Akhmad Ismail
Unknown Affiliation

Published : 15 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SIRIH MERAH (PIPER CROCATUM) TERHADAP GAMBARAN LIMFOSIT DARAH TEPI STUDI PADA MENCIT BALB/C YANG DIINFEKSI SALMONELLA TYPHIMURIUM Levina Ameline Moelyono; Akhmad Ismail; Neni Susilaningsih
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 6, No 2 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.548 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i2.18592

Abstract

Latar Belakang: Flavonoid merupakan  senyawa yang terkandung dalam ekstrak daun sirih merah, yang memiliki sifat antikanker, antiseptik, antiinflamasi, dan imunomodulator. Sebagai imunomodulator, flavonoid dapat meningkatkan respon TH1 yang merupakan komponen sistem imun adaptif yang dimediasi limfosit T CD4+, yang berperan pada imunitas terhadap bakteri intraseluler, seperti Salmonella Typhimurium.  Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun sirih merah terhadap gambaran limfosit darah tepi mencit Balb/c yang diinfeksi Salmonella  Typhimurium.  Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan post test only control group design. Sampel sebanyak 25 ekor mencit Balb/c yang  memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan randomisasi menjadi 5 kelompok dan kemudian dilakukan adaptasi selama 7 hari. Kelompok K1 diberi ekstrak daun sirih merah dengan dosis 10 mg/hari/mencit selama 14 hari. Kelompok K2 diinfeksi dengan Salmonella Typhimurium sebanyak 105 CFU  intraperitoneal pada hari ke-10. Kelompok P1, P2, dan P3 diberi ekstrak daun sirih merah per oral dengan dosis masing-masing 10, 30, dan 100 mg/mencit/hari selama 14 hari dan diinfeksi dengan Salmonella Typhimurium sebanyak 105 CFU intraperitoneal pada hari ke-10. Pada hari ke-22 dilakukan pengambilan sampel.Hasil : Rerata presentase limfosit  tertinggi didapatkan pada kelompok P3 (mean=59.20±6.535). Pada  uji Post Hoc Tukey didapatkan adanya perbedaan signifikan gambaran limfosit darah tepi antar kelompok P1 dan P3 (p=0.048).  Simpulan: Terdapat peningkatan presentase limfosit darah tepi yang signifikan pada kelompok P3 dibanding kelompok P1. 
MORTALITAS OPERASI JANTUNG CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT DI RSUP DR KARIADI SEMARANG PERIODE JANUARI 2014 - DESEMBER 2014 Gina Amalia Harahap; Widya Istanto Nurcahyo; Akhmad Ismail
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 2 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (313.649 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i2.11822

Abstract

Background: Coronary Heart Disease can occur due to the formation of blockages in the heart arteries. The escalation of patients with this disease can not be separated from the influence of modern and instant lifestyle. One of the management are by doing CABG surgery. To change the society’s paradigm that heart surgery is a scary thing, cardiac surgery at a hospital, the patient's mortality data, can be used as the parametes to measure the quality of heart valve surgery in a hospital.Aim: To find out data on mortality in cardiac surgery department in a case of CABG surgery in Dr. Kariadi Hospital Semarang from January 2014- December  2014.Methods: This study is a descriptive study, with random sampling, using secondary data from medical records of the Medical Record Department,  ICU (Intensive Care Unit) and Installation of Central Surgery Dr. Kariadi Hospital Semarang from January 2014- December  2014. Data are classified by the type of CABG operation by looking at mortality risk factors: gender, age, disease diagnosis, CPB time, cross-clamp time, longer ICU stay, length of ICU ventilators and cause of death.Result: The number of patients of CABG surgery in Dr. Kariadi Hospital Semarang on January 2014- December  2014 were as many as 28 people. The number of patients who died was 4 people (14,3%). Most cause of death was shock cardiogenic5 (50%)Conclusion: During the period of January 2014- December  2014, the death rate of the CABG surgery at Dr. Kariadi Hospital Semarang was 14,3%
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS HEPAR MENCIT BALB/C JANTAN YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN Prasityvia Bakti Pratama; Akhmad Ismail; RB Bambang Witjahjo
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 8, No 3 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (515.627 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i3.24494

