Articles
RLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN YANG DIPEKERJAKAN PADA MALAM HARI
Gede Kurnia Uttara Wungsu;
I Ketut Wirawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 5 No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (192.678 KB)
Penelitian ini berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Yang Dipekerjakan Pada Malam Hari”. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk dapat menjelaskan bahwa tenaga kerja perempuan yang dipekerjakan pada malam hari berhak mendapatkan perlindungan khusus daripada pekerja laki-laki. Adapun metode penulisan yang dipakai dalam hal penelitian ini adalah metode yuridis empiris yaitu meneliti kasus-kasus yang pernah terjadi yang terkait dengan penelitian ini dengan tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perlindungan hukum terhadap perempuan yang dipekerjakan pada malam hari tidak saja dilaksanakan oleh pelaku usaha, tetapi kementrian/lembaga terkait dan pemerintah daerah juga wajib melindungi perempuan atas pelanggaran hak-haknya.
AKTIVITAS JUAL-BELI PRODUK REFURBISH SECARA KOMERSIAL PADA PONSEL BERMEREK APPLE DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN DI INDONESIA
Ngurah Manika Arya Putra;
I Ketut Wirawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 4 No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (160.581 KB)
Merek menentukan tinggi rendahnya status sosial seseorang sehingga para konsumen cenderung mengorbankan banyak dana hanya untuk hal tersebut. Fenomena ini terjadi pada pengguna produk smartphone refurbish bermerek Apple yang oleh karena mereknya, para konsumen bersedia hak sebagai konsumennya dikesampingkan. Persoalan yang menarik disini adalah pada penjualan produk smartphone refurbish. Apabila mengacu pada kebijakan Apple Incoorporation maka smartphone refurbish bermerek Applehanya dapat diperdagangkan oleh perusahaan yang telah memiliki sertifikat autoritized reseller. Namun justru realitanya terbalik, dimana penjualan smartphone refurbish bermerek Apple banyak diperjualbelikan secara komersial di gerai Handphone. Persoalannya adalah (1) Apakah konsumen yang membeli barang refurbish tersebut mendapatkan perlindungan hukum? (2) Kepertanggungjawaban apakah yang dapat dikenakan pelaku usaha refurbish iphone bermerek Apple di Indonesia? Penyusunan jurnal ini dilaksanakan dengan metode penelitian normatif dengan didukung oleh beberapa bentuk pendekatan yakni pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan analisis dan sintetis. Kesimpulan yang dihasilkan dalam jurnal ini adalah (1) Penjualan ponsel refurbish bermerek Apple belum mendapatkan perlindungan hukum sebab tidak terdapat paten khusus atas ponsel refurbish bermerek Apple; (2) Pertanggungjawaban yang dibebankan kepada konsumen oleh pelaku usaha telah menyimpang dari kewajibannya dalam Pasal 7 huruf d UU Perlindungan Konsumen yakni untuk menjamin mutu produk sehingga ponsel refurbish bermerek Apple yang telah memiliki paten di Indonesia tidak memiliki kekuatan hukum. Kata Kunci : perlindungan konsumen, jual, beli,produk Refurbish, Apple.
PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN UMKM DALAM UNDANG-UNDANG NO. 10 TAHUN 2009 TENTANG KEPARIWISATAAN
Ni Nyoman Tina Savitri;
I Ketut Wirawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol. 01, No. 05, Juli 2013
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (27.985 KB)
The main problem of the reserach presented this writing is related tothe organization of law protection and the enforcement of UMKM in theIndonesian Constitution, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009. Theresearch belongs to normative law research with statue approach andanalitical conceptual approach. The result of the research shows that theUndang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 on Tourism has organized theProtection and the Enforcement of UMKM. However, the stipulation is stillshort, insufficient, and needs to be followed kup with the formation ofRegional Regulation jfor the shake of enforcing the UMKM.
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PERIKLANAN YANG MERUGIKAN PIHAK KOSNUMEN
I Gusti Agung Mayadianti;
I Ketut Wirawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 6 No 7 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (210.88 KB)
Makalah ini berjudul, Tanggung Jawab Pelaku Usaha Terhadap Periklanan Yang Merugikan Pihak Konsumen Makalah ini menggunakan metode normatif dan pendekatan perundang-undangan. Didalam upaya menarik minat konsumen, pelaku usaha memasarkan produknya (barang dan/atau jasa) melalui iklan. Namun sering kali terjadi bahwa iklan memberikan informasi tentang suatu produk yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya sehingga pelaku usaha dianggap memperdayakan kepercayaan konsumen. Konsumen yang merasa dirugikan berhak meminta ganti rugi dan pertanggungjawaban dari pihak pelaku usaha, yang telah diatur didalam pasal 19 dan 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha periklanan terdiri dari pengiklan, perusahaan iklan, dan media periklanan. Semua pelaku usaha periklanan harus bertanggung jawab sesuai dengan keterlibatannya dalam proses pembuatan iklan. Pelaku usaha dapat dituntun ganti rugi berdasarkan wanprestasi atau pun perbuatan melawan hukum. Dengan melanggar larangan periklanan maka pelaku usaha terkena sanksi administratif dan sanksi pidana.
