Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

TRADISI BANGKA MBULE-MBULE PADA MASYARAKAT MANDATI DI KECAMATAN WANGI-WANGI SELATAN KABUPATEN WAKATOBI (1986-2013) Biru, Asyana; Hadara, Ali
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 2 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (367.728 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i2.6110

Abstract

ABSTRAK            Ulasan dan fokus penelitian ini mengacu pada permasalahan (1) Apa yang melatarbelakangi dilaksanakannya tradisi Bangka Mbule-Mbule pada masyarakat Mandati di Kecamatan Wangi-Wangi Selatan Kabupaten Wakatobi (2) Bagaimana proses pelaksanaan tradisi Bangka Mbule-Mbule (3) Bagaimana perubahan yang terjadi pada proses pelaksanaan tradisi Bangka Mbule-Mbule (4) Nilai apa saja yang terkandung dalam tradisi Bangka Mbule-Mbule. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Helius Sjamsuddin yang terdiri dari (1) Heuristik (pencarian data), (2) Kritik Sumber (kritik internal dan eksternal), dan (3) Historiografi (Penulisan) yang terdiri dari interpretasi, eksplanasi, dan ekspose. Konsep dan Teori yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Konsep Kebudayaan, Wujud Kebudayaan, Teori Perubahan Kebudayaan, Konsep Tradisi dan Nilai Tradisi dan beberapa Penelitian Terdahulu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Latar belakang diadakannya tradisi Bangka Mbule-Mbule di Kelurahan Mandati yaitu didasari beberapa peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat yaitu masyarakat dilanda penyakit, terjadinya kegagalan panen, kondisi pemerintahan yang mulai tidak stabil dan lain-lain, dimana masyarakat menyakini bahwa kehidupan sosial masyarakat terganggu karena adanya gangguan atau roh yang merasa terusik dengan kelakuan manusia sehingga dilakukanlah tradisi Bangka Mbule-Mbule. (2) Proses pelaksanaan tradisi Bangka Mbule-Mbule di mulai dengan musyawarah penentuan hari, menyiapkan alat dan bahan pembuatan perahu,  pembuatan terompet, membuat sesajen, pembacaan doa tolak bala, penaruhan hasil panen di perahu, membawa perahu kelaut dan pelarungan perahu dan masyarakat ikut serta dalam meramaikan proses pelaksanaan tradisi Bangka Mbule-Mbule dan yang terakhir yaitu pembacaan doa selamat. (3) Perubahan tradisi Bangka Mbule-Mbule terjadi saat masuknya agama Islam di Wangi-Wangi sekitar abad ke-14 yang dimana dalam doa ritual bukan lagi dituju pada sangia/dewa-dewa laut tetapi meminta kemakmuran kepada Tuhan Yang Maha Esa. Perubahan lain adalah pada alat (4) Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Bangka Mbule-Mbule terdiri dari nilai religius yaitu sebagai uangkapan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberikan hasil panen dan dijahui dari  gangguan roh jahat  dan nilai sosial yang lebih pada bentuk kerja sama dan silaturahim terhadap sesama. Kata Kunci: Tradisi, Bangka Mbule-Mbule, Masyarakat Wakatobi
ADAT POPOLO (MAHAR) DALAM PERKAWINAN PADA MASYARAKAT KULISUSU DI KELURAHAN LAKONEA KECAMATAN KULISUSU KABUPATEN BUTON UTARA (1689-2017) Jumsir, Jumsir; Hadara, Ali
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 4, No 2 (2019): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.63 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v4i2.9838