Abstract

Latar Belakang : Rifampisin menimbulkan efek samping diantaranya yaitu demam, mual, dan muntah. Rifampisin diduga dapat mempengaruhi sel hepar dengan adanya mekanisme stress oksidatif. Temulawak memiliki zat kurkumin dan fenol yang bermanfaat sebagai hepatoprotektif. Temulawak berpotensi mencegah kerusakan hepar yang disebabkan oleh paparan rifampisin.  Tujuan : Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopis hepar pada mencit balb/c jantan yang diinduksi rifampisin. Metode : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian True Experimental Laboratorik dengan rancangan Post Test Only Control Group Design. Sampel sebanyak 25 ekor mencit balb/c jantan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, diadaptasi selama 7 hari, diberi pakan minum standar. Kelompok kontrol negatif tidak diberi perlakuan, kontrol positif dan perlakuan diberi rifampisin 7mg/grBB. Kelompok perlakuan setelah 5 jam diberi ekstrak temulawak dengan dosis P1 2mg/grBB; P2 4mg/grBB; P3 8mg/grBB. Perlakuan diberikan selama 14 hari. Pada hari ke 15, mencit diterminasi, diambil organ hepar, dan dilakukan pembuatan preparat histologi menggunakan pengecatan HE. Setiap preparat dibaca pada 5  lapangan pandang dan dinilai kerusakan sel heparnya menggunakan skor Manja Roenigk. Hasil : Rerata kerusakan sel hepar tertinggi pada kelompok kontrol positif. Uji Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000). Uji Mann Whitney menunjukkan perbedaan bermakna (p< 0,05) antara K(+) dan K(-); K(+) dan P1, P2, P3 ; serta P1 dan P3. Simpulan : Pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) memberikan perbaikan terhadap gambaran mikroskopis hepar pada mencit balb/c jantan yang diinduksi rifampisin.Kata Kunci : ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza), sel hepar , degenerasi perenkimatosa, degenerasi hidropik, nekrosis, rifampisin
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN KELOR (MORINGA OLEIFERA) DOSIS BERTINGKAT PADA GAMBARAN MIKROSKOPIS HEPAR TIKUS WISTAR YANG DINDUKSI FORMALIN Okta Hardianti Putri; Desy Armalina; Farmaditya Eka Putra Mundhofir; Akhmad Ismail; Ika Pawitra Miranti
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 2 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (564.553 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i2.21188

Abstract

Latar Belakang: Formaldehida adalah anggota aldehida yang paling sederhana, namun sangat reaktif. Senyawa formalin akan didetoksifikasi dan dimetabolisme oleh hepar sehingga dapat merusak sel-sel hepar. Daun kelor di Indonesia memiliki berbagai manfaat dengan nilai gizi yang tinggi dan kandungan antioksidan yang diketahui dapat mengobati penyakit hati. Maka, daun kelor (Moringa oleifera) yang berperan dalam hepatoproteksi dapat mengurangi efek formalin pada hepar.Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dosis bertingkat pada gambaran mikroskopis hepar tikus wistar yang dinduksi formalin.Metode: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian true eksperimental laboratorik dengan Post Test Only with Control Group Design. Sampel sebanyak 25 ekor tikus wistar jantan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, diadaptasi selama 7 hari. Kelompok kontrol negatif diberi pakan dan minum standar, kontrol positif diberikan pakan standar dan  aquadest selama 5 hari dan dilanjutkan formalin peroral 100 mg/kgBB/hari selama 21 hari tanpa perlakuan. Kelompok P1, P2, dan P3 diberi pakan dan proteksi ekstrak daun kelor pada 5 hari pertama, dengan dosis 200, 400, dan 800 mg/kgBB/hari. Dilanjutkan pemberian formalin 100 mg/kgBB/hari dan ekstrak daun kelor sesuai dengan dosis proteksi selama 21 hari. Setelah 26 hari,tikus wistar dianestesi lalu dibedah kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi hepar berupa degenerasi dan nekrosis.Hasil: Rerata degenerasi sel hepar tertinggi pada kelompok kontrol positif. Pada degenerasi dan nekrosis terdapat perbedaan bermakna (p<0,05) pada Kontrol negatif dengan P1, P2, P3 dan Kontrol positif dengan P1, P2, P3.Simpulan: Pemberian ekstrak daun kelor (Moringa oleifera) dosis bertingkat bertingkat menyebabkan terjadinya perubahan gambaran mikroskopis hepar tikus wistar yang diinduksi formalin.
INFORMED CONSENT SIRKUMSISI DI PUSKESMAS WARU, KABUPATEN PAMEKASAN, PROVINSI JAWA TIMUR, PERIODE 1 JANUARI – 31 DESEMBER 2013 Hamim Tohari; Santosa Santosa; Akhmad Ismail
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 1 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (349.68 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i1.11354

