Aswati M., Aswati
Unknown Affiliation

Published : 6 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

SEJARAH SILAT SANGKAPURA DI KELURAHAN WANEPA-NEPA KECAMATAN LAKUDO KABUPATEN BUTON TENGAH Ude, Amrin; Ali Basri, La Ode; M., Aswati
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.797 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7353

Abstract

ABSTRAKFokus penelitian ini mengacu pada beberapa masalah yaitu; (1) Bagaimana Asal-usul Silat Sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah?, (2) Bagaimana Gerakan Silat Sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah?, (3) Mengapa Terjadi Perubahan Silat Sangkapura di Kelurahan Wanepa-Nepa Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah?, (4) Nilai-nilai apa yang terkandung dalam Silat Sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa kecamatan Lakudo kabupaten Buton Tengah?Penelitian ini menggunakan Metode Sejarah menurut Helius Sjamsuddin yang terdiri dari: (1) Teknik Pengumpulan Data (Heuristik), terdiri dari: (a) Penelitian Kepustakaan (Library research), (b) Pengamatan (Observasi), (c) Wawancara (Interview), (d) Studi Dokumen yaitu mengkaji dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti, (2) Kritik Sumber terdiri dari kritik eksternal dan internal, (3) Interpretasi (analisis dan sintesis), (4) Historiografi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Asal-usul lahirnya permainan silat sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa yakni berawal dari Guru Lampolea ia belajar silat sangakapura ini dari seorang toko persilatan di Johor Singapur yang bernama  Ua Senge, ia berasal dari pulau tomia yang telah menjadi Guru besar di pulau johor. Ua Senge mengajarkan silat ini hanya pada orang-orang Buton yang datang berlayar di Johor Singapur, dengan tujuan berdagang dan belajar silat dari Guru Ua Senge. Permainan silat ini kemudian diperkenalkan oleh Guru Lampolea secara diam-diam, ia mengajak keluarganya yaitu Guru Hamza untuk beradu ketangkasan secara rahasia antara Guru dan Murid. Silat sangkapura ini kemudian di lanjutkan oleh Guru Hamza dengan membuka perguruan silat sangkapura di Kelurahan Wanepa-nepa. Silat ini kemudian dipopulerkan dengan nama silat sangkapura (silakampo dari singapur). (2) Pelaksanaan gerakan permainan silat Sangkapura terdiri atas dua tahap yaitu: pertama tahap gerakan dasar dilakukan hanya satu orang, kedua tahap penyerangan dan pertahanan yang dilakukan oleh dua orang. (3) Perubahan yang terjadi Dalam silat tradisional Sangkapura yang dikembangkan di Kelurahan Wanepa-nepa Kecamatan Lakudo Kabupaten Buton Tengah telah mengalami perubahan antara lain dari segi pakaian yaitu pada masa kekesultanan hanya menggunakan pakaian hitam sedangkan sekarang hanya memakai pakaian bisa kadang dikombinasikan dengan sarung wolio. (4) permainan silat Sangkapura mengandung nilai budaya, agama, sosial, dan keindahan. Kata Kunci: Silat Sangkapura (Silakampo), Sejarah, Perkembangan
PERUBAHAN STATUS PEMERINTAHAN KATOBENGKE DARI DESA MENJADI KELURAHAN BAUBAU (1957-2014) Fadila M., Yan Marta; Hadara, Ali; M., Aswati
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.461 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7365

