Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Women as Canang Sari Street Vendors in Bali Atmadja, Anantawikarama Tungga; Ariyani, Luh Putu Sri; Atmadja, Nengah Bawa
KOMUNITAS: INTERNATIONAL JOURNAL OF INDONESIAN SOCIETY AND CULTURE Vol 8, No 1 (2016): Komunitas, March 2016
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v8i1.5116

Abstract

Every Hindu family in Bali dedicates offerings of Canang Sari on a daily basis. The provision of the offering is not always created by them, but they buy canang sari. This has turned canang sari into a market commodity. Therefore, women have emerged as canang sari street vendors in the several towns in Bali. This study examines the reasons why women do this job, especially in Singaraja Regency. The approach of this research was qualitative study which focused on critical social theory. The results show that the reasons women do such business activities not solely because canang sari street vendors is an informal economic sector, but also it is related to the ownership of economic, social, cultural, and symbolic capitals. This reason is strengthened by the condition of Balinese who have affected by McDonaldization society so they prefer to buy canang sari rather than making it their own.
Women as Canang Sari Street Vendors in Bali Atmadja, Anantawikarama Tungga; Ariyani, Luh Putu Sri; Atmadja, Nengah Bawa
KOMUNITAS: International Journal of Indonesian Society and Culture Vol 8, No 1 (2016): Komunitas, March 2016
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v8i1.5116

Abstract

Every Hindu family in Bali dedicates offerings of Canang Sari on a daily basis. The provision of the offering is not always created by them, but they buy canang sari. This has turned canang sari into a market commodity. Therefore, women have emerged as canang sari street vendors in the several towns in Bali. This study examines the reasons why women do this job, especially in Singaraja Regency. The approach of this research was qualitative study which focused on critical social theory. The results show that the reasons women do such business activities not solely because canang sari street vendors is an informal economic sector, but also it is related to the ownership of economic, social, cultural, and symbolic capitals. This reason is strengthened by the condition of Balinese who have affected by McDonaldization society so they prefer to buy canang sari rather than making it their own.
Commodification of Tri Datu Bracelets Talisman in Balinese Community Atmadja, Anantawikrama Tungga; Ariyani, Luh Putu Sri; Atmadja, Nengah Bawa
KOMUNITAS: International Journal of Indonesian Society and Culture Vol 9, No 2 (2017): Komunitas, September 2017
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/komunitas.v9i2.8325

Abstract

This article is the result of qualitative research with critical paradigm on two issues, the meaning of tri datu bracelet talisman as well as commodities and reasons of its use. Informants were set purposively, i.e. tri datu bracelet talisman makers, sellers, users, and religious leaders. Data collection techniques were interview, observation and document study. The data analysis followed the steps of conceptualization, the results of conceptualization, verification, and objectivation. The results show that the commodification of tri datu bracelet talisman created commodity or popular tri datu bracelet talisman refers to its position as an artifact for the fulfillment of human basic needs on security. This situation raises the creative industries of tri datu bracelet talisman. The use of this talisman is associated with the meaning of tri datu = Tri Murti = Tri Sakti = Om = Ganesha and reinforced by Pancadewata = kepeng (ancient coin). Therefore, its magical power becomes a supreme power in order to overcome danger from niskala (bhuta Kala and black magic). The joy of wearing this talisman is not only because it is easy to buy, but also because the Balinese still believe in its magical power. More importantly, Tri datu bracelet is also the identity of Balinese ethnic as the identity of hope and resistance in the context of Ajeg Bali movement.
Peran Perpustakaan Umum Bagi Masyarakat : Studi Kasus Perpustakaan Umum di Bali Ariyani, Luh Putu Sri; Wirawan, I Gusti Made Arya Suta
ACARYA PUSTAKA Vol 3, No 2 (2017)
Publisher : ACARYA PUSTAKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (333.595 KB)

Abstract

AbstrakThis study aims to (1) identify problems faced by public libraries in its development, (2) identify public library management system in Bali; (3) identify various programs developed in public libraries. This research is conducted by using qualitative research methods so that the target of this study is not on measurement, but on the understanding of social phenomena from the perspective of the participants or according to the perspective of emik. The results show that the common problems faced by public libraries are as follows: library buildings that are less representative; Lack of human resources / librarians; lack of library operational funds; job placement uncertainty. Public library management system is almost the same in every library, which distinguishes the allocation of funds disbursed by local governments. While the programs developed in public libraries include: mobile library; story telling; cross-service collection; rare library search; and special services. Keywords: public library, management, flagship program
Studi Eksplorasi tentang Pemanfaatan Filantropi dalam Pengembangan Perpustakaan Sekolah Dasar (Studi Kasus pada Perpustakaan Sekolah Dasar Negeri 3 dan 4 Banjar Jawa, Singaraja, Bali) Ariyani, Luh Putu Sri
ACARYA PUSTAKA Vol 2, No 1 (2016): ACARYA PUSTAKA
Publisher : ACARYA PUSTAKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (198.265 KB)

