Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Penanganan Korban Kekerasan Seksual Di Lingkungan Perguruan Tinggi Zarkasi, A; Siregar, Elizabeth
PAMPAS: Journal of Criminal Law Vol. 5 No. 3 (2024)
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pampas.v5i3.37274

Abstract

This study is aimed at understanding forms of sexual violence in higher education, both verbal, non-verbal, physical and non-physical, both direct and indirect, which are not yet understood by the academic community. Apart from that, to analyze how victims of sexual violence are handled in higher education environments based on Minister of Education and Culture Regulation Number 30 of 2021 concerning Prevention and Handling of Sexual Violence in Higher Education Environments. Based on the provisions of the Minister of Education and Culture, there are 21 types or forms of sexual violence regulated in this regulation, some of the acts in the Minister of Education and Culture and Technology have never previously been regulated in criminal law regulations. Handling sexual violence in the tertiary environment is carried out by providing assistance, protection, imposing administrative sanctions and recovering victims. Administrative sanctions will be imposed if the perpetrator is proven guilty. In the event that the perpetrator has carried out sanctions, whether mild or moderate, the obligation that the perpetrator must carry out is to carry out counseling, in accordance with Article 14 Number 5 and Number 7. However, this article is not clear regarding the criteria for a credible institution to carry out counseling and there are no assessment indicators that contain that the perpetrator has no potential to repeat the act and can carry out activities again on campus. Because this is important, because only on the basis of this counseling report can the university leadership issue a certificate stating that the perpetrator has carried out sanctions and can carry out activities on campus. Suggestions from the discussion, regarding the forms of sexual violence regulated in the Minister of Education and Culture Regulation, require explanations and concrete forms of abstract types of sexual violence. Furthermore, it is necessary to include in the Permendikbudristek guidelines regarding the criteria for counseling institutions for perpetrators, as well as indicators to be able to state that the perpetrator has no potential to repeat the act. ABSTRAK Kajian ini ditujukan untuk memahami bentuk kekerasan seksual di perguruan tinggi, baik yang bersifat verbal, non verbal, fisik dan non fisik, baik secara langsung maupun tidak langsung yang belum dipahami civitas akademika. Selain itu, untuk menganalisis bagaimana penanganan korban kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi berdasarkan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Berdasarkan ketentuan Permendikbudristek ada 21 jenis atau bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam peraturan tersebut, yang beberapa perbuatan dalam Permendikbudristek tersebut tidak pernah diatur sebelumnya dalam aturan hukum pidana. Penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi dilakukan dengan memberikan pendampingan, pelindungan, pengenaan sanksi administrasi dan pemulihan korban. Pengenaan sanksi administrasi dilakukan jika pelaku terbukti bersalah. Dalam hal pelaku telah melaksanakan sanksi baik ringan maupun sedang, kewajiban yang harus dilakukan pelaku menjalankan konseling, sesuai Pasal 14 Angka 5 dan Angka 7. Namun pasal ini, belum jelas, terkait kriteria lembaga yang kredibel untuk melaksanakan konseling dan tidak ada indikator penilaian yang memuat bahwa pelaku tidak berpotensi mengulang perbuatan dan dapat melaksanakan aktivitas kembali di kampus. Sebab hal ini menjadi penting, karena hanya atas dasar laporan konseling inilah pimpinan perguruan tinggi dapat mengeluarkan surat keterangan yang menyatakan bahwa pelaku telah melaksanakan sanksi dan dapat berkegiatan di kampus. Saran dari pembahasan, terkait bentuk kekerasan seksual yang diatur dalam Permendikbudristek perlu penjelasan dan bentuk konkrit jenis kekerasan seksual yang bersifat abstrak. Selanjutnya perlu dimuatkan dalam pedoman Permendikbudristek terkait kriteria lembaga konseling pelaku, serta inidkator untuk dapat dinyatakan bahwa pelaku tidak berpotensi mengulangi perbuatan.
PERAN MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN NARKOTIKA DI DESA PASAR JUJUN KECAMATAN KELILING DANAU KABUPATEN KERINCI Haryadi, Haryadi; Zarkasi, A
Jurnal Karya Abdi Masyarakat Vol. 1 No. 1 (2017): Jurnal Karya Abdi Masyarakat
Publisher : LPPM Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (100.309 KB) | DOI: 10.22437/jkam.v1i1.3722