Abstract

ABSTRAKFokus penelitian ini mengacu pada tiga permasalahan yaitu (1) Bagaimana latar belakang perubahan status pemerintahan Katobengke dari Desa menjadi Kelurahan. (2) Bagaimana perkembangan segi-segi kehidupan masyarakat Katobengke dari masa Status Desa hingga Kelurahan. (3) Bagaimana akibat perubahan status pemerintahan Katobengke dari Desa menjadi Kelurahan Katobengke.            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Sejarah menurut Helius Sjamsuddin (2012) yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) Heuristik (Pengumpulan Sumber), (2) Verifikasi (Kritik Sumber), (3) Historiografi (Penulisan Sejarah). Kajian pustaka dalam penelitian ini menggunakan konsep Masyarakat, konsep Kampung, konsep Desa, konsep Kelurahan, konsep perubahan status unit Pemerintahan dan penggunaan teori sejarah, teori pembangunan Daerah, teori pembangunan sosial dan penelitian terdahulu.Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa: 1). Latar belakang perubahan status pemerintahan Katobengke dari Desa menjadi Kelurahan yaitu berawal dari perkembangan pesat dari beberapa faktor diantaranya adalah Jumlah penduduk, luas wilayah, bidang sosial, potensi wilayah dan sarana-prasarana. 2). Perkembangan kehidupan masyarakat Katobengke dari masa status Desa hingga Kelurahandan sampai saat ini ialah Kelurahan Katobengke dalam wilayah Kecamatan Betoambari, masuknya masyarakat restlement memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan Desa Katobengke pada masa Andi Sultan  sebagai Camat Betoambari. Kepala Desa yang pernah menjabat berjumlah tujuh. Dari tujuh kepala Desa tersebut dari yang pertama sampai yang terakhir terus memberikan perubahan-perubahan dalam masyarakat Katobengke baik dari Segi Bermasyarakat, Pendidikan, Pembangunan, Budaya, sosial, dan ekonomi. 3). Akibat perubahan status pemerintahan Katobengke dari Desa menjadi Kelurahan Katobengke terhadap ekonomi, sosial dan budaya merupakan peristiwa yang tidak bisa terpisahkan yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat Katobengke. dari segala aspek baik dalam bidang ekonomi, sarana dan prasarana dan sosial budaya yang secara menyeluruh saling berhubungan. Kata Kunci: Perubahan Status, Katobengke, dan Sistim Pemerintahan
TRADISI MANSA PADA MASYARAKAT WANGI-WANGI DI KABUPATEN WAKATOBI (Suatu Tinjauan Sejarah) Edi, La; Hadara, Ali; M., Aswati
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.749 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7357

Abstract

ABSTRAK            Tradisi Mansa pada Masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi dalam kajian ini telah diteliti dengan menfokuskan pada lima masalah utama yaitu (1) Bagaimana latar belakang lahirnya Mansa pada masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi? (2) Bagaimana prosesi Mansa pada masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi? (3) Bagaimana fungsi Mansa  pada masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi? (4) Bagaimana perubahan Mansa pada Masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi? (5) Nilai-nilai apa yang terkandung dalam Mansa  pada masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi.Hasil penelitian di lapangan menunjukkan  bahwa; (1) latar belakang lahirnya Mansa pada masyarakat Wangi-Wangi menurut tradisi lisan yang berkembang, bahwa Mansa sebagai seni penjaga diri sudah ada di Pulau Oroho sebelum kerajaan di Liya dirikan, yaitu sekitar awal abad ke XIII, yaitu  Mansa yang berasal dari Maluku, yang kemudian Mansa itu diserap menjadi kebudayaan masyarakat Wangi-Wangi yang dalam masyarakat Wangi-Wangi dinamakan Mansa Makanjara. Selanjutnya pada perkembangannya, sekitar  abad ke XIX muncul Mansa Balabba sebagai salah satu aliran Mansa yang populer. Selain itu, Mansa di Wangi-Wangi sangat bervariasi, anggapan ini diperkuat dengan beberapa alasan yaitu dari letak geografisnya yang merupakan jalur pelayaran, Kedua; masyarakat Wakatobi dari berbagai penelitian terdahulu dikatakan merupakan pelaut-pelaut tangguh tradisional, yang memungkinkan dari sebagian mereka mempelajari tehnik beladiri ditempat yang mereka kunjungi. (2) prosesi pelaksanaan belajar Mansa dimulai dari Elaha u laro (mencari simpati), Hesofui (pensucian diri), Paho (mempertajam penglihatan), Hena-henai’a (belajar jurus).(3) Fungsi Mansa pada masyarakat Wangi-Wangi tentunya tidak jauh berbeda dengan fungsi silat pada umumnya, yaitu (a) sebagai beladiri,dan (b) sebagai pertunjukan. (4) Perubahan yang terjadi dalam tradisi Mansa yaitu terutama munculnya aliran-aliran baru seperti Karate, Tai Kondo yang dapat mempengaruhi eksitensi Mansa yang lama. (5) Nilai yang terkandung dalam tradisi Mansa yaitu: (a) Nilai Budaya (b) Nilai Sosial; (c) Nilai Spiritual; dan (d) Nilai Estetika. Kata Kunci: Sejarah, Nilai, dan tradisi Mansa
PENERAPAN MEDIA PETA KONSEP SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SEJARAH PADA SISWA KELAS XI IPS 1 SMAN 1 WATOPUTE Rahmania, Rahmania; M., Aswati; Haq, Pendais
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (324.514 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7351