Abstract

Background : Health service has 2 inseparable parties, those are doctor and patient. Relationship between them is regulated by law giving rise to doctor and patient's rights and obligations. One of the doctor's obligation in medical service is giving informed consent for all action that will be done to the patient. All medical action are preceeded by informed consent, including circumcision.Aim : To determine the implementation of informed consent for circumcision done in Puskesmas Waru, Pamekasan Regency, East Java Province.Method : This research is a descriptive study. This research uses survaillance method done by collecting data, with informed consent as the sample which was gathered from medical record of circumcision in Puskesmas Waru, Pamekasan Regency, East Java Province done in January 1st - December 31st 2013. Collected data are displayed in the form of diagrams and tables.Result :  This research shows that, based on diagnosis and medical action procedure, 100% of samples have complete criteria, 100% explains Purpose of Medical Action, 100% explains Risks and Complications, 0% explains Costs Estimation, 100% of agreement to circumcision are written, and 100% of the agreement signed by both informant and approver.Conclusion :  Circumcision in Puskesmas Waru have been explained quite completely but some information was not explained. Agreement of circumcision in Puskesmas Waru have been written as explained in current Minister of Health Regulation and Statute. 
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK CABAI RAWIT (CAPSICUM FRUTESCENS L.) TERHADAP GAMBARAN MIKROSKOPIS GINJAL MENCIT BALB/C Lia Ernawati; Bambang Witjahyo; Akhmad Ismail
DIPONEGORO MEDICAL JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO) Vol 7, No 4 (2018): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Diponegoro University, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (794.555 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v7i4.22259

Abstract

Latar Belakang: Cabe rawit merupakan salah satu tanaman yang memiliki kekhasan rasa pedas memberikan kesegaran dan mempunyai nilai ekonomi tinggi. cabai rawit mengandung senyawa utama yaitu kapsaisin. Kapsaisin bersifat iritan terhadap mamalia termasuk manusia dan memunculkan sensasi nyeri terbakar, jika di konsumsi berlebihan bisa menyebabkan toksik. Dilihat dari efek tosiknya organ ginjal merupakan salah satu organ sasarannya.Tujuan: Membuktikan adanya pengaruh ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L)  terhadap mikroskopis ginjal mencit Balb/c.Metode: Penelitian ini menggunakan jenis penelitian true eksperimental laboratorik dengan Post test only with control group design. Sampel sebanyak 20 ekor mencit Balb/c jantan yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, diadaptasi selama 7 hari. Kelompok K hanya diberi pakan dan minum standar. Kelompok P1, P2, dan P3 diberi pakan dan pemberian ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L.) dengan dosis 10, 20, dan 40 mg/kgBB/hari selama 14 hari. Setelah 15 hari, mencit Balb/c dianestesi lalu dideterminasi kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi ginjal berupa degenerasi dan nekrosis.Hasil: Rerata degenerasi dan nekrosis tertinggi sel epitel tubulus proksimal ginjal terdapat pada kelompok P3. Pada degenerasi, terdapat perbedaan yang bermakna (p<0.05) antara seluruh kelompok perlakuan, kecuali K-P1 dan P1-P2 tidak didapatkan perbedaan yang bermakna. Pada nekrosis, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna (p>0.05) antara kelompok kontrol dengan seluruh kelompok perlakuan maupun antar seluruh kelompok perlakuan.Simpulan: Pemberian ekstrak cabai rawit (Capsicum frutescens L) dosis bertingkat  menyebabkan terjadinya perubahan gambaran mikroskopis ginjal mencit Balb/c.Kata Kunci: ekstrak cabai rawit, kapsaisin, ginjal, degenerasi, nekrosis
HPENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza) DOSIS BERTINGKAT TERHADAP GAMBARAN MIKROKROPIS GINJAL MENCIT BALB/C JANTAN YANG DIINDUKSI RIFAMPISIN Akhmad Ismail; RB Bambang Witjahjo
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (714.144 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23395