Abstract

Studi Eksplorasi tentang Pemanfaatan Filantropi dalam Pengembangan Perpustakaan Sekolah Dasar (Studi Kasus pada Perpustakaan Sekolah Dasar Negeri 3 dan 4 Banjar Jawa, Singaraja, Bali) olehLuh Putu Sri Ariyani1, I Gusti Made Sutrisna2, Ni Komang Witarini3, Ida Bagus Gde Purwa41D3 Perpustakaan, 2,3,4Pustakawan Universitas Pendidikan Ganeshaputu.sri77@gmail.com   Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; 1) alasan orangtua murid beserta pihak-pihak terkait melaksanakan aktivitas filantropi untuk mengembangkan perpustakaan sekolah, 2) bentuk dan proses pemberian sumbangan yang dilakukan oleh para filantropis, dan 3) pengelolaan sumbangan yang diberikan oleh para filantropis sekolah.Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang dititikberatkan pada deskripsi serta interpretasi perilaku manusia dalam mengelola perpustakaan sekolah. Penelitian dilakukan dalam empat tahapan, yakni; 1) pengumpulan data, 2) reduksi data, 3) penyajian data, serta 4) analisis data dan penarikan kesimpulan.            Hasil penelitian menunjukkan bahwa; 1) tindakan filantropi dilandasi oleh semangat keagamaan dan keinginan untuk mendapatkan imbalan sosial berupa pujian, 2) sumbangan dapat berupa peralatan, bahan pustaka, dan uang tunai yang umumnya diserahkan secara langsung ke sekolah, dan 3) pengelolaan sumbangan dilakukan sesuai dengan jenis sumbangan yang diberikan.Kata kunci: filantropi, perpustakaan sekolah, sumbangan
PERPUSTAKAAN SEBAGAI RUANG PUBLIK (PERSPEKTIF HABERMASIAN) Sri Ariyani, Luh Putu
ACARYA PUSTAKA Vol 1, No 01 (2015)
Publisher : ACARYA PUSTAKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.508 KB)

Abstract

Perpustakaan memiliki peranan yang sangat penting dalam perjalanan demokrasi. Perpustakaan merupakan kunci bagi penyediaan akses kepada pengetahuan, informasi dan ide-ide kepada setiap warganya dengan setara, sehingga setiap orang akan bisa memiliki modal kultural dengan memanfaatkan perpustakaan.  Peran perpustakaan dalam demokrasi memiliki fungsi pendidikan, fungsi sosial dan fungsi politik. Pada fungsi ini melekat peran perpustakaan sebagai penyedia informasi yang tidak biasa, yang mendasarkan pluralisme atau keragaman sebagai landasan utama demokrasi. Dengan tersedia dan teraksesnya informasi secara utuh, masyarakat akan memiliki informasi yang cukup yang tidak saja berguna untuk mengambil keputusan, bahkan untuk mengontrol proses pembentukan kebijakan. Tulisan ini akan membahas tentang usaha perpustakaan dalam menyediakan informasi agar terwujud ruang publik dalam perspektif  Jurgen Habermas.  Kata kunci: perpustakaan, demokrasi, ruang publik, Jurgen Habermas.
PERPUSTAKAAN GEDONG KERTYA DI KOTA SINGARAJA (PENGELOLAAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGANNYA SEBAGAI LEMBAGA PRESERVASI KEBUDAYAAN BALI) Sri Ariyani, Luh Putu
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol 4, No 1 (2015)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jish-undiksha.v4i1.4924

