faules (2001: 148), mengatakan bahwa iklimkomunikasi sangat penting karena mengaitkan konteks organisasi dengan konsepkonsep,perasaan-perasaan dan harapan-harapan anggota organisasi dan membantumenjelaskan perilaku anggota organisasi. Lebih lanjut, iklim komunikasi yang baikdalam suatu organisasi lebih memberikan kebebasan kepada anggota organisasi untukmemperoleh informasi tentang perusahaan, lebih berani mengeksplor kemampuanmereka dalam berkarya, berani menghadapi tantangan dunia pekerjaan, dan lebihmenunjukkan bahwa mereka dipercaya untuk mempertanggung jawabkan hasil-hasildari pekerjaan mereka.Iklim komunikasi yang baik sangat besar pengaruhnya dalam suatu organisasi,salah satunya berpengaruh pada peningkatan produktivitas kerja anggota organisasi,Mengapa, karena iklim mempengaruhi usaha anggota organisasi. Usaha tersebutdikelompokkan Frantz terdiri dari empat unsur, yaitu: “(1) aktivitas yang merupakanpekerjaan tersebut; (2) langkah-langkah pelaksanaan kerja; (3) kualitas hasil; (4) polawaktu kerja” (Pace dan Faules, 2001: 155)Hal ini menarik dikaji , bahwa berdasarkan gambaran di atas maka di dalamsuatu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Pemerintah KabupatenPekalongan yang bertugas penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidangperencanaan pembangunan daerah yang meliputi ekonomi, fisik, sosial budaya, sertapengendalian dan evaluasi. Iklim komunikasi sangat penting dibutuhkan gunameningkatkan kinerja pegawai, apabila hal tersebut belum terjadi secara efektif makadiperlukan audit iklim komunikasi di Badan Perencanaan Pembangunan DaerahKabupaten Pekalongan sebagai evaluasi dan memperbaiki iklim komunikasi yangtercipta di instansi tersebut guna menjadikan Kabupaten Pekalongan menjadi suatudaerah yang lebih maju.1.2 Tujuan PenulisanTujuan dari penelitian adalah:Untuk mengetahui iklim komunikasi yang terjalin di dalam instansi BappedaPemerintah Kabupaten Pekalonganbaik pada tingkatan iklim komunikasi secarakeseluruhan maupun pada tingkatan kegiatan-kegiatan komunikasi khusus.1.3 KERANGKA TEORITeori yang dipakai Teori sistem; Teori Iklim komunikasi; Teori GayaKepemimpinan; Aliran Komunikasi .1.4 Metode Penelitian1.4.1 Tipe PenelitianPenelitian ini menggunakan tipe penelitian desktiptif kualitatif denganmenggunakan metode audit komunikasi dengan tujuan mendapatkan data darilapangan untuk digunakan sebagai instrumen untuk menjabarkan situasi dan keadaaniklim komunikasi di Bappeda Pemerintah Kabupaten Pekalongan.BAB IITemuan Penelitian Tentang Iklim Komunikasi Organisasi BadanPerencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) PemerintahKabupaten PekalonganBab ini mendeskripsikan temuan penelitian dengan audit komunikasi untukmemahami iklim komunikasi organisasi yang terjadi di Bappeda PemerintahKabupaten Pekalongan terkait dengan Kepemimpinan, Iklim Komunikasi , dan ArusKomunikasi. Temuan penelitian berupa hasil indepth interview yang dilakukanterhadap pimpinan dan beberapa karyawan perusahaan . KepemimpinanData yang diperoleh pada saat melakukan indepth interview terhadapkaryawan Bappeda Pemerintah Kabupaten Pekalongan mengenai masalahkepemimpinan yang selama ini dijalankan dari periode 2011 hingga sekarang bagimasing-masing informan memiliki pendapat yang cukup berbeda di antara informansatu dengan yang lain, bagi masing-masing informan masalah komunikasi yangdihadapi selama ini di kantor Bappeda Pemerintah Kabupaten Pekalongan ada yangmengatakan masih dalam tahap yang wajar ada pula yang mengatakan masih terjadikesenjangan di antara masing – masing bagian di kantor Bappeda PemerintahKabupaten Pekalongan. Iklim KomunikasiIklim komunikasi di suatu organisasi sangat penting karena bisa