Abstract

Latar Belakang: Rifampisin merupakan obat anti tuberkulosis yang memiliki efek nefrotoksik seperti penyakit acute tubulointerstitial nephritis dan tubular necrosis,. Hal tersebut karena terjadi stres oksidatif dan reaksi inflamasi pada ginjal. Temulawak mengandung kurkumin dan xanthorrhizol yang bermanfaat sebagai nefroprotektor, antioksidan, dan antiinflamasi. Temulawak berpotensi mencegah kerusakan ginjal yang disebabkan oleh rifampisin. Tujuan: Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dosis bertingkat terhadap gambaran mikroskopis ginjal pada mencit balb/c jantan yang diinduksi rifampisin. Metode: Penelitian ini menggunakan Post Test Only Control Group Design. Sampel sebanyak 25 ekor mencit balb/c jantan yang memenuhi kriteria inklusi, diadaptasi selama 7 hari. Kelompok kontrol negatif (K(-)) yang hanya diberi pakan standar, kontrol positif (K(+)) diberi per oral rifampisin 7mg/20grBB/hari. Kelompok I diberi per oral rifampisin 7mg/20grBB/hari dan ekstrak temulawak 2mg/20grBB/hari. Kelompok II diberi per oral rifampisin 7mg/20grBB/hari dan ekstrak temulawak 4mg/20grBB/hari. Kelompok III diberi per oral 7mg/20grBB/hari dan ekstrak temulawak 8mg/20grBB/hari. Perlakuan diberikan selama 14 hari. Pada hari ke 15, mencit diterminasi, diambil organ ginjal, dan dilakukan pembuatan preparat histologi. Setiap preparat dibaca pada 5 lapangan pandang dan dinilai dengan menggunakan skor kerusakan ginjal oleh Poernomo (1987). Hasil: Rerata kerusakan sel ginjal tertinggi pada kelompok kontrol positif. Uji Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan bermakna (p=0,000). Uji Mann Whitney menunjukkan perbedaan bermakna (p<0,05) antara K(+) dan K(-), serta K(+) dan I,II,III. Simpulan: Pemberian ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza) dosis bertingkat memperbaiki gambaran mikroskopis ginjal pada mencit balb/c jantan yang diinduksi rifampisin.Kata Kunci: ekstrak temulawak (Curcuma xanthorrhiza), sel ginjal, degenerasi hidropik, perdarahan, peradangan, nekrosis sel, rifampisin
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN PIPER CROCATUM DOSIS BERTINGKAT TERHADAP PROLIFERASI LIMFOSIT LIMPA: STUDI PADA MENCIT BALB/C YANG DIINFEKSI SALMONELLA TYPHIMURIUM Lisana Himmatul Ulya; Akhmad Ismail; Neni Susilaningsih
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 5, No 4 (2016): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (345.074 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v5i4.14807

Abstract

Latar Belakang : Piper crocatum (sirih merah) merupakan tanaman yang dikenal luas di Indonesia dan dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Kandungan senyawa sirih merah antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, triterpenoid, dan tannin. Ekstrak daun sirih merah memiliki efek imunomodulator.Tujuan : Membuktikan adanya pengaruh pemberian ekstrak daun Piper crocatum dosis bertingkat terhadap proliferasi limfosit limpa mencit Balb/c yang diinfeksi Salmonella typhimurium.Metode : Penelitian eksperimental laboratorik dengan post test only control group design. Sampel sebanyak 25 ekor mencit balb/c diadaptasi selama 7 hari. Mencit balb/c dibagi secara simple random sampling menjadi 5 kelompok. Kelompok K1 diberi ekstrak Piper crocatum peroral 10 mg/mencit/hari, K2 diinfeksikan Salmonella typhimurium secara intraperitoneal, P1 diberi ekstrak Piper crocatum peroral 10 mg/mencit/hari, P2 diberi ekstrak Piper crocatum peroral 30 mg/mencit/hari, P3 diberi ekstrak Piper crocatum peroral 100 mg/mencit/hari, dan semua kelompok perlakuan diinfeksikan Salmonella typhimurium intraperitoneal. Pada hari ke 15 semua mencit terminasi dan dilakukan pemeriksaan proliferasi limfosit metode MTT Assay. Data dideskripsikan dalam bentuk tabel, gambar dan analisa statistik.Hasil : Rerata proliferasi limfosit limpa tertinggi pada kelompok P3, sedangkan rerata proliferasi limfosit limpa terendah pada kelompok K1. Perbedaan bermakna (p<0,005) didapatkan pada P1>K2, P2>K2, dan P3>K2. Perbedaan tidak bermakna ditemukan pada K1-K2, P1-P2, P1-P3 dan P2-P3.Simpulan : Pemberian ekstrak daun Piper crocatum dosis bertingkat selama 14 hari meningkatkan proliferasi limfosit limpa mencit balb/c yang diinfeksi Salmonella typhimurium.Kata Kunci :
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN KEDONDONG LAUT TERHADAP PERTUMBUHAN Staphylococcus aureus RESISTEN METISILIN Zakiyah Wuriyasih Permata Sari; Akhmad Ismail; Tuntas Dhanardhono
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 8, No 1 (2019): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (274.197 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v8i1.23401