Abstract

ABSTRAK:  Masalah pokok yang dalam penelitian ini adalah meliputi: 1) Bagaimana bentuk-bentuk perkawinan pada masyarakat Kulisusu di Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara (1689-2017)? 2) Apa yang menjadi alat-alat Popolo dalam perkawinan pada masyarakat Kulisusu di Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara (1689-2017)? 3) Bagaimana mekanisme pembayaran Popolo dalam perkawinan pada masyarakat Kulisusu di Kelurahan Lakonea Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara (1689-2017)?            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Helius Sjamsuddin yang terbagi atas tiga tahap yaitu: 1) Heuristik (Pengumpulan sumber), 2) Verifikasi  (Kritik Sumber), 3) Historiografi (Penulisan Sejarah).            Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa : 1) Bentuk-bentuk perkawinan pada masyarakat Kulisusu yakni: a) Perkawinan pinag adalah suatu bentuk perkawinan yang di dahului dengan adat pelamaran dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan, b) Perkawinan lari bersama (mekapolaisako), dan c) Perkawinan paksa (mehunbuni) perkawinan ini terjadi karena adanya sebab khusus, misalnya si laki-laki mengacam si perempuan agar mau menikah dengannya bila tidak dia akan di bunuh sama laki-laki tersebut. 2) Alat-Alat Popolo pada masyarakat kulisusu adapun perangkat Popolo yaitu kain kaci (kaci), kain sarung (sawu) dan kalung emas (enu bulawa). 3) Mekanisme pembayaraan Popolo dalam perkawinan dari setiap golongan masyarakat Kulisusu yakni: a) Mekanisme pembayaran popolo  dari golongan yang  sama struktur sosial masyarakat kulisusu, terdiri atas tiga golongan dan setiap golongan masyarakat berbeda popolo (mahar perkawinan) yakni: (1) Pembayaran popolo antara golongan kaomu dan golongan kaomu, (2) Pembayaran popolo antara golongan walaka dan golongan walaka, (3) Pembayaran popolo antara golongan papara dan golongan papara. b) Mekanisme pembayaran popolo dari golongan yang berbeda yakni: (1) Pembayaran popolo antara golongan kaomu dan golongan walaka, (2) Pembayaran popolo antara golongan kaomu dan golongan papara, (3) Pembayaran popolo antara golongan walaka dan golongan papara,(4)   Pembayaran popolo dengan oranga luar golongan masyarakat kulisusu. dengan tunai dan terutang terkecuali diluar dari masyarakat Kulisusu harus tunai. Kata Kunci: Bentuk, Alat, Mekasnis Pembayaran, Popolo
SEJARAH KECAMATAN MAWASANGKA TENGAH KABUPATEN BUTON TENGAH (2005-2017) Nurhayani, Nurhayani; Hadara, Ali
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 3, No 1 (2018): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36709/jpps.v3i1.11996