dipastikan bilatidak ada iklim komunikasi yang kondusif , maka akan terjadi adanya kesenjangandan kurangnya semangat dalam bekerja dari masing-masing karyawan dalam suatuorganisasi tersebut. Dari beberapa pertanyaan yang sudah di ajukan ke 6 informantentang iklim komunikasi maka ada beberapa pendapat yang sama dan berbeda satudengan yang lainnya. Pertama mengenai keefektifan iklim komunikasi di kantorBappeda Pemerintah Kabupaten Pekalongan dimana semua informan dari informan 1hingga informan ke 6 mengatakan hal yang sama mengenai keefektifan iklimkomunikasi yang terjadi selama ini di kantor Bappeda Pemerintah KabupatenPekalongan . Arus KomunikasiDalam suatu organisasi, komunikasi merupakan hal yang paling penting., karenatanpa adanya komunikasi, organisasi tidak bisa berjalan dengan baik. Bila dalamorganisasi komunikasinya kurang baik akan berdampak pada efektifitas organisasi.Dengan pendapat masing-masing informan mengenai arus komunikasi di kantorBappeda Pemerintah Kabupaten Pekalongan maka dapat dilihat kurang efektif danharus segera dibenahi.BAB IIIANALISIS IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI BADANPERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA)PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGANA. KEPEMIMPINANBerdasarkan teori gaya kepemimpinan di atas maka gaya kepemimpinan yangsesuai dengan kepemimpinan yang ada di kantor Bappeda Pemerintah KabupatenPekalongan yaitu gaya kepemimpinan Otoriter. Gaya kepemimpinan Otoriter inisesuai dengan kepemimpinan di kantor Bappeda Pemerintah Kabupaten Pekalongankarena bila disimpulkan dari beberapa komentar dari informan mengatakan, belumbersemangat dalam bekerja dikarenakan kurangnya motivasi dari pimpinan danbelum ada penghargaan yang diberikan kepada karyawan berprestasi.B. IKLIM KOMUNIKASI ORGANISASI BAPPEDA PEMERINTAHKABUPATEN PEKALONGANIklim komunikasi organisasi di setiap fungsi tidak selalu sama dengan fungsilainnya. Hal ini dikarenakan iklim organisasi dipengaruhi oleh bermacam-macamcara anggota organisasi bertingkah laku dan berkomunikasi. Hubungan sehari-harimenggambarkan tentang bagaimana iklim diciptakan dan dipelihara. Iklimkomunikasi yang penuh persaudaraan mendorong para anggota organisasiberkomunikasi secara terbuka , rileks, ramah tamah dengan anggota lain. Sedangkaniklim yang negatif menjadikan anggota tidak berani berkomunikasi secara terbukadengan penuh rasa persaudaraan (Pace & Faules, 2005: 165-166).C. ARUS KOMUNIKASI BAPPEDA PEMERINTAH KABUPATENPEKALONGANUntuk menilai komunikasi itu efektif atau tidak terletak pada kualitas dari proseskomunikasi yang baik pada tingkat individu maupun pada tingkat organisasi .kualitasproses komunikasi salah satunya berkaitan dengan ada tau tidaknya umpan balik(feedback). Kesalahpahaman dapat dikurangi jika proses umpan balik dapat dilakukandengan baik. Apabila kesalahpahaman mampu diminimalisir , kinerja komunikasiatara pimpinan dengan bawahan, dan antara sesama karyawan akan menjadi lebihbaik karena pihak-pihak yang akan berkomunikasi akan tahu apakah pesannya sudahditerima , dipahami dan dilaksanakan atau tidak. Dengan demikian, semua aktivitasyang dilakukan dapat berjalan dengan baik.BAB IVPENUTUPA. KESIMPULAN KepemimpinanTipe kepemimpinan yang terjadi di kantor Bappeda Pemerintah KabupatenPekalongan adalah tipe kepemimpinan Otoriter . Prakteknya Otoriter biladisimpulkan dari beberapa komentar dari informan mengatakan, belumbersemangat dalam bekerja dikarenakan kurangnya motivasi dari pimpinandan belum ada penghargaan yang diberikan kepada karyawan berprestasi.Tipe gaya kepemimpinan Otoriter ini memang seharusnya dirubah agar parabawahannya bersemangat dalam bekerja dan pimpinan memberikan