Abstract

ABSTRAK Fokus penelitian ini mengacu pada beberapa permasalahan dasar yaitu (1) Apakah Penerapan Media Peta Konsep dalam pembelajaran sejarah di Kelas XI IPS 1 SMAN 1 Watopute dapat meningkatkan efektifitas Mengajar guru? (2) Apakah Penerapan media Peta Konsep dalam pembelajaran sejarah dikelas  XI IPS 1 SMAN Watopute dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa? (3) Apakah penerapan Media Peta Konsep dalam Pembelajaran Sejarah dapat meningkatkan hasil belajar siswa di kelas XI. IPS 1 SMAN 1 Watopute?Penelitian telah dilakukan pada bulan Februari-Maret 2016 di kelas XI IPS1 SMA Negeri 1 Watopute yang telah dilaksanakan dengan prosedur penelitian (a) perencanaan (b) pelaksanaan tindakan (c) observasi dan evaluasi (d) refleksi. Dilakukan dalam dua siklus tiap siklus terdiri dari 3 kali pertemuan yang penjabarannya 2 kali pertemuan untuk tatap muka pembelajaran atau pemberian perlakuan dan 1 kali pertemuan ke-tiga untuk tes hasil belajar. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS 1 SMAN 1 Watopute yang berjumlah 30 orang.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Penggunaan media peta konsep dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 1 SMAN 1 Watopute dapat meningkatkan efektifitas mengajar guru dimana pada siklus I hanya mencapai 71,42% dan pada siklus II mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu mencapai 100%. (2) Penggunaan media peta konsep dalam pembelajaran sejarah di kelas XI IPS 1SMAN 1 Watopute dapat meningkatkan aktivitas  belajar siswa, dimana pada siklus I hanya mencapai 66,66% sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu mencapai 100%. (3) penggunaan media peta konsep  hasil belajar siswa dikelas XI IPS 1 SMAN 1 Watopute mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilaksanakan pada siklus I siswa yang tuntas  18 0rang (60%) sedangkan yang tidak tuntas 12 orang (40%). Pada siklus II siswa tuntas meningkat menjadi 27 orang (90%) dan yang tidak tuntas 3 orang (10%).
DINAMIKA SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT TANI DI KELURAHAN RANOMEETO KABUPATEN KONAWE SELATAN (1953-2015) Arsam, Fendy Imaduddin; Anwar, H.; M., Aswati
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (271.273 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7363

Abstract

ABSTRAKSubtansi penelitian ini mengacu pada tiga aspek permasalahan dasar (1) Latar belakang kehidupan sosial ekonomi masyarakat tani Kelurahan Ranomeeto (2) Dinamika sosial ekonomi masyarakat tani Kelurahan Ranomeeto  antara tahun 1953-2015 (3) Dampak dinamika sosial ekonomi pada masyarakat tani di Kelurahan Ranomeeto. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah dengan prosedur mengacu pada Kuntowijoyo, yang terbagi lima tahapan yaitu: (1) Pemilihan topik, (2) Pengumpulan sumber, (3) Verifikasi (kritik sejarah, keabsahan sumber), (4) Interpretasi: analisis dan sintesis, (5) Penulisan (historigrafi).     Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) Latar belakang masyarakat tani di Kelurahan Ranomeeto mengolah lahan pertanian adalah karena keadaan alam wilayah Kelurahan Ranomeeto yang jauh dari laut dan sebagian besar merupakan dataran rendah, yang dikelilingi perbukitan, banyak rawa-rawa dan tanah yang subur. Sehingga masyarakatnya melakukan kegiatan cocok tanam dalam pemenuhan kebutuhan ekonominya. Masyarakat Tolaki merupakan yang pertama kali mengolah lahan pertanian dengan menerapkan sistem perladangan berpindah-pindah. Kemudian tahun 1953 dan 1959 orang-orang Jawa bertransmigrasi di Kelurahan Ranomeeto yang kemudian megembangkan sistem pertanian menetap. (2) Dinamika sosial ekonomi masyarakat tani di Kelurahan Ranomeeto secara kronologis pembabakan prosesnya dapat dibagi ke dalam tiga fase yakni; pertama, masa sebelum Revolusi Hijau tahun 1953-1967 yang ditandai dengan transmigrasi orang-orang Jawa dan kedua, masa Revolusi Hijau antara tahun 1967-1985 ditandai dengan kebijakan-kebijakan pemerintah Orde Baru di bidang pertanian seperti melalui program BIMAS, yang mengubah sistem pertanian masyarakat secara mendasar, penggunaan bibit unggul, pemupukan dengan bahan kimia, dan sebagainya.  Sedangkan yang Ketiga, masa setelah Revolusi Hijau tahun 1985-2015 yang terbagi lagi ke dalam dua bagian yakni: pertama, masa perkembangan masyarakat tani setelah Revolusi Hijau salah satunya ditandai dengan kebijakan bekerjasama dengan JICA, yang membawa perubahan teknologi pertanian yang lebih modern dari tradisional ke mesin. dan yang kedua, masa degradasi masyarakat tani yang gejalanya mulai bisa dilihat pada tahun 1998. Banyak petani beralih profesi dan sawah banyak yang berkonversi. (3) Dampak yang ada berupa dampak yang bernilai positif, yakni: (1) Tingkat pendidikan merata, dan (2) Berkurangnya angka kemiskinan. Serta dampak yang bernilai negatif, yakni : (1) Pergeseran nilai dalam masyarakat, (2) Hilangnya minat generasi muda untuk bekerja di sektor pertanian, dan  (3) Alih fungsi lahan pertanian. Kata Kunci: Dinamika, Sosial Ekonomi, dan Masyarakat Tani
PERKEMBANGAN PENGOLAHAN SAGU DI DESA KIAEA KECAMATAN PALANGGA KABUPATEN KONAWE SELATAN (1995-2014) Rispan, Rispan; M., Aswati; Haq, Pendais
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (342.044 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7368

