Alchemi Putri Juliantika Kusdiana, Alchemi Putri Juliantika
Balai Penelitian Sembawa, Pusat Penelitian Karet, PT Riset Perkebunan Nusantara Jln. Palembang – Pangkalan Balai

Published : 5 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

PENGUJIAN BIOFUNGISIDA BERBASIS MIKROORGANISME ANTAGONIS UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH PADA TANAMAN KARET Kusdiana, Alchemi Putri Juliantika; Munir, Misbakhul; Suryaningtyas, Heru
Jurnal Penelitian Karet JPK : Volume 33, Nomor 2, Tahun 2015
Publisher : Pusat Penelitian Karet - PT. Riset Perkebunan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/ppk.jpk.v33i2.179

Abstract

Penyakit jamur akar putih (JAP) merupakan salah satu penyakit penting di perkebunan karet Indonesia karena dapat menyebabkan kematian tanaman dan kerugian ekonomi yang cukup tinggi. Salah satu usaha pengendalian penyakit JAP adalah pengobatan tanaman sakit dengan menggunakan biofungisida. Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui efektivitas biofungisida berbahan aktif beberapa mikroorganisme antagonis terhadap penyakit JAP pada skala laboratorium, rumah kaca, dan lapangan. Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Sembawa mulai Juli 2012 sampai April 2013. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah formulasi biofungisida yang mengandung cendawan antagonis Trichoderma viridae, T. harzianum, Paecilomyces lilacinus, dan bakteri antagonis Bacillus subtilis. Percobaan terdiri dari tiga kegiatan yaitu pengujian antagonisme formulasi biofungisida terhadap R. microporus di laboratorium dengan menggunakan metode uji ganda, studi efektivitas formulasi biofungisida terhadap penyakit JAP pada bibit karet dalam polibeg klon PB 260 di rumah kaca dengan menggunakan rancangan acak lengkap enam perlakuan dan tiga ulangan yang terdiri dari kombinasi biofungisida + pupuk hayati berbahan aktif mikoriza serta perlakuan fungisida kimia sebagai pembanding, dan studi efektivitas formulasi biofungisida terhadap penyakit JAP pada tanaman karet belum menghasilkan klon PB 260 di lapangan dengan menggunakan rancangan acak kelompok sembilan perlakuan dan  tiga ulangan yang terdiri dari beberapa perlakuan biofungisida dan fungisida kimia pembanding. Hasil penelitian di laboratorium menunjukkan biofungisida mampu menekan perkembangan R. microporus dengan rata-rata penghambatan sebesar 57,62%. Pengujian di rumah kaca dengan perlakuan kombinasi biofungisida 100 g dan pupuk hayati 200 g cukup efektif menurunkan intensitas serangan JAP sebesar 5,56% dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman yang terlihat dari pertumbuhan akar, tinggi tanaman, dan biomassa kering yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lain. Pengujian biofungisida pada TBM menunjukkan penurunan intensitas serangan penyakit sebesar 18,33% s.d. 23,33% yang tidak berbeda nyata dengan fungisida kimia pembanding dan perlakuan biofungisida 20 g/pohon  memiliki penurunan intensitas serangan penyakit paling tinggi dibandingkan perlakuan biofungisida lainnya. Dari ketiga pengujian menunjukan biofungisida tersebut efektif digunakan untuk mengendalikan penyakit JAP. Diterima : 28 April 2015; Direvisi : 28 Agustus 2015; Disetujui : 10 September 2015 How to Cite : Kusdiana, A. P. J., Munir, M., & Suryaningtyas, H. (2015). Pengujian biofungisida berbasis mikroorganisme antagonis untuk pengendalian penyakit jamur akar putih pada tanaman karet. Jurnal Penelitian Karet, 33(2), 143-156. Retrieved from http://ejournal.puslitkaret.co.id/index.php/jpk/article/view/179
RESISTENSI TANAMAN KARET KLON IRR SERI 300 TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN CORYNESPORA Kusdiana, Alchemi Putri Juliantika; Syafaah, Afdholiatus; Oktavia, Fetrina
Jurnal Penelitian Karet JPK : Volume 35, Nomor 2, Tahun 2017
Publisher : Pusat Penelitian Karet - PT. Riset Perkebunan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/ppk.jpk.v35i2.374

Abstract

Penyakit gugur daun Corynespora yang disebabkan oleh cendawan Corynespora cassiicola (C. cassiicola) merupakan salah satu penyakit daun penting yang dapat menyebabkan penurunan produksi lateks pada perkebunan karet. Salah satu tahapan penting untuk melepaskan klon karet baru adalah mengidentifikasi karakter sekunder seperti resistensi terhadap penyakit. Pengujian resistensi klon karet IRR seri 300 dilakukan di laboratorium dan rumah kaca dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dua faktor yaitu faktor jenis (genotipe) klon (26 jenis klon) dan isolat C. cassiicola (3 isolat). Selain itu, pengamatan serangan penyakit secara langsung juga dilakukan pada tanaman belum menghasilkan di lapangan. Hasil pengujian menunjukkan semua isolat C. cassiicola berpengaruh nyata terhadap resistensi 26 klon IRR seri 300 baik di laboratorium maupun di rumah kaca. Hasil pengamatan pada tiga kegiatan menunjukkan bahwa 13 klon karet yaitu IRR 301, IRR 302, IRR 303, IRR 304, IRR 305, IRR 307, IRR 308, IRR 309, IRR 312, IRR 315, IRR 316, IRR 318, dan IRR 323 memiliki tingkat resistensi tinggi terhadap penyakit gugur daun Corynespora.
RESISTENSI TANAMAN KARET KLON IRR SERI 300 TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN COLLETOTRICHUM DI SUMATERA SELATAN Kusdiana, Alchemi Putri Juliantika; Syafaah, Afdholiatus; Ismawanto, Sigit
Jurnal Penelitian Karet JPK : Volume 36, Nomor 2, Tahun 2018
Publisher : Pusat Penelitian Karet - PT. Riset Perkebunan Nusantara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22302/ppk.jpk.v36i2.555

