Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

PERHITUNGAN BANGUNAN BAWAH JEMBATAN BETON KONVENSIONAL SIE RESAK KABUPATEN KUTAI BARAT Utami, Hesty
KURVA S JURNAL MAHASISWA Vol 1, No 1 (2012)
Publisher : KURVA S JURNAL MAHASISWA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (579.584 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Dalam usaha mendorong perkembangan, perekonomian dan kegiatan masyarakat khususnya menyangkut masalah pengangkutan penumpang maupun hasil bumi dan industri, maka perlu adanya prasarana jalan dan jembatan yang memadai.Pada tahap pertimbangan desain konstruksi maka penulis mengadakan  studi tugas akhir dengan mengambil judul “ Perhitungan Bangunan Bawah Jembatan Beton Konvensional Sie Resak  Kabupaten Kutai Barat “.Pembebanan akibat beban mati bangunan atas setiap kepala jembatan = 160 ton, beban hidup bangunan atas = 85 ton. Jadi total beban yang harus dipikul sebesar  = 245 ton. Perhitungan stabilitas tegangan tanah yang diijinkan untuk pondasi menerus qu = 22,77 t/m2 dengan safety faktor = 3 maka qa = 7,590 t/m2 <  qmax = 17,048 t/m2. Jadi struktur yang dimaksud tidak aman. Daya dukung menurut Sanglerat at 1972 diperoleh hasil perhitungan sebesar qall = 2,559 t/m2 yang berarti lebih kecil dari   qmaks = 17,048 t/m2. Jadi struktur yang dimaksud tidak aman. Daya dukung menurut Schertman at 1972 diperoleh hasil perhitungan sebesar qult = 2,559 t/m2 < q mak = 17,048 t/m2  dengan demikian juga  struktur yang dimaksud tidak aman. Dengan demikian sebagai alternative digunakan tiang pancang. Analisa Pondasi beban vertikal yang harus ditahan sebesar = 287,07 ton, kekuatan pancang yang mampu menahan beban diatasnya adalah sebesar = 328,32 ton. Jadi kondisi disini akibat beban diatasnya dinyatakan aman. Jika dikontrol akibat beban momen diperoleh hasil  sebesar P mak = 28,707 ton, sedang Pijin sebesar = 32,832 ton. Dalam hal ini  dinyatakan aman.Pemilihan tiang pancang yang diinginkan adalah jika tiang pancang yang digunakan harus mampu menahan beban diatasnya. Kata kunci : Pembebanan, Stabilitas, Analisa Pondasi 
Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Sepsis Neonatus di Rumah Sakit X Purwakarta Rani Hendiyani; Wawaimuli Arozal; Hesty Utami Ramadaniati
JURNAL FARMASI DAN ILMU KEFARMASIAN INDONESIA Vol. 8 No. 3 (2021): JURNAL FARMASI DAN ILMU KEFARMASIAN INDONESIA
Publisher : Universitas Airlangga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20473/jfiki.v8i32021.217-226

