Nurul Widhanita Y. Badilla
Fakultas Hukum Universitas Musamus

Published : 8 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

PENDAMPINGAN PEMBUATAN PERATURAN KAMPUNG DI KAMPUNG TAMBAT DISTRIK TANAH MIRING KABUPATEN MERAUKE Nurul Widhanita Y. Badilla; Nurlela Pandiangan
Musamus Devotion Journal Vol 2 No 1 (2020): Musamus Devotion Journal
Publisher : Musamus University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (297.569 KB)

Abstract

In accordance with the Village Law, each village is expected to be able to make village regulations to guide the implementation of village development and many village officials make village regulations only as a formality or just as long as they do not pay attention to the procedures for making regulations such as the level of preparation, determination, implementation , assessment and reintegration of the finished product. With all the problems, so that the resulting Village Regulation is not in accordance with the procedures for its formation. The low education of village officials and the lack of understanding of village officials on how to make village regulations and related scientific backgrounds and experience in the field of government also greatly affect the ability and technical skills with their task fields. Of the problems that exist in the village including Tambat village, it is necessary to do training and assistance in making village regulations so that the results produced are in accordance with applicable procedures and in accordance with the criteria for village regulations. The method used in the Training Program is carried out through the Socialization, Training and assistance activities. Formulation of Village Regulation Making is carried out through the Socialization and Training activities and mentoring until the completion of at least 3 Village Regulations. The method used in this service is to provide material, create groups so that each group can make a story, present the results of group work, improve each group's report in accordance with the inputs.
HARMONISASI HUKUM PIDANA DI BIDANG HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA LINGKUNGAN INDONESIA Nurul Widhanita Y. Badilla; Rudini Hasyim Rado
Jurnal Restorative Justice Vol 3 No 1 (2019): Jurnal Restorative Justice
Publisher : Musamus University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35724/jrj.v3i1.1936

Abstract

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya Undang-Undang yang mengatur segi-segi lingkungan hidup selain undang-undang payung yang khusus mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Atas dasar yang diuraikan dimuka, perlu kiranya dikaji kembali kebijakan legislatif khusunya hukum pidana dengan melakukan penelitian dengan judul “Harmonisasi Hukum Pidana Di bidang Hukum Lingkungan Hidup Dalam Rangka Pembaharuan Hukum Pidana Lingkungan Indonesia”. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam rangka penanggulangan tindak pidana lingkungan hidup saat ini?, 2. Mengapa kebijakan hukum pidana tidak harmonis dalam rangka penanggulangan tindak pidana lingkungan hidup?, 3.Bagaimana upaya harmonisasi hukum pidana di bidang hukum lingkungan hidup dimasa yang akan datang. Menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan hukum pidana saat ini Perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana lingkungan hidup meliputi, perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan, Subyek hukum adalah orang dan korporasi, Penerapan sanksi pidana dirumuskan secara kumulatif bersifat kaku dan imperatif yaitu pidana penjara dan denda, Pertanggungjawaban pidana untuk korporasi tidak dijelaskan dan tidak disebutkan mengenai dalam hal bagaimana korporasi dikatakan telah melakukan tindak pidana dan kapan korporasi dapat di pertanggungjawabkan. kebijakan hukum pidana tidak harmonis di bidang hukum lingkungan hidup Indonesia ditemukan Terdapat duplikasi norma hukum pidana (bahkan ada yang triplikasi norma) dengan ancaman sanksi yang berbeda padahal perbuatan pidananya relatif sama, Subjek tidak terdapat kesamaan, Kebijakan hukum pidana di bidang lingkungan hidup belum mempunyai sistem pemidanaan yang utuh dan sebagai upaya Harmonisasi hukum pidana di bidang hukum lingkungan hidup perlu kiranya dilakukan kebijakan rekodifikasi norma hukum pidana lingkungan yang berada dalam berbagai undang-undang diluar KUHP saat ini ke dalam KUHP 15 dimasa yang akan datang dan Kebijakan hukum pidana di masa yang akan datang sebaiknya dirumuskan secara tegas dalam pasal-pasal mengenai bentuk dan kapan terjadinya tindak pidana lingkungan hidup serta mengatur setiap perbuatan atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan jadi perbuatan lingkungan hidup, dijadikannya korporasi sebagai subjek, maka pemidanaannya juga harus berorientasi pada korporasi, dan harus memasukan jenis pidana “melakukan tindakan tertentu” yang bertujuan memulihkan fungsi ekosistem yang rusak akibat pencemaran/perusakan lingkungan dan memasukan biaya sosial dan ekonomi sebagai ongkos sosial yang harus digantikan oleh pelaku tindak pidana.
THE POLICY OF OVERCROWDING MANAGEMENT OF JAIL IN INDONESIA DURING COVID-19 PANDEMIC Rudini Hasyim Rado; Nurul Widhanita Yuniar Badilla
JCH (Jurnal Cendekia Hukum) Vol 6, No 2 (2021): JCH (JURNAL CENDEKIA HUKUM)
Publisher : STIH Putri Maharaja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33760/jch.v6i2.332