Abstract

Penyakit gugur daun Colletotrichum merupakan salah satu penyakit penting yang dapat menyebabkan penurunan produksi lateks pada perkebunan karet. Pengendalian penyakit gugur daun Colletotrichum yang paling efektif adalah dengan penggunaan klon resisten. Pengujian resistensi klon karet IRR seri 300 dilakukan di laboratorium dan rumah kaca dengan menggunakan rancangan acak lengkap dua faktor yaitu jenis klon (26 jenis klon) dan isolat C. gloeosporioides (tiga isolat: CG-PR 303, CG-RRIM 600, dan CG-GT 1). Selain itu, pengamatan serangan penyakit secara langsung juga dilakukan pada tanaman belum menghasilkan di lapangan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua isolat C. gloeosporioides memiliki pengaruh nyata terhadap tingkat ketahanan 22 klon IRR seri 300 baik di laboratorium maupun di rumah kaca. Isolat CG-PR-303 memiliki tingkat virulensi paling tinggi dibandingkan isolat lainnya. Berdasarkan hasil pengamatan pada tiga kegiatan dapat disimpulkan bahwa 13 klon karet yaitu IRR 300, IRR 301, IRR 302, IRR 307, IRR 308, IRR 309, IRR 310, IRR 311, IRR 313, IRR 315, IRR 316, IRR 318, dan IRR 321 memiliki tingkat resistensi yang tinggi terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum.
KARAKTERISASI ISOLAT Pestalotiopsis sp. DARI BEBERAPA INANG DAN PATOGENISITASNYA PADA TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis) Yusnizar, Mella; Bahri, Syamsul; Marnita, Yenni; Kusdiana, Alchemi Putri Juliantika
Jurnal Agroqua: Media Informasi Agronomi dan Budidaya Perairan Vol 22 No 2 (2024): Jurnal Agroqua
Publisher : University of Prof. Dr. Hazairin, SH

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32663/ja.v22i2.4450

Abstract

The variety of hosts of Pestalotiopsis sp. raises the question of whether Pestalotiopsis sp. originating from various hosts share the same characteristics as Pestalotiopsis sp. from rubber plants and have the potential to become pathogens on rubber plants. Therefore, this study was conducted to identify the morphological characteristics of Pestalotiopsis sp. from various hosts and to assess the pathogenic potential of Pestalotiopsis sp. from various hosts on rubber plants. The research was conducted at the Sungei Putih Research Unit, Rubber Research Center, Galang District, Deli Serdang Regency, North Sumatra. The study was carried out from February to June 2023. The research consisted of two main activities: the characterization of Pestalotiopsis sp. isolates and the testing of the pathogenicity of these isolates on rubber plants at the laboratory scale. The research employed a completely randomized design (CRD) non-factorial. The colony diameter characteristics of Pestalotiopsis sp. continued to increase. Colonies with nearly identical characteristics were white, had a smooth texture, resembled flowers forming patterns on their mycelium, and had conidiomata shaped like small black spots in the middle and irregularly scattered. Microscopic identification of Pestalotiopsis sp. fungi from various hosts showed similar characteristics, including being five-celled, having fusiform and oval conidia with four brown septa, and having two hyaline sentulae with a basal pedicel. Pathogenicity testing of Pestalotiopsis sp. isolates from various hosts indicated that rubber plant hosts had the highest lesion diameter compared to other hosts.
The Effect of Volume and Inoculation Method on the Development of Bacterial Panicle Blight Disease in Rice Plant Kusdiana, Alchemi Putri Juliantika; Hidayat, Joni; Zulaiha, Siti; Wahyudin, Denih
Akta Agrosia Vol 25 No 1 (2022)
Publisher : Badan Penerbitan Fakultas Pertanian (BPFP), Fakultas Pertanian, Universitas Bengkkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31186/aa.25.1.17-23

Abstract

Bacterial panicle blight in rice plants caused by Burkholderia glumae. These bacteria interfere with the grain filling process so that the grain is not filled and can cause yield losses of up to 75% on pathogenic infested land. This study was conducted to determine the effect of B. glumaesuspension volume and inoculation method on the development of bacterial panicle blight. The research was conducted on vegetative and generative rice plants using a factorial completely randomized design with the volume of bacterial suspension as the first factor and the inoculation method as the second factor. The results showed that the higher the volume of the B. glumaesuspension inoculated, the higher the severity of bacterial panicle blight in rice plants. Both the inoculation and injection methods can cause the same disease severity. Besides, the severity of bacterial panicle blight in the generative phase is more severe than in the vegetative phase