Abstract

ABSTRAKUlasan dan Fokus penelitian ini mengacu pada permasalahan (1) apa yang  melatarbelakangi pengolahan sagu di Desa  Kiaea (2) Bagaimana proses pengolahan sagu di Desa  Kiaea (3) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi perkembangan pengolahan sagu di Desa  Kiaea (4) Bagaimana  akibat perkembangan pengolahan sagu terhadap kehidupan masyarakat pengolah sagu di Desa  Kiaea.Metode yang digunakan dalam Hasil Penelitian ini adalah metode sejarah menurut Helius Sjamsuddin yang terdiri dari (1) Heuristik (Pengumpulan Sumber), (2) Kritik Sumber (kritik internal dan eksternal), dan (3) Historiografi (Penulisan) yang terdiri dari (Interpretasi, Eksplanasi, dan Ekspose). Kajian pustaka dalam Penelitian ini menggunakan Konsep Perkembangan, Konsep Masyarakat Petani, Konsep Sagu, Konsep Sosial Ekonomi, dan Konsep Distribusi, Produksi, dan Konsumsi.Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Latar belakang pengolahan sagu di Desa Kiaea Kecamatan Palangga Kabupaten Konawe Selatan adalah: pertama karena sagu merupakan makanan pokok sebagian masyarakat Tolaki selain beras, kedua sagu merupakan salah satu sistem mata pencaharian masyarakat Desa Kiaea yang berlangsung secara turun temurun (tradisi), ketiga sumber daya dan potensi lahan yang memadai sangat menunjang untuk usaha tersebut, keempat mengolah sagu tidak butuh modal banyak, dan kelima sebagai sumber pendapatan ekonomi bagi keluarga pengolah sagu. (2) Proses pengolahan sagu di Desa Kiaea terdiri dari dua tahap yakni proses pengolahan sagu secara tradisional (manual) alat-alatnya terdiri dari: Suli (betel), Saku (alat untuk monokok), Tambu-Tambu (timba), Sandu (sendok), Basu ndinggawu (alat pengangkut sagu), Landaka, (tempat menyaring ampas-ampas sagu),  dan sistem pengolahan sagu secara modern (menggunakan mesin). (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan pengolahan sagu di Desa Kiaea terdiri dari dua faktor yaitu: Faktor teknologi disebabkan oleh adanya proses sebuah transformasi yang terjadi dalam pengolahan sagu yakni perubahan dari sistem tradisional menjadi sistem modern (mesin).  Dan faktor ekonomi  disebabkan oleh adanya Peranan modal dalam pengembangan usaha sagu. Karena hasil akhir dari pengolahan sagu adalah sumber pendapatan bagi masyarakat pengolah sagu. (4) Akibat perkembangan pengolahan sagu di Desa Kiaea terdiri dari tiga antara lain: Dibidang sosial dan ekonomi dapat terpenuhi kebutuhan primer keluarga Dibidang budaya terjadi perubahan budaya dalam aspek pengolahan, dan Dibidang pendidikan dan kesehatan dapat terpenuhi dengan perkembangan berupa penggunaan alat modern/mesin dalam pengolahan sagu. Kata Kunci: Sagu, Sejarah dan Orang Tolaki