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memahami sistem pengelolaan perpustakaan Gedong Kertya dalam wujud praktik-praktik sosial; (2) Memahami kebijakan Pemerintah Kabupaten Buleleng  dalam rangka menumbuhkembangkan perpustakaan Gedong Kertya sebagai asset daerah yang menyimpan kekayaan intelektual masyarakat Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan atau menurut perspektif emik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan perpustakaan Gedong Kertya sangat khas karena layanan yang diberikan di tempat itu tidak ditemukan pada perpustakaan lainnya. Kebijakan yang mengatur tentang sumber daya manusia maupun sumber daya finansial di Gedong Kertya hingga saat ini belum ada sehingga kebutuhan yang diperlukan belum bisa tercapai dengan optimal. Anggaran yang sangat minim telah menyebabkan Gedong Kertya terpaksa menghentikan kegiatan yang dianggap penting bagi kelangsungan kebudayaan Bali.
PERPUSTAKAAN GEDONG KERTYA DI KOTA SINGARAJA (PENGELOLAAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENGEMBANGANNYA SEBAGAI LEMBAGA PRESERVASI KEBUDAYAAN BALI) Luh Putu Sri Ariyani
Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol. 4 No. 1 (2015)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jish-undiksha.v4i1.4924

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memahami sistem pengelolaan perpustakaan Gedong Kertya dalam wujud praktik-praktik sosial; (2) Memahami kebijakan Pemerintah Kabupaten Buleleng  dalam rangka menumbuhkembangkan perpustakaan Gedong Kertya sebagai asset daerah yang menyimpan kekayaan intelektual masyarakat Bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan memahami fenomena sosial dari perspektif partisipan atau menurut perspektif emik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan perpustakaan Gedong Kertya sangat khas karena layanan yang diberikan di tempat itu tidak ditemukan pada perpustakaan lainnya. Kebijakan yang mengatur tentang sumber daya manusia maupun sumber daya finansial di Gedong Kertya hingga saat ini belum ada sehingga kebutuhan yang diperlukan belum bisa tercapai dengan optimal. Anggaran yang sangat minim telah menyebabkan Gedong Kertya terpaksa menghentikan kegiatan yang dianggap penting bagi kelangsungan kebudayaan Bali.
Mengolah Sampah menjadi Rupiah: Latar Belakang Sosial dan Perubahan Citra Pemulung di TPA Desa Bengkala, Buleleng, Bali Tuty Maryati; Luh Putu Sri Ariyani; Nengah Bawa Atmadja
Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies) Vol 8 No 2 (2018): PENGOBATAN DAN TUTUR DALAM TEKS BALI
Publisher : Pusat Kajian Bali Universitas Udayana

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (556.094 KB) | DOI: 10.24843/JKB.2018.v08.i02.p12

Abstract

This article examines the background of scavengers at Bengkala village landfill and its working pattern in processing certain organic wastes into rupiah through pig farms. Data was collected by in-depth interview techniques, observation, and document study, then discussed with sociocultural and adaptation theories. Analysis shows that scavenger background included poverty, unemployment, market economic pressure, individualism reinforcement, waste as a source of sustainable fortune, not exclusive, and scavenger as an informal sector. All of these lead to change image of scavengers which were originally considered dirty, rough, ugly, and low, turned into the opposite, so that someone is willing to be a scavenger. Waste as a source of livelihood comes from inorganic waste in the form of junk and certain organic waste as pigs food. Pig farmers process organic waste so that it produces pigs for their own consumption and is sold to meet various basic needs for the family.
PERPUSTAKAAN SEBAGAI RUANG PUBLIK (PERSPEKTIF HABERMASIAN) Luh Putu Sri Ariyani
ACARYA PUSTAKA Vol 1 No 1 (2015)
Publisher : Universitas Pendidikan Ganesha

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/ap.v1i01.7147

Abstract

Perpustakaan memiliki peranan yang sangat penting dalam perjalanan demokrasi. Perpustakaan merupakan kunci bagi penyediaan akses kepada pengetahuan, informasi dan ide-ide kepada setiap warganya dengan setara, sehingga setiap orang akan bisa memiliki modal kultural dengan memanfaatkan perpustakaan.  Peran perpustakaan dalam demokrasi memiliki fungsi pendidikan, fungsi sosial dan fungsi politik. Pada fungsi ini melekat peran perpustakaan sebagai penyedia informasi yang tidak biasa, yang mendasarkan pluralisme atau keragaman sebagai landasan utama demokrasi. Dengan tersedia dan teraksesnya informasi secara utuh, masyarakat akan memiliki informasi yang cukup yang tidak saja berguna untuk mengambil keputusan, bahkan untuk mengontrol proses pembentukan kebijakan. Tulisan ini akan membahas tentang usaha perpustakaan dalam menyediakan informasi agar terwujud ruang publik dalam perspektif  Jurgen Habermas.  Kata kunci: perpustakaan, demokrasi, ruang publik, Jurgen Habermas.