Abstract

This research is focused on the overcrowding management policy of jail capacity in Indonesia by utilizing coronavirus disease (covid-19) pandemic momentum. The method of the research is an empiric juridical law method and other related laws and regulations as the primer data confirmed with the observation. Data analysis of the research is based on descriptive analysis. Based on the research data, it might be concluded that the situation in the prisons before the covid-19 pandemic was nationally overcrowding in 102% and it occurred almost all over Indonesia. This overcrowding condition was overloaded and inhuman, moreover in the covid-19 pandemic period. It potentially transmits the disease to the prisoners and officers, thus assimilation policy had been applied by intention to release 40.026 prisoners. It decreases the overcrowding percentage to be 74%. On the other side policy restriction for particular crimes might provide more spaces in the prisons, even though it is hard to be considered effective because overcrowding is still existed.
IMPLEMENTASI MEDIASI PENAL SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA DI KEPOLISIAN RESORT MERAUKE Nurul Widhanita Y. Badilla; Rudini Hasyim Rado; Salvadoris Pieter; Muhamad Aljebra Aliksan Rauf
HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum Vol 6, No 1 (2022): HERMENEUTIKA : Jurnal Ilmu Hukum
Publisher : Sekolah Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33603/hermeneutika.v6i1.6760

Abstract

Penelitian ini difokuskan pada pelaksanaan mediasi penal dalam menyelesaiakan perkara pidana oleh Polres Merauke sebagai bagian sistem peradilan pidana dengan tujuan untuk mengetahui dan menganalisis digunakannya mediasi penal serta menganalisis pelaksanaan mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian perkara dalam upaya mengurangi penumpukan kasus. Metode yang digunakan adalah penelitian normatif empiris dengan pendekatan analisis kualitatif. Adapun hasil penelitian diantaranya: Mediasi penal bukan sekadar wacana teoritikal namun sudah merupakan kebutuhan praktis termasuk yang dilakukan oleh sub sistem peradilan pidana (Polres Merauke) dengan mengutamakan mediasi yang ditujukan hampir seluruh jenis tindak pidana untuk upaya perdamaian bukan pembalasan demi terwujudnya rasa keadilan semua pihak sekaligus mengurangi penumpukan kasus. Selain itu, mekanisme yang dilakukan dalam pelaksanaan mediasi adalah mempertemukan korban dan pelaku, adanya kesepakatan damai, adanya ganti kerugian bila diperlukan oleh pelaku kepada korban, menerima pencabutan laporan kepolisian serta melakukan gelar perkara.
PERLINDUNGAN HUKUM PROFESI DOKTER DALAM MENGHADAPI SENGKETA MEDIS Andi Ervin Novara Jaya; Mulyadi A. Tajuddin; Zegovia Parera; Nurul Widhanita Y. Badilla; Rudini Hasyim Rado
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 5 No. 2 (2022): Agustus, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v5i2.51747

Abstract

Dokter merupakan ilmuwan yang telah dididik secara profesional untuk memberikan pertolongan kepada seseorang yang membutuhkan pelayanan medisnya. Pendidikan kedokteran telah memberikan bekal knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan) dan professional attitude (perilaku profesional) bagi peserta didiknya untuk dibentuk sebagai dokter yang berkompeten dengan didasari perilaku profesi yang selalu siap memberikan pertolongan kepada sesamanya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menegtahui bagaimanakah perlindungan yang dapat diberikan kepada dokter yang berhadapan dengan hukum dan bagaimanakah penegakan hukum pidana bagi dokter yang berhadapan dengan hukum di mana dengan metode penelitian hukum normatif disimpulkan: 1. Dasar-dasar hukum yang memberikan perlindungan hukum terhadap dokter dalam menjalankan profesinya dan berhadapan dengan hukum karena terjadi dugaan malpraktek terdapat dalam Pasal 50 UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran dan Pasal 27 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 2. Apabila dokter tidak melakukan yang seharusnya dilakukannya sebagai seorang dokter atau melakukan kesalahan yang bukan disengaja, biasanya berbentuk kelalaian, maka dokter tersebut dapat dituntut dan diancam dengan pidana menurut Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP dengan hukuman penjara setinggi-tingginya lima tahun dan denda, dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dokter diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dalam UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dokter yang melakukan kelalaian dinacam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
EFEKTIVITAS PIDANA PENJARA BAGI PECANDU NARKOTIKA DI LINGKUNGAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KELAS IIA JAYAPURA Nurul Widhanita Y. Badilla
Jurnal Komunitas Yustisia Vol. 5 No. 2 (2022): Agustus, Jurnal Komunitas Yustisia
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jatayu.v5i2.51748