Abstract

ABSTRAK: Permasalahan dalam penelitian mengkajian bagaimana kronologi terbentuknya Kecamatan Mawasangka Tengah, faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya Kecamatan mawasangka Tengah dan bagaimana perkembangan Kecamatan Mawasangka Tengah (2005-2017). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Helius Sjamsuddin dengan tahapan-tahapan sebagai berikut: 1). Heuristik (Pengumpulan Sumber), 2). Verifikasi (Kritik Sumber), 3). Histiografi (Penulisan Sejarah). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Kronologi pembentukan Kecamatan Mawasangka Tengah meliputi: (a) Awal mula rencana pemekaran Kecamatan Mawasangka Tengah, yang ditandai dengan upaya masyarakat setempat untuk bersama-sama berjuang untuk pemekaran Kecamatan Mawasangka Tengah sejak tahun 2000. (b) Terbentuknya Kecamatan Mawasangka Tengah, yang resmi terbentuk pada tanggal 27 Agustus 2005, setelah melalui konsolidasi dan koordinasi seluruh elemen masyarakat. 2). Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya Kecamatan Mawasangka Tengah meliputi: (a) Faktor geografis/wilayah yang menekankan kepada kondisi wilayah yang luas, jumlah penduduk yang cukup memungkinkan untuk mekar, (b) Faktor demografi/kependudukan dimana jumlah penduduk yang sudah memenuhi syarat untuk dimekarkan menjadi daerah baru, (c) Faktor lingkungan lebih kepada pembelajaran kepada daerah lain yang telah mekar sehingga dijadikan contoh, (d) Faktor dukungan masyarakat yang membuat semua elemen masysrakat semangat untuk bahu membahu memperjuangkan pemekaran, dan (e) Faktor pembangunan yakni karena pembangunan di segala aspek yang sudah memadai. 3) Perkembangan Kecamatan Mawasangka Tengah 2005-2017 sudah cukup baik dapat dilihat dari (a) Bidang administrasi yakni dengan terbentuknya 2 desa baru serta dinaikkannya status Desa Lakorua menjadi Kelurahan Lakorua sebagai ibu kota kecamatan, sehingga keseluruhan berjumlah 9 desa dan 1 kelurahan, (b) Bidang sosial mencakup pendidikan dan kesehatan. Terdapat  9 gedung SD, 3 gedung SMP dan 3 gedung SMA. Sedangkan dari aspek kesehatan terdapat 1 gedung puskesmas dan 1 klinik kesehatan, (c) Bidang infrastruktur yang sangat berbeda dibandingkan sebelum pemekaran yakni terdapat Kantor Camat dan Kantor Polsek,  (d) Bidang ekonomi, yang sebagian besar masyarakatnya lebih mengandalkan sector pertanian/perkebunan dan perdagangan. Kata Kunci: Krimonologi, faktor, perkembangan ABSTRACT: The problem in research studies how the chronology of the formation of Central Mawasangka District, what factors influence the formation of Central Mawasangka District and how the development of Central Mawasangka District (2005-2017). The method used in this study is the historical method according to Helius Sjamsuddin with the following stages: 1). Heuristics (Collection of Sources), 2). Verification (Source Criticism), 3). Histiography (Writing History). The results of this study indicate that: 1) Chronology of the formation of Central Mawasangka District includes: (a) The origin of the planned expansion of Central Mawasangka District, which was marked by the efforts of the local community to jointly fight for the expansion of Central Mawasangka District since 2000. (b) Central Mawasangka District, which was officially formed on August 27, 2005, after going through consolidation and coordination of all elements of society. 2). Factors influencing the formation of Central Mawasangka Subdistrict include: (a) Geographical / regional factors that emphasize the condition of a wide area, sufficient population size that is possible to bloom, (b) Demographic / population factors where the number of residents who have fulfilled the requirements for expansion become a new area, (c) Environmental factors are more towards learning to other regions that have bloomed so that they are used as an example, (d) Community support factors that make all elements of the community enthusiastic to work together to fight for pemekaran, and (e) Development factors which are due to development in all aspects are sufficient. 3) The development of Central Mawasangka Subdistrict 2005-2017 is good enough, it can be seen from (a) Administration sector, namely the formation of 2 new villages and the improvement of the status of Lakorua Village to become Lakorua Village as the capital of the sub-district, so that in total there are 9 villages and 1 kelurahan, (b ) The social sector includes education and health. There are 9 elementary buildings, 3 junior high buildings and 3 high school buildings. Whereas from the health aspect there are 1 puskesmas building and 1 health clinic, (c) Infrastructure sector which is very different compared to before the division namely there is the Camat Office and Polsek Office, (d) The economic sector, most of the people rely more on the agriculture / plantation and trade sectors . Keywords: Crimonology, factors, development
PERKEMBANGAN KEHIDUPAN MASYARAKAT TRANSMIGRAN ASAL JAWA DAN BALI DI DESA MARGA JAYA KECAMATAN RAROWATU UTARA KABUPATEN BOMBANA (1982-2015) Bintarum, Tri Rahayu; Hadara, Ali; Hayari, H.
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.041 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7360