STATUS KEPERDATAAN PELAKU TRANSSEXUAL DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Ida Bagus Abhimantara;
I Ketut Wirawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 5 No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (296.92 KB)
Tulisan yang berjudul Status Keperdataan Pelaku Transsexual Dalam Hukum Positif di Indonesia dilatarbelakangi oleh tidak adanya peraturan perundang – undangan yang mengatur secara khusus mengenai transsexual maupun prosedur pergantian kelamin di Indonesia. Tujuan dari tulisan ini agar para pelaku transsexual mengetahui status keperdataan mereka dan prosedur pergantian kelamin dalam hukum positif Indonesia. Metode penulisan dalam tulisan ini menggunakan metode hukum normatif. Status keperdataan pelaku transsexual dapat dilihat di dalam Pasal 13–16 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang pembetulan akta-akta catatan sipil dan tentang penambahan didalamnya baik pergantian nama maupun jenis kelamin. Prosedur pergantian kelamin harus mendapatkan penetapan Pengadilan Negeri dengan surat keterangan dari rumah sakit lalu di daftarkan ke catatan sipil sebagai peristiwa penting lainya yang dimana tata cara pencatatan peristiwa penting lainya diatur dalam Pasal 97 ayat (4) Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
PENERAPAN PENGGUNAAN MATA UANG RUPIAH BAGI PELAKU USAHA PERDAGANGAN LUAR NEGERI
Ida Ayu Reina Dwinanda;
I Ketut Wirawan
Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum Vol 5 No 1 (2017)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (229.602 KB)
Tulisan ini berjudul penerapan penggunaan mata uang rupiah bagi pelaku usaha perdagangan luar negeri. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang menetapkan rupiah sebagai alat pembayaran yang sah sebagai simbol kedaulatan Negara. Kewajiban penggunaan rupiah untuk setiap transaksi di dalam negeri dan memberikan pengecualian terhadap transaksi perdagangan luar negeri. Tujuan dari penulisan ini, untuk menjelaskan kewajiban penggunaan rupiah dengan memberikan pengecualian terhadap transaksi perdagangan luar negeri melalui perjanjian tertulis. Metode yang digunakan pada tulisan ini metode penelitian normatif, dengan menganalisa Undang – Undang nomor 7 tahun 2011 Tentang Mata Uang dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/ 3/ PBI/ 2015 Tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah Di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk menjaga nilai mata uang rupiah, kewajiban dan pengecualian terhadap kewajiban penggunaan tersebut harus adanya batasan nilai setiap transaksi bagi pelaku usaha perdagangan luar negeri.
PENGATURAN JANGKA WAKTU KEPEMILIKAN RUMAH TUNGGAL OLEH ORANG ASING DI ATAS TANAH HAK PAKAI ATAS HAK MILIK
I Dewa Made Nhara Prana Pradnyana;
Ida Bagus Wyasa Putra;
I Ketut Wirawan
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p09
Jangka waktu orang asing untuk dapat memiliki rumah tunggal di atas tanah hak pakai atas hak milik berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2015 bertentangan dengan jangka waktu yang dapat dimiliki orang asing atas tanah hak pakai atas hak milik berdasarkan Pasal 49 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. Berdasarkan kondisi tersebut, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik; (2) Bagaimanakah formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik? Berangkat dari adanya konflik norma, penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan historis. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier yang dikumpulkan dengan teknik bola salju. Teknik analisis bahan hukum yang digunakan adalah teknik deskripsi, komparasi, evaluasi dan argumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Karakteristik masalah pengaturan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik dari diberlakukannya Pasal 7 PP No. 103 Tahun 2015 berdasarkan asas Lex specialis derogat legi generali sehubungan dengan adanya konflik norma antara lain meliputi: ketidaksesuaian antara pengaturan jangka waktu tanah hak pakai atas hak milik oleh orang asing dan Warga Negara Indonesia; dan tidak diakomodirnya bentuk akta sehubungan dengan perpanjangan jangka waktu kepemilikan rumah tunggal oleh orang asing di atas tanah hak pakai atas hak milik; (2) Formulasi kebijakan pengaturan pemecahan masalah berhubungan dengan dilakukannya revisi terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan yang langsung berkaitan dengan karakteristik permasalahan yang ada sebagai langkah pengharmonisasian norma. Kata Kunci: Jangka Waktu, Rumah Tunggal, Hak Pakai atas Hak Milik, Orang Asing.