Abstract

Pendahuluan: Angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada neonatus disebabkan oleh sepsis. Bakteri sebagai salah satu penyebabnya sehingga antibiotik menjadi salah satu terapi empiris. Penggunaan antibiotik yang tidak rasional dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten sehingga tujuan terapi tidak optimal. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengevaluasi antibiotik yang digunakan oleh pasien sepsis neonatus baik dilihat dari kualitas (metode Gyssens) maupun kuantitas (metode Defined Daily Dose) serta untuk mengetahui hubungan antara rasionalitas obat dengan lama rawat menggunakan uji korelasi Rank Spearman. Metode: Penelitian observasional berdesain potong lintang yang di analisis secara deskriptif analitik. Pengumpulan data pasien secara Prospektif dari bulan Mei - Juli 2019 diperoleh 69 rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil: Dari hasil evaluasi kualitas antibiotik diperoleh penggunaan antibiotik tepat sebanyak 26 pasien (37,7%) dan tidak tepat sebanyak 43 pasien meliputi 56,5%  dosis pemberian antibiotik tidak tepat, 4,3% karena terdapat antibiotik lain yang lebih efektif dan 1,4% adanya pemberian antibiotik terlalu lama sedangkan kuantitas penggunaan antibiotik diperoleh total 12,9 DDD/100 pasien-hari meliputi Ampisilin-sulbaktam 3,25 DDD/100 pasien-hari, Sefoperazone-sulbaktam 4 DDD/100 pasien-hari, Meropenem 2,42 DDD/100 pasien-hari sedangkan nilai DDD yang melebihi nilai standar WHO yaitu Gentamisin 1,94 DDD/100 pasien-hari dan Amikasin 12,9 DDD/100 pasien-hari meliputi Ampicilin-Sulbaktam (3,25), Cefoperazone Sulbaktam (4), Meropenem (2,42) sedangkan nilai DDD yang melebihi nilai standar WHO yaitu gentamicin (1,94) dan Amikasin (1,29). Hasil korelasi diperoleh nilai r = 0,223 (P ≥ 0,05) yang artinya korelasi rendah bahwa tidak menunjukkan adanya hubungan antara rasional obat dengan lama rawat. Kesimpulannya: Penggunaan antibiotik yang tidak tepat masih ada dengan kuantitas melebihi standar WHO.
Off-Label Prescribing in Pediatric Inpatients With Pneumonia in a Children's Hospitaal Hesty Utami Ramadaniati; Heni Safarini; Aishah A Regine
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA Vol 16 No 1 (2018): JIFI
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1766.779 KB) | DOI: 10.35814/jifi.v16i1.433

Abstract

Off-label is a term used in which a drug prescribed outside the official information of the marketing authorization. Off-label prescribing may occur as the result of several factors including lack of clinical trials data involving pediatrics and suitable formulations for medicines commonly prescribed to this fragile population. Objective: This study aimed to estimate the nature and prevalence of off-label prescribing in pediatric inpatients with pneumonia. Material and Methods: a retrospective study was conducted in a study hospital using medical records from pediatric inpatients with pneumonia during the period of January-December 2015. Patient and prescribing data were collected, and drugs were classified as on-label or off-label based on the Indonesia National Drug Information (IONI) and British National Formulary for Children (BNFC). Thereafter, off-label drugs were categorized with a hierarchical system of age, indication, route of administration and dosage. Results: There were 1141 drugs with 77 different types of drug were administered to 207 patient during the study period. The data uncovered that 405 (35,5%) of the drug prescriptions were used off-label based on IONI, and 319 (28%) of the drug were used off-label based on BNFC. Based on IONI and BNFC, most off-label drugs were from anti infection drugs. Conclusion: The prevalence of off-label use in pediatric inpatients with pneumonia is not high. The off-label prescribing may not be necessarily be considered irrational, yet this fact reveals that the use of drugs does not comply with the drug label. Clinical trials for pediatric drugs are essential to provide complete product information for pediatric use.
Intervensi farmasis didokumentasikan untuk membandingkan intervensi aktif farmasis di bangsal berbeda di rumah sakit anak, dan untuk membandingkan faktor yang mempengaruhi penerimaan intervensi farmasis oleh dokter. Peneliti melakukan observasi intervensi HESTY UTAMI RAMADANIATI; YA PING LEE; JEFFERY DAVID HUGHES
JURNAL ILMU KEFARMASIAN INDONESIA Vol 13 No 2 (2015): JIFI
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.164 KB)