Abstract

Latar Belakang: Pengobatan infeksi bakteri ini semakin sulit karena banyak Staphylococcus aureus telah mengalami resistensi metisilin. Indonesia mempunyai banyak tanaman herbal yang berpotensi sebagai antibiotik, salah satunya adalah Polyscias fructicosa atau kedondong laut. Tujuan: Membuktikan efek ekstrak daun kedondong laut mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus resisten metisilin secara in vitro. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan desain post test control group design. Pada penelitian ini terbagi menjadi empat kelompok perlakuan yaitu perlakuan dengan penambahan ekstrak daun kedondong 25%, 50%, 75%, dan 100%. Sedangkan untuk kelompok kontrol terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok kontrol positif dengan penambahan antibiotik tetrasiklin dan kelompok kontrol negatif yang tidak diberi perlakuan. Metode yang digunakan adalah difusi Kirby-Bauer. Analisis data menggunakan uji Mann Whitney U test. Hasil: Rerata diameter zona hambat terhadap MRSA ekstrak daun kedondong laut konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100% sebesar 12.50 mm, 15.33 mm, 15.83 mm, dan 16.50 mm. Konsentrasi 25% ekstrak daun kedondong laut memiliki perbedaan bermakna dengan konsentrasi 100% ekstrak daun kedondong laut. Kesimpulan: Ekstrak daun kedondong laut mampu menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus resisten metisilinKata kunci: MRSA, zona hambat, daun kedondong laut
PENGARUH PEMBERIAN TAWAS DENGAN DOSIS BERTINGKAT DALAM PAKAN SELAMA 30 HARI TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GINJAL TIKUS WISTAR Thoyyibatun Nisa; Akhmad Ismail
Jurnal Kedokteran Diponegoro (Diponegoro Medical Journal) Vol 6, No 3 (2017): JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (475.41 KB) | DOI: 10.14710/dmj.v6i3.18391

Abstract

Latar Belakang : Tawas banyak digunakan sebagai bahan tambahan dalam pangan. Tawas termasuk salah satu macam logam berat. Logam berat dalam bentuk ion sangat toksik dapat menyebabkan kerusakan organ detoksifikasi yaitu hati dan ginjal. Logam berat menyebabkan nekrosis sel-sel epitel tubulus ginjal.Tujuan : Mengetahui Perbedaan pengaruh pemberian Tawas dalam pakan dosis bertingkat selama 30 hari terhadap perubahan gambaran histopatologi ginjal tikus wistar.Metode : Penelitian eksperimental dengan post test only control group design. Sampel sebanyak 20 ekor tikus wistar diadaptasi selama 7 hari lalu dibagi secara acakmenjadi 4 kelompok. Kelompok kontrol (K) hanya diberi pakan standar. P1 diberi Tawas dalam pakan 2400mg/kgBB/hari; P2 diberi 1600mg/kgBB/hari: dan P3 diberi 800mg/kgBB/hari. Setelah 30 hari, dilakukan pemeriksaan histopatologiHasil:Rerata degenerasi sel tubulus ginjal tertinggi pada Kelompok P3 sedangkan rerata nekrosis tertinggi pada Kelompok P1. Pada Degenerasi, terdapat perbedaan signifikan antar Kelompok Kontrol dengan Kelompok P1, P2 dan P3, Sedangkan P1 terhadap P2 dan P3, P2 terhadap P3 tidak signifikan. Pada Nekrosis, terdapat perbedaan antar Kelompok Kontrol dengan Kelompok P1, P2 dan P3. Kelompok P1 signifikan dengan kelompok P3, Sedangkan P1 terhadap P2 dan P2 terhadap P3 tidak signifikanSimpulan : Pemberian tawas dalam pakan dosis bertingkat selama 30 hari menyebabkan terjadinya perubahan histopatologi ginjal tikus wistar.