Abstract

ABSTRAKFokus dan sasaran penelitian ini mengacu pada beberapa permasalahan yaitu; (1) Latar belakang kedatangan transmigran asal Jawa dan Bali di Desa Marga Jaya (2) Kondisi awal kedatangan transmigran asal Jawa dan Bali di Desa Marga Jaya (3) Perkembangan kehidupan transmigran asal Jawa dan Bali di Desa Marga Jaya 4) Akibat kedatangan transmigran asal Jawa dan Bali terhadap penduduk di Desa Marga Jaya.Penelitian ini dilaksanakan di Desa Marga Jaya Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana. Prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperti yang ditulis oleh Helius Sjamsudin (2007: 85), bahwa tata kerja penelitian sejarah terdiri dari tiga tahapan, yaitu: 1) Heuristik (Pengumpulan sumber), 2) Kritik Sumber, dan 3) Historiografi.Hasil penelitin menunjukkan bahwa: 1) Latar belakang kedatangan para transmigran asal Jawa dan Bali di Desa Marga Jaya Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana dapat dilihat dari beberapa faktor, baik faktor pendorong dari daerah asal  (faktor geografis dan ekonomi) maupun faktor penarik dari daerah tujuan (faktor geografis dan ekonomi). 2) Kondisi awal kedatangan transmigran asal  Jawa dan Bali dalam bidang sosial budaya dan ekonomi pada periode 1982-1990 yaitu hubungan sosial antara masyarakat transmigran dengan penduduk lokal pada awalnya kurang harmonis. Masyarakat belum bisa beradaptasi dengan cuaca di Desa Marga Jaya, menyebabkan mereka tidak dapat bercocok tanam apapun untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 3) Perkembangan kehidupan masyarakat transmigran asal Jawa dan Bali dapat dilihat dari dua periode yaitu periode 1982-1990 hingga periode 1990-2015 dalam bidang sosial budaya dan ekonomi yaitu hubungan sosial antara masyarakat transmigran dengan penduduk lokal yang awalnya kurang harmonis dan tidak terjalin keakraban semakin lama mereka saling mengenal dan mulai terjalin keakraban sehingga tercipta keharmonisan dalam masyarakat di Desa Marga Jaya. Perkembangan dalam bidang ekonomi dapat dilihat dari dua sektor mata pencaharian mereka yang sangat mendominasi yaitu sektor pertanian dan peternakan mengalami perkembangan. 4) Akibat kedatangan transmigran asal Jawa dan Bali di Desa Marga Jaya Kecamatan Rarowatu Utara Kabupaten Bombana yaitu meningkatnya kesejahteraan hidup masyarakat baik bagi masyarakat transmigran maupun masyarakat setempat. Kata Kunci: Perkembangan Kehidupan dan Masyarakat Transmigran
PERUBAHAN STATUS PEMERINTAHAN KATOBENGKE DARI DESA MENJADI KELURAHAN BAUBAU (1957-2014) Fadila M., Yan Marta; Hadara, Ali; M., Aswati
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (325.461 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7365

Abstract

ABSTRAKFokus penelitian ini mengacu pada tiga permasalahan yaitu (1) Bagaimana latar belakang perubahan status pemerintahan Katobengke dari Desa menjadi Kelurahan. (2) Bagaimana perkembangan segi-segi kehidupan masyarakat Katobengke dari masa Status Desa hingga Kelurahan. (3) Bagaimana akibat perubahan status pemerintahan Katobengke dari Desa menjadi Kelurahan Katobengke.            Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Sejarah menurut Helius Sjamsuddin (2012) yang terdiri dari tiga tahapan yaitu: (1) Heuristik (Pengumpulan Sumber), (2) Verifikasi (Kritik Sumber), (3) Historiografi (Penulisan Sejarah). Kajian pustaka dalam penelitian ini menggunakan konsep Masyarakat, konsep Kampung, konsep Desa, konsep Kelurahan, konsep perubahan status unit Pemerintahan dan penggunaan teori sejarah, teori pembangunan Daerah, teori pembangunan sosial dan penelitian terdahulu.Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa: 1). Latar belakang perubahan status pemerintahan Katobengke dari Desa menjadi Kelurahan yaitu berawal dari perkembangan pesat dari beberapa faktor diantaranya adalah Jumlah penduduk, luas wilayah, bidang sosial, potensi wilayah dan sarana-prasarana. 2). Perkembangan kehidupan masyarakat Katobengke dari masa status Desa hingga Kelurahandan sampai saat ini ialah Kelurahan Katobengke dalam wilayah Kecamatan Betoambari, masuknya masyarakat restlement memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan Desa Katobengke pada masa Andi Sultan  sebagai Camat Betoambari. Kepala Desa yang pernah menjabat berjumlah tujuh. Dari tujuh kepala Desa tersebut dari yang pertama sampai yang terakhir terus memberikan perubahan-perubahan dalam masyarakat Katobengke baik dari Segi Bermasyarakat, Pendidikan, Pembangunan, Budaya, sosial, dan ekonomi. 3). Akibat perubahan status pemerintahan Katobengke dari Desa menjadi Kelurahan Katobengke terhadap ekonomi, sosial dan budaya merupakan peristiwa yang tidak bisa terpisahkan yang dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat Katobengke. dari segala aspek baik dalam bidang ekonomi, sarana dan prasarana dan sosial budaya yang secara menyeluruh saling berhubungan. Kata Kunci: Perubahan Status, Katobengke, dan Sistim Pemerintahan
SITUS BENTENG OLLO PENINGGALAN SEJARAH BARATA KAEDUPA DI PULAU KALEDUPA KABUPATEN WAKATOBI Qifli, Ahmad Zul; Hadara, Ali
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 2, No 2 (2017): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (605.755 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v2i2.8438