Abstract

Pharmacists’ interventions were documented to compare pharmacists’ active interventions in different settings within a children’s hospital and identify the predictors for physician acceptance of the interventions. The investigator observed pharmacists’ interventions between 35-37 days on five study wards. The rates and types of pharmacists’ interventions on the different wards were compared. Multivariate logistic regression analysis was performed to identify the acceptance predictors of the interventions. The Hematology-Oncology Ward had a higher rate of active interventions (2.43 interventions per 100 medication orders) compared to general settings. Dose adjustment was the most frequent interventions in the general settings, whilst drug addition constituted the most common interventions on the Hematology-Oncology. The acceptance degree of intervention by physicians was high. There were three variables predicting the acceptance: patients’ age (OR = 0.893; 95%CI 0.813, 0.981), non high-risk medication (OR = 2.801; 95% CI 1.094, 7.169) and pharmacists’ experience (OR = 1.114; 95%CI 1.033, 1.200). The rate of active interventions on Hematology-Oncology Ward was higher than the general wards.The pattern of the interventions on Hematology-Oncology Ward was different compared to that of other wards. The interventions involving younger patients, non high-risk medications, recommended by more experienced pharmacists increased likelihood of acceptance by physicians.
Home Care Improves Knowledge, Attitude, Practice and Blood Pressure Control in Hypertensive Patients: Exploring the Expanded Role of Community Pharmacists Hesty Utami Ramadaniati; Yusi Anggriani; Sahat Saragi; Ricky Chaerul Yazid
Jurnal Sains Farmasi & Klinis Vol 7, No 3 (2020): J Sains Farm Klin 7(3), Desember 2020
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.693 KB) | DOI: 10.25077/jsfk.7.3.236-243.2020

Abstract

Hypertension remains a leading cause of morbidity and mortality.This study aimed to evaluate the impact of community pharmacists-provided home care on knowledge, attitude, practice (KAP) and blood pressure (BP) control of hypertensive patients. A quasi-experimental study was conducted in two pharmacies in Banten involving hypertensive patients regularly refilling prescriptions. Patients in Pharmacy A were assigned in the intervention group (IG), whilst those in Pharmacy B in the control group (CG). IG received home care in addition to standard care. Questionnaires to assess KAP were distributed at the initiation and end of the study. BP was measured monthly. A total of 110 patients (60 in IG vs 50 in CG) were enrolled. At baseline there was no significant difference in demographic and clinical characteristics. Post-intervention, proportion of patients with ‘good’ knowledge was considerably higher in IG (100%) vs 2.0% in CG, IG demonstrated ‘very ideal’ attitude compared to ‘less ideal’ in CG, IG performed ‘good’ practice as opposed to ‘fair’ practice in CG. The decrease of systolic BP in IG was significantly greater (14.8 mmHg) vs 1.8 mmHg in CG. In conclusion, expanded role of community pharmacists in providing home care improves KAP and BP control in hypertensive patients.
Evaluasi Profil Pengobatan dan Outcome Klinis Penggunaan Insulin Analog pada Pasien BPJS DM Tipe 2 Di RSUP Persahabatan Jakarta Rosdaniati Rosdaniati; Yusi Anggriani; Hesty Utami R; Tri Kusumaeni
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (659.589 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v5i8.1554