Abstract

Pengabdian yang dilakukan pada masyarakat ini dilatarbelakangi dengan adanya permasalahan terhadap terutama generasi muda yang berkaitan dengan pemahaman terhadap bahaya narkotika. Di lapangan dan berdasarkan data yang di peroleh menunjukkan bahwa peredaran narkotika tidak hanya terjadi di wilayah perkotaan akan tetapi sudah meluas sampai desa, tentu dalam hal ini sangat mengkhawatirkan dan akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan generasi muda. Pengabdian ini dilaksanakan di Kabupaten Kerinci Kecamatan Keliling Danau di Desa pasar Jujun/Desa Jujun. Pelaksanaan Pengabdian pada masyarakat di lakukan dengan penyuluhan dan sosialisasi serta tanya jawab dan juga dengan cara menyebarkan brosur tentang bahaya narkotika bagi generasi muda. Dengan kegiatan itu diharapkan generasi muda dan tokoh masyarakat lebih memahami akan bahaya narkotika dan berperan aktif dalam pencegahan peredaran narkotika. Adapun tujuan dilakukan kegiatan pengabdian ini diharapkan generasi muda dan tokoh masyarakat dapat peran aktif, berpartisaipasi, dan peduli terhadap bahaya narkotika. Untuk menjawab permasalahan, solusi yang ditawarkan adalah dilakukan berupa penyampaian informasi dari narasumber, tanya jawab dan diskusi, berkaitan dengan bahaya narkotika. Dari hasil penyuluhan yang dilakukan hal yang dihasilkan yakni bertambahnya ilmu pengetahuan generasi muda tokoh masyarakat terhadap bahaya narkotika, serta dapat meningkatkan kepatuhan terhadap Undang-Undang Narkotika, serta tumbuhnya sikap kewaspadaan dan berperan aktif dalam memerangi peredaran narkotika pada lingkungan masyarakat sehingga tercipta lingkungan yang bebas dari Narkotika.
Penggantian Calon Legislatif Terpilih Dalam Pemilihan Umum Oleh Partai Politik Sebelum Pelantikan Menurut Perspektif Peraturan Perundang-Undangan Mayasari, Vevryka; Hartati, Hartati; Zarkasi, A.
Disiplin : Majalah Civitas Akademika Sekolah Tinggi Ilmu Hukum sumpah Pemuda Vol. 31 No. 1 (2025)
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46839/disiplin.v31i1.147

Abstract

The party serves as a strategic intermediary between the process of government and the people. Many assert that political parties essentially dictate democracy. Quoted from the Association for elections and democracy (Perludem) explained that in the 2024 legislative general election there were many replacements for elected legislative candidates by the bearer party for unclear reasons. Replacing elected candidates before inauguration is on the rise, likely because it is easier to do so than after inauguration. However, this practice distorts popular sovereignty because it contradicts the open proportional electoral system, which states that the candidate with the most votes must be the one who holds office. From the legislative side, the issues that will be discussed in this study are the legality and procedures for replacing legislative candidates elected by political parties in the general election before the inauguration. According to the findings of the study, the Basic Rules of political parties (AD) and household rules (ART) govern the process of dismissing party members, allowing them to replace elected legislative candidates in presidential elections. There is a gap in the entry of certain interests in the dismissal of members of political parties. First, the party Governing Council at the regional level can propose the dismissal of party members, the regional-level party Governing Council has the right to propose the names of party members to be dismissed. Second, the party's Central Governing Council no longer re-verifies the proposal and immediately issues a direct determination.
Kewenangan Pemerintah Provinsi Dalam Penetapan Nilai Jual Kendaraan Bermotor di Indonesia Gultom, Anggiat Sahat Maruli; Zarkasi, A.; Arfa’i, Arfa’i
Badamai Law Journal Vol 10, No 1 (2025)
Publisher : Program Magister Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/damai.v10i1.21608

Abstract

Artikel ini bertujuan menganalisis kewenangan pemerintah Provinsi dalam penetapan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) yang merupakan landasan penting dalam perhitungan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), yang menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi pemerintah daerah. Keterlambatan Peraturan Menteri Dalam Negeri yang mengatur Penetapan NJKB tahun berjalan berdampak signifikan terhadap pelaksanaan kewenangan pemerintah Provinsi dalam penetepan NJKB tahun sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterlambatan ini menyebabkan ketidakpastian hukum yang berdampak pada pelaksanaan kewenangan pemerintah Provinsi serta menciptakan ketidakpastian bagi pemilik kendaraan dan pihak dealer dalam pendaftaran dan pembayaran pajak. Kesimpulannya, diperlukan mekanisme yang lebih efisien dalam pengundangan peraturan guna menghindari kekosongan hukum, sehingga menjadi pedoman yang lebih jelas bagi pelaksanaan kewenangan pemerintah Provinsi di masa mendatang.