motivasi,penghargaan , serta adil dalam pembagian tugas pokok dan fungsi yangmemang sering menjadi kendala yang selama ini dirasakan oleh bawahan. Iklim KomunikasiIklim komunikasi yang terjalin selama ini di kantor Bappeda PemerintahKabupaten Pekalongan masih negatif . Iklim komunikasi selama ini masihnegatif dikarenakan masih sering terjadi kesenjangan diantara para bawahanyang merasa tidak adil atasan memberikan tugas pokok dan fungsi selama iniyang diberikan dari atasan , dan atasan yang hanya memberikan tugas tanpamemberikan penjelasan bagi bawahan. Hal tersebut menimbulkan iklim dikantor Bappeda Pemerintah Kabupaten Pekalongan menjadi tidak kondusifdan masih jauh dari kesan nyaman dalam bekerja. Arus KomunikasiArus komunikasi yang terjadi yaitu ke bawah, komunikasi mengalir daritingkatan yang lebih tinggi ke tingkatan yang lebih rendah , pimpinanberperan penting dalam segala aktivitas komunikasi yang terjadi. Hal tersebutdipengaruhi oleh budaya birokrasi pemerintah yang cenderung searah hanyadari pimpinan ke bawahan dan hal itu juga berlaku di kantor BappedaPemerintah Kabupaten Pekalongan , yaitu terbukti dari semua kebijakanditetapkan langsung oleh pucuk pimpinan tanpa melibatkan pendapat daribawahan.B. SARANDi sini akan diberikan rekomendasi-rekomendasi sebagai bagian darikelanjutan penelitian. Kelanjutan ini dimaksudkan sebagai langkah berikutnya untukmengubah iklim komunikasi organisasi yang kurang efektif di kantor BappedaPemerintah Kabupaten Pekalongan, adapun rekomendasi berupa :1. Untuk meningkatkan iklim komunikasi organisasi di Badan PerencanaanPembangunan Daerah (BAPPEDA) Pemerintah Kabupaten Pekalonganmenjadi lebih baik, maka pemimpin lebih komunikatif dan melakukanpendekatan terhadap para bawahan, agar para bawahan dapat menyampaikaninspirasi , ataupun memberikan masukan kepada atasan dengan lebih terbukauntuk mencapai apa yang selama ini menjadi tujuan bersama.2. Bawahan juga harus berani memberikan pendapat terhadap pemimpin agartidak terjadi kesenjangan antar bawahan yang menimbulkan ketidaknyamanandalam bekerja, berkomunikasi dengan pimpinan dan melakukan pendekatandengan atasan dapat memberikan masukan yang baik untuk pimpinan dansesama bawahan.3. Pimpinan sebaiknya memberikan penghargaan kepada bawahan berprestasiagar meningkatkan semangat bekerja bawahan.DAFTAR PUSTAKABungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.Denzin, Norman K. Yvonnas S Lincoln. (2000). Handbook of QualitativeResearch, ed.3.Sage PublicationHardjana, Andre. (2000). Audit Komunikasi. Jakarta: GrasindoKuswarno, Engkus. 2009. Metode Penelitian Komunikasi Fenomenologi :Konsepsi, Pedoman, dan Contoh Penelitian. : Widya Padjajaran.Lattimore, Dan . Otis Baskin, Suzette T. Heiman, Elizabeth L. Toth, PublicRelation Profesi dan Praktik, hal. 119-120Littlejohn, W. Stephen.(1998). Theories of Human Communications (6th ed.).Belmont, California: Wadsworth Publishing Company.Masmuh , Abdullah. (2008). Komunikasi Organisasi dalam Prespektif Teoridan Praktek.Malang:UMM PressMuhammad Arni . (2009). Komunikasi Organisasi. Jakarta:Bumi AksaraMoleong, Lexy J. 2008. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma BaruIlmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.Neuman, W Lawrence. (1997), Social research menthods : Qualitative andquantitative approaches, ed.3. Boston: Allyn and BaconPace. R. Wayne & Don F. Faules.2005. (Editor :Deddy Mulyana, M.A PH.D).Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. Bandung:RosdakaryaSuranto. 2005. Komunikasi Perkantoran: Prinsip Komunikasi UntukMeningkatkan Kinerja Perkantoran. Yogyakarta:Media WacanaNon Buku:http://www.Suara Merdeka.com/ Pelanggaran PNS)(http://bappeda.pekalongankota.go.id.)
