Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENGARUH BLEOMISIN TERHADAP PEMBENTUKAN SEROMA PASCA MASTEKTOMI PADA KELINCI Hery Susilo
Maduranch : Jurnal Ilmu Peternakan Vol 6, No 1 (2021): MaduRanch: Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan
Publisher : Universitas Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (300.098 KB) | DOI: 10.53712/maduranch.v6i1.1068

Abstract

Seroma merupakan penumpukan cairan serous yang merupakan permasalahan yang sering ditemukan setelah tindakan pembedahan pada payudara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian bleomisin terhadap terjadinya seroma pada kelinci yang dilakukan mastectomy dan diseksi axilla. Metode penelitian penelitian ini merupakan true eksperimental design dengan menggunakan hewan coba kelinci. Hasil penelitian didapatkan terddapat perbedaan yang signifikan (p=0,001). antara rata-rata volume seroma pada kelompok Kontrol sebesar 3,09 ± 1.6 ml dan rata-rata volume seroma pada kelompok bleomisin sebesar 0,46 ± 0,44 ml. rata-rata VEGF seroma pada kelompok bleomisin sebesar 39,12± 16,45 ng/L dan rata-rata VEGF seroma pada kelompok kontrol sebesar 4,05 ± 1,94 ng/L berbeda siginifikan dengan p=0.002. Jumlah pembuluh darah pada kelompok Bleomisin sebesar 2,49 ±0,68/lpb, jumlah ini lebih kecil daripada jumlah pembuluh darah pada kelompok kontrol sebesar 9,47 ± 3,51 sel/lpb , jumlah tersebut berbeda secara signifikan (P=0,002).Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian Bleomisin pada kelinci post mastektomi menurunkan volume seroma, menurunkan jumlah pembuluh darah dan menurunkan kadar VEGF pada proses pembentukan seroma.
PENGARUH PEMBERIAN SKLEROTING AGENT (BLEOMISIN) TERHADAP KELINCI (Oryctolagus cuniculus) PASCA MASTEKTOMI Hery Susilo; J.D.P. Wisnubroto; Nanda Nanda
Jurnal Agriovet Vol. 3 No. 2 (2021): JURNAL AGRIOVET
Publisher : LPPM UNIVERSITAS KAHURIPAN KEDIRI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51158/agriovet.v3i2.467

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberianbleomisin terhadap terjadinya seroma pada kelinci yang dilakukanmastectomy dan diseksi axilla. Penelitian ini menggunakan metodetrue eksperimental design dengan menggunakan hewan coba kelinci.Hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan (p=0,001)antara rata-rata volume seroma pada kelompok kelinci kontrol sebesar3,09 ± 1.6 ml dan rata-rata volume seroma pada kelompok kelincibleomisin sebesar 0,46 ± 0,44 ml. Rata-rata VEGF seroma padakelompok bleomisin sebesar 39,12± 16,45 ng/L dan rata-rata VEGFseroma pada kelompok kontrol sebesar 4,05 ± 1,94 ng/L berbedasiginifikan (p=0.002). Jumlah pembuluh darah pada kelompokBleomisin sebesar 2,49 ±0,68/lpb, jumlah ini lebih kecil daripadajumlah pembuluh darah pada kelompok kontrol sebesar 9,47 ± 3,51sel/lpb (P=0,002). Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberianBleomisin pada kelinci pasca mastektomi menurunkan volume seroma,menurunkan jumlah pembuluh darah dan menurunkan kadar VEGFpada proses pembentukan seroma. Kata Kunci : Bleomisin, Kelinci, Kesehatan Kelinci, Seroma
Effect of Simvastatin Administration on ALP (Alkaline Phosphatase) Level in Wistar Rat's Femur Fracture Hery Susilo; Edi Mustamsir; Wanda Gusta Rai
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol. 32 No. 2 (2022)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jkb.2022.032.02.2