Abstract

ABSTRAK Permasalahan utama dalam penelitian ini adalah: (1) Apa yang melatarbelakangi pembuatan benteng Ollo?; (2) Bagaimana bentuk bahan, dan struktur bangunan benteng Ollo?; dan (3) Bagaimana fungsi benteng Ollo dan hubungannya dengan benteng-benteng lain di sekitarnya?Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah yaitu: (a) Heuristik (pengumpulan data), yang dilakukan melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan dengan teknik pengamatan, wawancara, dan studi dokumen; (b) Kritik, yang dilakukan melalui kritik eksternal dan kritik internal; dan (c) Historiografi, dilakukan dengan cara sistematis melalui tahap interpretasi, eksplanasi, dan ekspos.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: (1) Latar belakang pembuatan benteng Ollo adalah sangat erat kaitannya dengan strategi pertahanan dan keamanan guna melindungi masyarakat dari segala macam ancaman musuh. Berdirinya benteng merupakan jawaban atas segala tantangan, tuntutan, dan dorongan dari diri manusia menuju ke arah terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan manusia baik individu maupun kelompok. Guna menghadapi situasi yang demikian sulit, maka penguasa di Kaledupa membangun benteng Ollo sebagai pertahanan masa lampau. Benteng dan situs benteng merupakan bukti nyata suatu peradaban bangsa di masa lalu. Benteng adalah alat yang membantu ingatan akan sesuatu yang dianggap penting baik dari sudut sejarah, kebudayaan, maupun kemasyarakatan; (2) Benteng Ollo merupakan benteng pertahanan yang strategis dengan posisinya yang berada di puncak bukit. Benteng dengan bentuk persegi panjang ini memiliki struktur fisik dengan berdindingkan batu gunung, dengan susunan batu yang tidak rata. Susunan batu tertinggi 3 meter, sedangkan susunan batu terendah 1,5 meter. Bahan bangunan yang digunakan berupa batu, pasir dan kapur.Batu yang digunakan berwarna hitam yang disusun tanpa perekat; dan (3) Benteng Ollo memiliki fungsi dan peran ganda yakni sebagai pusat pertahanan dan keamanan dari ancaman musuh, serta perlindungan bagi masyarakat yang bermukim di dalamnya, sebagai pusat pemerintahan Barata Kaedupa serta sebagai pusat penyebaran Islam di Pulau Kaledupa yang dipusatkan di Mesjid Agung Bente Ollo. Benteng Ollo memiliki hubungan yang sangat erat dengan benteng lain yang ada di Kaledupa yang masih bersifat tradisional yang dibangun atas kesepakatan bersama. Benteng Ollo dibangun memiliki tujuan yang sama dengan benteng Palea yaitu sebagai pertahanan dan keamanan dari gangguan bajak laut (Sanggila) yang tidak pernah diharapkan kehadirannya oleh masyarakat Kaledupa.Kata Kunci:  Peninggalan Sejarah, Benteng Ollo, Barata Kaedupa
GERAKAN SOSIAL MASYARAKAT KAMPUNG LABALUBA DESA KONTUMERE KECAMATAN KABAWO KABUPATEN MUNA TAHUN 1960-1980 Nurwan, Nurwan; Hadara, Ali; Batia, La
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 4, No 4 (2019): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (979.189 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v4i4.12874