Abstract

Insulin digunakan untuk menurunkan glukosa darah dan kadar HbA1C serta dapat mengurangi komplikasi mikrovaskular. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil pengobatan, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan terapi insulin dan untuk mengetahui perbedaan outcome klinis pasien diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan insulin di RSUP Persahabatan. Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif, yang dilakukan secara longitudinal time series. Populasi adalah pasien BPJS DM tipe 2 RSUP Persahabatan periode Januari 2017-Desember 2018 sejumlah 1.100 pasien. Sampel sebanyak 285 diambil dengan rumus Krecjie Morgan. Data berasal dari rekam medis di Instalasi Farmasi Rumah Sakit menggunakan formulir isian dan kuesioner dan diolah serta dianalisa dengan SPSS versi 23. Obat DM oral yang banyak diresepkan adalah Sulfonilurea. Obat non DM yang sering diresepkan adalah obat jantung. Insulin yang sering digunakan berdasarkan jenis adalah insulin Humalog, merk adalah Humalog Mix dan berdasarkan kerja adalah Insulin analog intermediate acting. Berdasarkan outcome klinik, outcome klinik GDP, GDPP dan HbA1C pada pasien usia ≤ 60 tahun atau > 60 tahun secara umum termasuk tidak terkendali/buruk. Berdasarkan hasil uji Kruskall Walls, pada outcome GDP ada perbedaan yang signifikan diantara golongan insulin (minimal ada satu pasang golongan yang berbeda nyata) terhadap outcome GDP. Pada outcome GDPP dan HbA1C tidak ada perbedaan yang signifikan diantara golongan insulin terhadap outcome GDPP dan HbA1C. Berdasarkan hasil uji Mann Whitney, dengan 28 kelompok pasangan insulin, diperoleh hasil nilai outcome klinik GDP berbeda nyata yaitu pada perbandingan terapi antara insulin fast acting dengan insulin analog intermediate acting, begitupun antara insulin fast acting dan kombinasi insulin, baik kombinasi yang menggunakan 2 macam insulin analog, maupun kombinasi antara insulin analog dan ADO. Pada uji nilai outcome klinik GDPP berbeda nyata pada perbandingan terapi antara insulin fast acting maupun insulin long acting dengan kombinasi insulin intermediate acting dan ADO. Pada hasil HbA1c menunjukkan tidak ada perbedaan penggunaan terapi berbagai jenis insulin.
ANALISIS PROFIL PENGOBATAN, BIAYA MEDIS LANGSUNG DAN KUALITAS HIDUP PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT BHAKTI KARTINI KOTA BEKASI Feby Supradono1; Prih Sarnianto; Hesty Utami Ramadaniati; Afton Hidayat
NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial Vol 8, No 8 (2021): NUSANTARA : Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31604/jips.v8i8.2021.2493-2503

Abstract

Penyakit gagal ginjal kronis (GGK) merupakan salah satu penyakit yang dibiayai oleh JKN dengan sistem Ina-CBGs (Indonesia casebased groups, paket pembiayaan berdasarkan kasus di Indonesia). Penetapan tarif ini membuat penyelenggara Unit Hemodialisis (HD) harus melakukan upaya kendali mutu-kendali biaya yang ketat agar tidak mengalami kerugian. Penelitian ini dilakukan untuk melihat kelayakan profil pengobatan riil dibandingkan dengan standar Pernefri (Perkumpulan Nefrologi Indonesia) dan konsekuensi biayanya untuk dibandingkan dengan tarif Ina-CBGs, serta melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan rancangan potong-lintang (cross sectional). Data profil  pengobatan  diambil secara retrospektif dari rekam medis.  Data biaya langsung  diambil secara retrospektif dari dokumen biaya pengobatan pasien GGK. Data kualitas hidup pasien diambil secara  prospektif dari wawancara langsung menggunakan kuesioner EQ-5D tervalidasi dengan analisa regresi linier yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien HD. Populasi pasien 114 pasien dengan 92 pasien kriteria inklusi. Hasil penelitian 92 pasien dengan sosiodemografis diperoleh gambaran jenis kelamin 65,22% laki-laki dan 34,78% Perempuan dengan rentang usia terbanyak 50-59 tahun 42,93%, pekerjaan buruh 38,04% dan status perkawinan terbanyak adalah kawin 92,33%. Penyakit penyerta terbanyak hipertensi 76,09% dengan obat antihipertensi oral candesartan (Angiotensin reseptor-blocker-ARB) dan Amlodipin (calcium chanel-blocker-CCB). Hasil penelitian menunjukkan profil pengobatan 92 pasien diberikan Eritropoietin 1 kali dalam 2 kali HD. Berdasarkan Pernefri rerata biaya perkali kunjungan Rp 676.184 lebih kecil secara signifikan dari standar rumah sakit yaitu Rp 685.000  (p < 0,05, T-test) dan tarif Ina-CBGs yaitu Rp786.200. Dihasilkan nilai kualitas hidup rata-rata adalah 54,73% (p < 0,05, regresi linier), berarti terdapat perbedaan bermakna antara VAS (visual analogical scale) dengan sosiodemografi, biofisiologi dan EQ5D dengan persamaan Y = 82,249 -  5,880*perkawinan - 4,050*mobilitas - 5,270*aktivitas - 5,501*depresi. Dari hasil diatas disimpulkan bahwa terdapat perbedaan biaya langsung medis, biaya ideal dan tarif INA-CBGs. Terdapat perbedaan profil pengobatan terkait penggunaan Eritropoietin yang  mempengaruhi kualitas hidup pasien HD dengan nilai cukup.
Analisis Biaya Medis Langsung Pasien Hemodialisa di Rumah Sakit X Wilayah Bekasi Iin Ruliana Rohenti; Hesty Utami Rahmadaniati; Prih Sarnianto
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia) Jurnal Pharmacy, Vol. 16 No. 02 Desember 2019
Publisher : Pharmacy Faculty, Universitas Muhammadiyah Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (865.229 KB) | DOI: 10.30595/pharmacy.v16i2.5731