Abstract

Metabolism of the bone healing process can be monitored by Bone formation marker, such as alkaline phosphate (ALP). Simvastatin is known to increase bone marker formation in the repair phase, but its effects on the ALP level have not been known yet. This study aimed to determine the effect of oral simvastatin administration on the expression of ALP level in femur fracture healing in a rat model of femur fracture. The research method was experimental post-test only using 18 Rattus norvegicus rats which were divided into 3 groups, namely the control group for femur fracture (Control), femoral fracture group and giving simvastatin 0.36 mg/day for 2 weeks (Treatment I), and femur fracture group and administration of simvastatin 0.36 mg/day for 4 weeks (Treatment II). ALP levels were measured at 0, 2, and 4 weeks. The results showed an increase in ALP levels in the simvastatin treatment group compared to the control group (p<0.05). It can be concluded that the administration of simvastatin increased ALP levels in rat femoral fractures.
HUBUNGAN ANTARA EKSPRESI CYCLIN D1 DAN SMOOTH MUSCLE ACTIN DENGAN KARSINOMA SEL BASAL KELOMPOK RISIKO REKURENSI RENDAH DAN TINGGI Berlian Anggraeni Putri; Diah Prabawati Retnani; Hendy Setyo Yudhanto; Holipah; Rose Khasana Dewi; Hery Susilo
Majalah Kesehatan FKUB Vol. 9 No. 2 (2022): Majalah Kesehatan
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/majalahkesehatan.2022.009.02.1

Abstract

Kanker kulit yang tersering dikelompokkan menjadi kanker kulit melanositik dan nonmelanositik. Kanker kulit nonmelanositik menempati urutan kelima terbanyak dari seluruh jenis kanker di dunia dengan jenis yang paling sering adalah karsinoma sel basal. Secara histopatologis karsinoma sel basal dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok risiko rekurensi rendah dan tinggi. Sifat Karsinoma sel basal yang proliferatif dan invasif membutuhkan marker yang dapat memprediksi keduanya, di antaranya adalah cyclin D1 dan smooth muscle actin (SMA). Penelitian ini untuk membuktikan adanya hubungan antara ekspresi cyclin D1 dengan karsinoma sel basal kelompok risiko rendah dan tinggi. Desain penelitian adalah observasional analitik dengan metode cross-sectional, sampel penelitian karsinoma sel basal ditetapkan sebanyak 30 sampel, terdiri dari 15 sampel kelompok risiko rekurensi rendah dan 15 sampel kelompok risiko rekurensi tinggi. Ekspresi cyclin D1 dan SMA pada sediaan imunohistokimia dinilai secara semi kuantitatif pada masing-masing kelompok kemudian akan dilakukan uji chi-square. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekspresi cyclin D1 memiliki hubungan dengan karsinoma sel basal kelompok risiko rekurensi rendah dan tinggi (p = 0,008 < 0,05), namun tidak berhubungan dengan ekspresi SMA (p = 0,389 > 0,05). Ekspresi cyclin D1 pada karsinoma sel basal kelompok risiko rendah memiliki skor yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok risiko rekurensi tinggi. Sementara pada SMA tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Kesimpulan penelitian ini, ekspresi cyclin D1 memiliki hubungan dengan karsinoma sel basal kelompok risiko rekurensi rendah dan tinggi, sedangkan SMA tidak berhubungan.  
Comparison of Methanolic Extract of Piper Betle to Amikacin against the Growth of Pseudomonas aeruginosa Azalia Ayu Rysaputri; Hery Susilo; Dwi Yuni Nur Hidayati; Irene Ratridewi
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol. 32 No. 3 (2023)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jkb.2023.032.03.3

Abstract

Pseudomonas aeruginosa is one of the most common pathogens that cause Healthcare-Associated Infections (HAIs). A previous study stated that Piper betle L. extract has antibacterial activity against certain bacteria, including Pseudomonas aeruginosa. This study has the objective of comparing antibacterial activity of the methanolic extract of Piper betle L. and amikacin on the growth of Pseudomonas aeruginosa. This study used the tube dilution method with a sample of Pseudomonas aeruginosa from Microbiology Laboratory Dr. Saiful Anwar General Hospital, Malang. The results of this study showed that the value of MIC and MBC from the methanolic extract of the Piper betle L. treatment was 4800μg/mL. Meanwhile, the amikacin treatment resulted in 0.4μg/mL for MIC and 0.45μg/mL for MBC. From linear regression, it was found that the methanolic extract of Piper betle L. had a β-coefficient value closer to -1 compared to amikacin. Therefore, it can be concluded that the methanolic extract of Piper betle L. has a greater inhibiting effect on the growth of Pseudomonas aeruginosa.