Abstract

ABSTRAK: Inti pokok masalah dalam penelitian ini meliputi latar belakang gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna, Faktor-faktor yang mendorong gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna, proses gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna dan akibat gerakan sosial masyarakat Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna? Latar belakang gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba yaitu keadaan kampungnya yang hanya terdiri dari beberapa kepala keluarga tiap kampung dan jarak yang jauh masing-masing kampung membuat keadaan masyarakatnya sulit untuk berkomnikasi dan tiap kampung hanya terdiri dari lima sampai dengan tujuh kepala keluarga saja. Kampung ini letaknya paling timur pulau Muna terbentang dari ujung kota Raha sekarang sampai kampung Wakuru yang saat ini. Kondisi ini juga yang menjadi salah satu faktor penyebab kampung ini kurang berkembang baik dibidang ekonomi, sosial politik, pendidikan maupun di bidang kebudayaan. Keadaan ini diperparah lagi dengan sifat dan karakter penduduknya yang masih sangat primitif. Faktor yang mendorong adanya gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna adalah adanya ketidaksesuaian antara keinginan pemerintah setempat dan masyarakat yang mendiami Kampung Labaluba pada waktu itu. Sedangkan proses gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna bermula ketika pemerintah seolah memaksakan kehendaknya kepada rakyat yang menyebabkan rakyat tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Akibat yang ditimbulkan dari adanya gerakan sosial masyarakat Kampung Labaluba Desa Kontumere Kecamatan Kabawo Kabupaten Muna terbagi dua yaitu akibat positif dan akibat negatif.Kata Kunci: Gerakan Sosial, Factor dan Dampaknya ABSTRACT: The main issues in this study include the background of the social movement of Labaluba Village, Kontumere Village, Kabawo Sub-District, Muna District, Factors that encourage social movements of Labaluba Kampung Sub-village, Kontumere Village, Kabawo Sub-District, Muna District, the social movement process of Labaluba Village, Kontumere Village, Kabawo Sub-District Muna Regency and due to Labaluba community social movements Kontumere Village Kabawo District Muna Regency? The background of the Labaluba Kampung community social movement is that the condition of the village consists of only a few heads of households per village and the distance of each village makes it difficult for the community to communicate and each village only consists of five to seven households. This village is located east of the island of Muna stretching from the edge of the city of Raha now to the current village of Wakuru. This condition is also one of the factors causing the village to be less developed in the economic, social political, educational and cultural fields. This situation is made worse by the very primitive nature and character of the population. The factor that motivated the existence of the social movement of Labaluba Village in Kontumere Village, Kabawo Subdistrict, Muna Regency was the mismatch between the wishes of the local government and the people who inhabited Labaluba Village at that time. While the process of social movements in Labaluba Village, Kontumere Village, Kabawo District, Muna Regency began when the government seemed to impose its will on the people, causing the people to disagree with the policy. The consequences arising from the existence of social movements in Labaluba Village, Kontumere Village, Kabawo District, Muna Regency are divided into two, namely positive and negative effects. Keywords: Social Movements, Factors and their Impacts
TRADISI MANSA PADA MASYARAKAT WANGI-WANGI DI KABUPATEN WAKATOBI (Suatu Tinjauan Sejarah) Edi, La; Hadara, Ali; M., Aswati
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (314.749 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7357