Abstract

Pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) tahap akhir diindikasikan untuk memperoleh terapi renal replacement therapy, yaitu dialisis. Dialisis yang dimaksud baik dialisis peritonial maupun hemodialisis. Pembiayaan PGK merupakan peringkat kedua pembiayaan  terbesar dari BPJS kesehatan setelah penyakit jantung. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengobatan dan biaya rata-rata menurut perspektif rumah sakit dibandingkan dengan tarif INA CBGs pada pasien PGK yang menjalani hemodialisa rawat jalan di RS X. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional (retrospektif) menggunakan dokumen rekam medis, data keuangan, dan data pengobatan pasien. Analisis biaya membandingkan biaya riil dengan biaya ideal menggunakan uji Wilcoxon. Data penelitian adalah data kuantitatif. Sampel penelitian ini berjumlah 74 pasien. Hasil penelitian ini menunjukkan biaya riil untuk satu kali kunjungan hemodialisa di RS X adalah sebesar Rp705.523,00. Besaran tarif INA CBGs untuk hemodialisa rumah sakit pemerintah kelas B adalah Rp879.100,00. Biaya ideal untuk manajemen terapi anemia  sebesar Rp1.056.946,00. Analisis biaya riil dengan ideal menyatakan perbedaan bermakna dengan nilai p<0,05 (p=0,018). Biaya riil lebih rendah dari pada tarif INA CBGs. Biaya ideal lebih tinggi daripada tarif INA CBGs.
Analisis Faktor Risiko dan Biaya Sendiri pada Pasien Hemodialisis di Rumah Sakit Dr.Marzoeki Mahdi Bogor Santi Sugiarti Bustam; Prih Sarnianto; Hesty Utami Ramadaniati
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 6 No. 2 (2022): Agustus 2022
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (0.002 KB) | DOI: 10.31004/jptam.v6i2.5003