PENUNJUKAN DESA PAKRAMAN SEBAGAI SUBYEK HAK PEMILIKAN BERSAMA (KOMUNAL) ATAS TANAH BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG /KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 276/KEP-19.2/X/2017
Anak Agung Ayu Intan Puspadewi;
I Made Arya Utama;
I Ketut Wirawan
Acta Comitas Vol 3 No 1 (2018)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2018.v03.i01.p16
Pada tanggal 23 oktober 2017 ditetapkan Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 Tentang Penunjukan Desa Pakraman Sebagai Subyek Hak Pemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah. Keputusan Menteri tersebut telah memberikan penegasan terhadap pengakuan desa pakraman sebagai masyarakat hukum adat di Provinsi Bali. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, bagaimanakah memaknai konsep komunal atas tanah yang digunakan dalam Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 terkait keberadaan desa pakraman dan bagaimanakah konsekuensi yuridis Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 terhadap desa pakraman sebagai subyek hak pemilikan bersama (komunal) atas tanah. Untuk menjawab rumusan masalah tersebut penulis menggunakan jenis penelitian hukum normatif, menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan analisis dan konsep hukum. Sebagai hasil kesimpulan dalam penelitian ini adalah makna komunal atas tanah yang digunakan dalam Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 menegaskan bahwa hak komunal yang dimaksud merupakan hak pemilikan bersama masyarakat hukum adat dan merupakan hak atas tanah yang dapat disertipikatkan dan Konsekuensi yuridis terhadap penunjukan desa pakraman sebagai subyek hak pemilikan bersama (komunal) atas tanah menimbulkan hak dan kewajiban yang melekat bahwa tanah-tanah desa pakraman dapat didaftarkan ke kantor pertanahan dan desa pakraman berhak untuk mengurus urusan wilayahnya untuk membuat perjanjian dengan pihak ketiga sesuai dengan kesepakatan. Kata Kunci : Desa Pakraman, Hak Komunal, Pendaftaran Tanah
PERALIHAN STATUS KEPEMILIKAN TANAH WARISAN MENJADI TANAH PELABA PURA DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT BALI (STUDI KASUS DI DESA ADAT CANGGU)
Alim Prabowo;
I Wayan Windia;
I Ketut Wirawan
Acta Comitas Vol 2 No 2 (2017)
Publisher : Universitas Udayana
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.24843/AC.2017.v02.i02.p14
Someone who can be regarded as the heir is a person who fulfills the conditions and certain obligations that he is entitled to inherit. In connection with this case, it will be explained regarding liability issues of a child (swadharama). If someone gets inheritance but he has changed his religion then how does the inheritance status. The issue of this research is why the status of land ownership inheritance can be turned into Pelaba Pura land in balinese folks costumary law and how does the process of inheritance land ownership transfer into a Pelaba Pura land in balinese folks customary law in traditional village of canggu. Type of research used was empirical legal research conducted in the village of Canggu. It was a descriptive study. This study used primary and secondary data sources. Data collection techniques in this research were observation, interview and document study. Data processing and analysis techniques used in this study generally consisted of three stages of data analysis: data reduction, data display, and data verification stage. Results of the study on the considered problem was that the status of inheritance land ownership can be turned into Pelaba Pura land in in balinese folks costumary law because of religion change eliminates a person's status as a heir. Only descendants with Kapurusa status were deemed capable of taking care and continuing family’s Swadharma (responsibility), both in relation to parahyangan (Hindu’s belief), pawongan (Hindus), and palemahan (preservation of the natural environment in accordance with the Hindu’s belief). Thus it is the same as the person who left the family responsibilities (ninggal kedaton), and are therefore considered not entitled to inheritance in families. The ownership process of inheritance land that become Pelaba Pura land in customary law community of Canggu Bali. A single heir who has switched religions can no longer be regarded as an heir. Therefore disputed inheritance from the past until now has been dominated by Canggu custom banjar as pengemong and pengempon Khayangan temples of Canggu custom banjar hereditary. In this case the land is used as Pelaba Pura land which proposed sporadically. Existence of land belonging to the temple already has a legal basis, namely by the presence of Government Regulation No. 38 of 1963 On Legal institution to Have Properties of Land which was reaffirmed by the Decree of Home Affairs Ministry of Indonesia SK / 556 / DJA / 1986 on the appointment of Temple As a Religious Legal Entity That Can Have Reserved Land Rights.