KOMPETENSI KOMUNIKASI DOSEN DAN KONSEP DIRI MAHASISWA TERHADAP PRESTASI AKADEMIK MAHASISWA Taufik Suprihatini
Jurnal Mediakita : Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam Vol. 1 No. 2 (2017): Jurnal Mediakita :Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam
Publisher : Fakultas Usluhuddin dan Dakwah IAIN Kediri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30762/mediakita.v1i2.361

Abstract

Students less fully aware of the existence of themselves as the next generation and the future of the nation reflection. Consciousness as an independent, full responsibility mature human yet fully visible in the figure of the students, so the motivation for achievement sometimes not realized. They are often seen involved in the demonstrations, fights, involved in the activities of political organizations, even unconsciously they entered in forbidden religious organizations. The sample of this research is the students of Communication Science FISIP Undip class in 2013 and 2014 with a sampling technique using proportional random sampling technique, which will take 15% of the number of students. The researcher conducted a sample calculation using the formula of Frank Lynch.1 The variable research are the Lecturer Communication Competence and Self-Concept of Student as independent variables, the Student Academic Achievement as the dependent variable. Based on statistical test by using Pearson correlation and multiple correlation using SPSS version 21 indicates that there is no relationship between the variables of communication competence of lecturers, and students’ academic achievement. It can be seen from the significant value of both variables showed the 0.784> 0.05. So Ho accepted and Ha rejected. Student self-concept variables are not related to students’ academic achievement. It can be seen from the significant value of both variables that showed the number 0.998> 0.05. Then Ho accepted and Ha rejected. From the results of research conducted by Erli Zaenal about the factors were associated with grade point of Third Semester Midwifery Student of Health Polytechnic Bengkulu, it is known that academic achievements are influenced by internal factors and external factors. Internal factors include intelligence, motivation, habits, anxiety, interests and so on. While external factors include a family environment, school environment, community, socio-economic situation, and so on.
Retracted: Ethno-pedagogy Perspective on Ethnic Minority Discourse of Education Sulistyani, Hapsari Dwiningtyas; Rahardjo, Turnomo; Suprihatini, Taufik; Rahmiaji, Lintang Ratri
Jurnal Komunikasi Indonesia Vol. 9, No. 1
Publisher : UI Scholars Hub

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This article has been retracted as it contained duplicate material that was originally published in Advances in Social Science, Education and Humanities Research, volume 214, 2nd International Conference on Educational Science (ICES 2018), pp. 223-230. The Editorial Board understands that this misconduct may have been unintentional. The authors provided us a clarification letter stating that they have not received confirmation regarding the publication of their article in the proceeding, and this was the basis of the authors’ submission to the Jurnal Komunikasi Indonesia. However, as an accredited journal under the Ministry of Education and Culture, we are obliged to follow the existing protocols and have decided to retract this article. The document and its content have been removed from Jurnal Komunikasi Indonesia, and reasonable effort should be made to remove all references to this article.