Abstract

Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah kondisi dimana terdapat kerusakan secara struktural maupun fungsional pada ginjal dan/atau terjadi penurunan glomerulus filtration rate (GFR) hingga kurang dari 60mL/min/1,73m2 yang terjadi selama lebih dari tiga bulan1. PGK merupakan masalah kesehatan global yang mempunyai prevalensi tinggi dan beban biaya tinggi. Sebagian besar faktor risiko berasal dari faktor risiko yang dapat dirubah seperti prilaku yang berhubungan dengan gaya hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi faktor risiko penyakit ginjal, dan meneliti biaya yang dikeluarkan sendiri oleh pasien yang menjalani hemodialisis Metode yang digunakan adalah metode case control sejumlah 200 pasien dengan perbandingan 1:1. Kelompok kasus berasal dari poli hemodialisis dan kelompok kontrol adalah pasien poli penyakit dalam yang tidak terdiagnosa PGK. Analisis faktor risiko dilakukan dengan menggunakan regresi logistik dan biaya dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan penelusuran diperoleh sebaran sosio-demografis sebagai berikut; umur ?40 tahun (53%), perbandingan jenis kelamin (50%:50%), berstatus kawin (87,5%), pendidikan menengah (65,5%), pekerjaan berbasis tenaga (59%), dan merokok (62%). Berdasarkan analisis multivariabel, diperoleh faktor risiko berhubungan dengan PGK adalah : penyakit bawaan (OR=1.6300, P-value=0,001), pekerjaan (OR=26,176, P-value=0,064), hipertensi (OR=181,8, P-value=0,005), merokok (OR=99,38, P-value=0,057), minum air sumur (OR=26,3, P-value=0,095), umur (OR=26,176, P-value=0,064), konsumsi multivitamin dan Herbal (OR=632, P-value=0,022), dan kurang minum (OR=0,11, P-value=0,048). Kesimpulan : 5 faktor yang paling berhubungan dengan terjadinya PGK adalah : umur, pekerjaan berbasis tenaga/otot, konsumsi air sumur, konsumsi multivitamin/herbal dan hipertensi. Rerata biaya dalam satu kali hemodialisis adalah Rp.12.000-Rp.142.133 untuk transportasi, Rp.116.858 untuk peluang produktivitas yang hilang, dan Rp.53.467 untuk pendamping dengan rata-rata waktu pendampingan 3,6 jam/hari.
Faktor-Faktor Penunjang Terkendalinya Kadar Hemoglobin Target Pada Pasien Hemodialisia Dengan Terapi Erytropoietin Nurhasanah, Nurhasanah; Utami, Hesty
Syntax Literate Jurnal Ilmiah Indonesia
Publisher : CV. Ridwan Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (481.978 KB) | DOI: 10.36418/syntax-literate.v5i11.1786

Abstract

Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah anemia. Salah satu parameter yang biasa diperiksa pada pasien PGK yang sedang menjalani hemodialisis adalah kadar hemoglobin (Hb). Tujuan dalam penelitian ini adalah melihat hubungan antara usia, jenis kelamin, lama menjalani hemodialisa, obat-obatan dengan kadar hemoglobin pada pasien yang menjalankan hemodialisa. Penelitian ini menggunakan studi prospektif pada pasien gagal ginjal kronik yang melakukan tindakan hemodialisa di ruang rawat jalan Rumah Sakit Usada Insani Tangerang selama tahun 2017, dengan jumlah populasi 217 orang. Instrumen penelitian berasal dari data primer hasil laboratorium pemeriksaan kadar hemoglobin setiap awal bulan atau setelah 4 minggu pemberian eritropoietin. Data sekunder menggunakan pengambilan data rekam medik dan formulir pengumpulan data pasien hemodialisa. Variabel dependen kadar hemoglobin mengambilan data dari Hb rata-rata dengan pengambilan minimal 3 titik dan independen adalah usia, jenis kelamin, lama hemodialisa dan obat-obat suplemen yang mempengaruhi produksi Hb. Kelima variabel independen ini diasumsikan mempengaruhi variabel dependen. Analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dan uji Spearmans rho correlation. Hasil penelitian menunjukkan sig usia 0.882>0.05, sig lama hemodialisa 0.819>0.05, sig suplemen 0.24>0.05 yang mempunyai arti secara uji pengolahan data statistik yaitu tidak ada hubungan antara usia, lama hemodialisa dan suplemen, Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya hubungan antara usia, jenis kelamin, lama menjalani hemodialisa dan suplemen yang mempengaruhi target Hemoglobin dengan nilai hemoglobin. Berdasarkan hasil penelitian di ruangan hemodialisis di RS Usada Insani Tangerang didapatkan semua pasien penyakit ginjal kronik mengalami penurunan Hb