Abstract

ABSTRAK            Tradisi Mansa pada Masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi dalam kajian ini telah diteliti dengan menfokuskan pada lima masalah utama yaitu (1) Bagaimana latar belakang lahirnya Mansa pada masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi? (2) Bagaimana prosesi Mansa pada masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi? (3) Bagaimana fungsi Mansa  pada masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi? (4) Bagaimana perubahan Mansa pada Masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi? (5) Nilai-nilai apa yang terkandung dalam Mansa  pada masyarakat Wangi-Wangi di Kabupaten Wakatobi.Hasil penelitian di lapangan menunjukkan  bahwa; (1) latar belakang lahirnya Mansa pada masyarakat Wangi-Wangi menurut tradisi lisan yang berkembang, bahwa Mansa sebagai seni penjaga diri sudah ada di Pulau Oroho sebelum kerajaan di Liya dirikan, yaitu sekitar awal abad ke XIII, yaitu  Mansa yang berasal dari Maluku, yang kemudian Mansa itu diserap menjadi kebudayaan masyarakat Wangi-Wangi yang dalam masyarakat Wangi-Wangi dinamakan Mansa Makanjara. Selanjutnya pada perkembangannya, sekitar  abad ke XIX muncul Mansa Balabba sebagai salah satu aliran Mansa yang populer. Selain itu, Mansa di Wangi-Wangi sangat bervariasi, anggapan ini diperkuat dengan beberapa alasan yaitu dari letak geografisnya yang merupakan jalur pelayaran, Kedua; masyarakat Wakatobi dari berbagai penelitian terdahulu dikatakan merupakan pelaut-pelaut tangguh tradisional, yang memungkinkan dari sebagian mereka mempelajari tehnik beladiri ditempat yang mereka kunjungi. (2) prosesi pelaksanaan belajar Mansa dimulai dari Elaha u laro (mencari simpati), Hesofui (pensucian diri), Paho (mempertajam penglihatan), Hena-henai’a (belajar jurus).(3) Fungsi Mansa pada masyarakat Wangi-Wangi tentunya tidak jauh berbeda dengan fungsi silat pada umumnya, yaitu (a) sebagai beladiri,dan (b) sebagai pertunjukan. (4) Perubahan yang terjadi dalam tradisi Mansa yaitu terutama munculnya aliran-aliran baru seperti Karate, Tai Kondo yang dapat mempengaruhi eksitensi Mansa yang lama. (5) Nilai yang terkandung dalam tradisi Mansa yaitu: (a) Nilai Budaya (b) Nilai Sosial; (c) Nilai Spiritual; dan (d) Nilai Estetika. Kata Kunci: Sejarah, Nilai, dan tradisi Mansa
SEJARAH KAMPUNG DANDILA MENJADI DESA MAROBEA KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT (1960-2015) Dadaswati, Dadaswati; Hadara, Ali; Baenawi, La Ode
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 1, No 1 (2016): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (330.943 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v1i1.7362

Abstract

ABSTRAKPenelitian ini diarahkan pada tiga aspek utama yaitu (1) sejarah terbentuknya kampung Dandila (2) Proses perubahan status Kampung Dandila menjadi Desa Marobea Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna Barat (3) Perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi Desa Marobea Kecamatan Sawerigadi Kabupaten Muna Barat.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah menurut Sjamsuddin (2007) yang terdiri dari 3 (tiga) tahapan yakni (1) Heuristik: pengumpulan data melalui, penelitian kepustakaan, pengamatan, wawancara dan studi dokumen; (2) Verifikasi yaitu untuk mengkaji keaslian dan kebenaran data yang terdiri dari  kritik ekstern (kritik luar) dan kritik intern (kritik dalam), (3) Historiografi (penulisan sejarah) yang terdiri atas: a) penafsiran (interpretasi), b) penjelasan (eksplanasi), dan c) penyajian (ekspose).            Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Sejarah terbentuknya Kampung Dandila berawal dari Kapitalao La Ode Muhammad, dimana pada saat itu dia ditugaskan untuk menjaga keamanan kerajaan Tiworo dibagian timur, sehingga atas dasar pengamatannya daerah pertahanan tersebut dibentuk menjadi sebuah kampung dengan nama Kampung Dandila. Berdasarkan tradisi lisan yang mengungkapkan asal-usul nama Dandila yang berasal dari nama tanaman “kadandi-dandila” yang berarti kelam atau untuk sekarang ini lebih dikenal dengan nilam. Menurut cerita bahwa, tanaman kelam atau nilam ini merupakan tanaman liar yang banyak dijumpai sekitar daerah hutan belukar tersebut, sehingga pada saat daerah pertahanan tersebut dibentuk menjadi sebuah kampung dinamakan Kampung Dandila. (2) Proses perubahan status Kampung Dandila menjadi Desa Marobea dari sebuah pengusulan masyarakat yang dipimpin oleh La Aku Pada 1967 dan berdasarkan peraturan daerah Kabupaten Muna Nomor 30 Tahun 1968 tentang pembentukan Desa Marobea, Kampung Dandila terbentuk menjadi sebuah desa dengan nama Desa Marobea yang berada dalam cakupan Kecamatan Lawa. Nama tersebut berasal dari Kapitalao Marobea yang bertempat di Dandila  dan dijabat oleh Laode Muhammad pada saat itu. (3) Perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi Desa Marobea dilihat dari perkembangan pembangunan fisik maupun non fisik cukup menunjang peningkatan dan kesejahteraan kehidupan masyarakat. Seiring perkembangnya Desa Marobea Kecamatan Sawerigadi pembangunan terjadi dibeberapa bidang baik itu pembangunan fasilitas umum maupun sarana dan prasarana yang menjadi kegiatan pembangunan pemerintahan yang menunjang kehidupan ekonomi masyarakat Desa Marobea. Kata Kunci: Sejarah, Pembentukan Desa, dan Perkembangan
PENETAPAN PASARWAJO SEBAGAI IBU KOTA KABUPATEN BUTON (2003-2017) Firman, Andi; Hadara, Ali
Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO Vol 4, No 1 (2019): Jurnal Penelitian Pendidikan Sejarah UHO
Publisher : Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (262.604 KB) | DOI: 10.36709/jpps.v4i1.7339