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan “Efektivitas Pidana Penjara Bagi Pecandu Narkotika di Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Jayapura”. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu: Bagaimanakah efektivitas pidana penjara bagi pecandu narkotika di Lapas Narkotika Klas IIA Jayapura dan Faktor-faktor apa saja yang menghambat tidak efektivnya pidana penjara bagi pecandu narkotika di Lapas Narkotika Klas IIA Jayapura. Untuk menjawab pertanyaan tersebut peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jika efektivitas dilihat dari perlindungan masyarakat terjadi penurunan angka terpidana kasus narkotika dari tahun 2021-2022, disini berarti pembinaan dapat dikatakan berhasil. Sementara dilihat dari sisi pelaku residivis ada beberapa orang yang mengulang dari jumlah presentase 10,99%-12,24% tiap bulannya, faktor-faktor yang menghambat pembinaan terpidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas IIA Jayapura, antara lain: a. tidak seimbangya kapasitas ruangan dengan penghuni lembaga pemasyarakatan; b. tidak adanya fasilitas rehabilitasi medis, sosial, dan psikis.
PEMBENTUKAN KARAKTER DAN EDUKASI HUKUM CEGAH BULLYING PADA PELAJAR SMA NEGERI 1 MERAUKE Rudini Hasyim Rado; Restu Monika Nia Betaubun; Nurul Widhanita Y. Badilla
Musamus Devotion Journal Vol 4 No 2 (2022): Musamus Devotion Journal
Publisher : Musamus University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35724/mdj.v4i2.4431

Abstract

As bullying behavior increases by the younger generation, especially at the educational level, it seems to confirm the increasingly crisis of character-based education in today's educational climate. This writing is directed not only to instill but also to shape character through legal education to prevent student bullying at SMA Negeri 1 Merauke, Merauke Regency. The method applied is the method of discussion, question and answer, and character building between the presenters and students. The findings of the service concluded that the degradation of the character values of students was directly proportional to the bullying behavior, this condition was exacerbated by the lack of understanding of the community and current high school students regarding the laws and regulations including the Criminal Code, the Child Protection Act, the ITE Law.
HARMONISASI HUKUM PIDANA DI BIDANG HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DALAM RANGKA PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA LINGKUNGAN INDONESIA Nurul Widhanita Y. Badilla; Rudini Hasyim Rado
Jurnal Restorative Justice Vol 3 No 1 (2019): Jurnal Restorative Justice
Publisher : Musamus University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (466.877 KB) | DOI: 10.35724/jrj.v3i1.1936

Abstract

Tulisan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya Undang-Undang yang mengatur segi-segi lingkungan hidup selain undang-undang payung yang khusus mengatur perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Atas dasar yang diuraikan dimuka, perlu kiranya dikaji kembali kebijakan legislatif khusunya hukum pidana dengan melakukan penelitian dengan judul “Harmonisasi Hukum Pidana Di bidang Hukum Lingkungan Hidup Dalam Rangka Pembaharuan Hukum Pidana Lingkungan Indonesia”. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana kebijakan hukum pidana dalam rangka penanggulangan tindak pidana lingkungan hidup saat ini?, 2. Mengapa kebijakan hukum pidana tidak harmonis dalam rangka penanggulangan tindak pidana lingkungan hidup?, 3.Bagaimana upaya harmonisasi hukum pidana di bidang hukum lingkungan hidup dimasa yang akan datang. Menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian normatif. Hasil penelitian menunjukkan kebijakan hukum pidana saat ini Perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana lingkungan hidup meliputi, perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, Melanggar baku mutu air limbah, baku mutu emisi, atau baku mutu gangguan, Subyek hukum adalah orang dan korporasi, Penerapan sanksi pidana dirumuskan secara kumulatif bersifat kaku dan imperatif yaitu pidana penjara dan denda, Pertanggungjawaban pidana untuk korporasi tidak dijelaskan dan tidak disebutkan mengenai dalam hal bagaimana korporasi dikatakan telah melakukan tindak pidana dan kapan korporasi dapat di pertanggungjawabkan. kebijakan hukum pidana tidak harmonis di bidang hukum lingkungan hidup Indonesia ditemukan Terdapat duplikasi norma hukum pidana (bahkan ada yang triplikasi norma) dengan ancaman sanksi yang berbeda padahal perbuatan pidananya relatif sama, Subjek tidak terdapat kesamaan, Kebijakan hukum pidana di bidang lingkungan hidup belum mempunyai sistem pemidanaan yang utuh dan sebagai upaya Harmonisasi hukum pidana di bidang hukum lingkungan hidup perlu kiranya dilakukan kebijakan rekodifikasi norma hukum pidana lingkungan yang berada dalam berbagai undang-undang diluar KUHP saat ini ke dalam KUHP 15 dimasa yang akan datang dan Kebijakan hukum pidana di masa yang akan datang sebaiknya dirumuskan secara tegas dalam pasal-pasal mengenai bentuk dan kapan terjadinya tindak pidana lingkungan hidup serta mengatur setiap perbuatan atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan kerusakan jadi perbuatan lingkungan hidup, dijadikannya korporasi sebagai subjek, maka pemidanaannya juga harus berorientasi pada korporasi, dan harus memasukan jenis pidana “melakukan tindakan tertentu” yang bertujuan memulihkan fungsi ekosistem yang rusak akibat pencemaran/perusakan lingkungan dan memasukan biaya sosial dan ekonomi sebagai ongkos sosial yang harus digantikan oleh pelaku tindak pidana.