Abstract

ABSTRAK: Subtansi penelitian ini mengacu pada tiga aspek permasalahan dasar 1) Mengapa Pasarwajo ditetapkan sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton? 2) Apa tantangan yang dihadapi dalam penetapan Pasarwajo sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton? 3) Bagaimana perkembangan Pasarwajo sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton?Adapun tujuan dalam penelitian adalah: 1) Untuk mendeskripsikan latar belakang penetapan Pasarwajo sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton. 2) Untuk mendeskripsikan tantangan yang dihadapi dalam penetapan Pasarwajo sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton. 3) Untuk mendeskripsikan perkembangan Pasarwajo sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton.Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah menurut Helius  Sjamsuddin, dengan tata kerja terdiri dari tiga tahapan, sebagai berikut: 1) Heuristik (pengumpulan sumber). 2) Kritik sumber yakni langkah kedua dari pengumpulan data atau sumber. 3) Historiografi (penulisan sejarah) yakni tahap akhir dari seluruh rangkaian kegiatan penelitian.Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Penetapan Pasarwajo sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2003 tentang pemindahan Ibu Kota Kabupaten Buton dari Kota Bau-Bau ke Pasarwajo di wilayah Kabupaten Buton. 2) Tantangan yang dihadapi dalam penetapan Pasarwajo sebagai Ibu Kota yaitu diantaranya konflik aset antara Kabupaten Buton dan Kota Bau-Bau serta penetapan lokasi Ibu Kota Kabupaten Buton antara Batauga dan Pasarwajo. Oleh karena itu berakhirnya konflik kedua wilayah ini tidak diikutkan sebagaimana yang diinginkan oleh masing-masing masyarakatnya melainkan berdasarkan bentuk wilayah yang baik untuk menjadi Ibu Kota, walaupun diketahui bahwa akan ada pihak-pihak yang mersa tidak adil tetapi hak dan wewenang diberikan kepada pemerintah untuk mengatur dan mengelolah suatu wilayah dan pengambilan keputusan khususnya dalam penetapan Ibu Kota Kabupaten Buton yang berada di wilayah Pasarwajo. 3) Perkembangan Pasarwajo sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton mulai membenah dari segala aspek yaitu fasilitas pendidikan berdasarkan data tersebut ketersediaan sekolah setiap tahun cenderung bertambah. Serta jumlah fasilitas sekolah dan jumlah murid dan guru mulai dari tingkat pendidikan TK sampai SMA/SMK sederajat setiap tahun cenderung bertambah mulai dari guru sekolah dan murid sekolah. Kemudian fasilitas pasar berdasarkan data tersebut berbagai kegiatan perdagangan yang dilakukan di Kabupaten Buton seperti perdagangan ekspor-impor serta antar pulau semakin meningkat sarana perdagangannya. Fasilitas transportasi berdasarkan data menunjukan bahwa transportasi dalam penetapan Pasarwajo sebagai Ibu Kota Kabupaten Buton terus mengalami perkembangan, serta fasilitas pariwisata yang ada di Kabupaten Buton saat ini menjadi tujuan wisata dunia, pemerintah Kabupaten Buton terus meningkatkan fasilitas yang diinginkan wisatawan khususnya dibidang perhotelan dan wisatanya. Kata Kunci: Penetapan, Pasarwajo, dan Kabupaten ButonÂ