Claim Missing Document
Check
Articles

Found 12 Documents
Search

Pattern of Intussusception on Infants and Children in Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung Kusmaheidi, Silmina; Diposarosa, Rizki; Nugraha, Harry Galuh
Althea Medical Journal Vol 2, No 3 (2015)
Publisher : Althea Medical Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.818 KB)

Abstract

Background: Intussusception is the most frequent cause of acute intestinal obstruction in infants and toddlers. Incidence was reported at 1.5 to 4 cases for every 1000 live birth. In Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung, 55 cases were reported between 2005–2008. This study aimed to identify the characteristics of intussusception patients at Department of Pediatric Surgery Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung periode 2009–2011.Methods: This was a retrospective descriptive study by using medical records of intussusceptions patient’s from January 2009 to December 2011. The information collected were age, gender, chief complaint, signs and symptoms, onset of symptoms, nutritional status, history of previous infection, type of intussusceptions, pathologic lead point, and complications; including bowel necrosis and sepsis. The collected data was analyzed and presented as percentages shown in tablesResults: There were 32 cases found, of which 84.4% affected well-nourished infants <1 year. Male was predominant (2:1). Bloody mucous stool was the major chief complaint (84.4%). Accompanying symptoms were pain due to colic, vomiting, bloating, and abdominal mass. Eleven patients were found with the onset of symptoms at ≤24 hours. Thirty-one percent (31%) cases were reported with the history of respiratory tract infection and 44% cases with the history of diarrhea. Most common type found was ileocolic. Pathologic lead point was only found in a single case.Conclusions: Intussusception cases in Dr. Hasan Sadikin General Hospital are decreasing, with the characteristics mainly affect well-nourished children, under 1 year old, predominantly male. The prominent chief complaint is bloody mucous stool, whereas ileocolic is the most common type with history of infection. [AMJ.2015;2(3):458–62] DOI: 10.15850/amj.v2n3.502
Perbedaan Intensitas Penyengatan Meningeal Hasil MRI antara Sekuens T2 FLAIR Post Contrast dan T1WI Post Contrast Gadolinium-DTPA dalam Mendeteksi Penyangatan Meningeal pada Kasus Meningitis Tuberkulosis Hendarin, Arie; Soetikno, Rista D.; Nugraha, Harry Galuh
Majalah Kedokteran Bandung Vol 49, No 3 (2017)
Publisher : Faculty of Medicine, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1379.365 KB) | DOI: 10.15395/mkb.v49n3.1117

Abstract

Diagnosis meningitis TB terutama pada kasus possible dan probable sulit ditegakkan. Pemeriksaan MRI kepala dengan kontras Gadolinium-DTPA adalah modalitas radiologi yang paling sensitif untuk membantu mendiagnosis penyakit ini. Penyangatan meningeal di daerah basal merupakan gambaran MRI yang paling banyak ditemukan pada meningitis TB. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui perbedaan peningkatan intensitas sinyal meningen sekuens T2-FLAIR dengan T1WI pada pasien meningitis tuberkulosis menggunakan pemeriksaan MRI kepala dengan kontras Gadolinium-DTPA di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada bulan Januari 2015–Juni 2016. Subjek penelitian sebanyak 21 orang dengan meningitis TB dilakukan pemeriksaan MRI kepala dengan kontras Gadolinium-DTPA. Analisis statistik komparatif dilakukan untuk menguji perbedaan peningkatan intensitas sinyal meningen sekuens T2-FLAIR post contrast dengan T1WI post contrast. Hasil penelitian menujukkan rerata peningkatan intensitas sinyal meningen sekuen T2-FLAIR (∆T2-FLAIR) sebesar 360,59±182,19 aμ sedangkan T1WI (∆T1WI) sebesar 126,47±72,57 aμ. Hasil uji statistik menggunakan uji T pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan perbedaan yang bermakna ∆T2-FLAIR dengan ∆T1WI pada nilai p=0,000. Sebagai simpulan didapatkan peningkatan intensitas sinyal meningen sekuens T2-FLAIR post contrast lebih besar daripada T1WI post contrast pada kasus meningitis TB.  [MKB. 2017;49(3):172–78]Kata kunci: Meningitis tuberkulosis, MRI sekuens T1WI dan T2-FLAIR, penyangatan meningealDifference between Gadolinium-DTPA Enhanced T2 FLAIR Sequence and T1WI Sequence MRI in Detecting Meningeal Enhancement in Tuberculous MeningitisThe diagnosis of TB meningitis, especially in possible and probable cases, is difficult. Contrast-enhanced MRI of the head with Gadolinium-DTPA is the most sensitive imaging modality that supports diagnosis of this disease. The most common presentation of TB meningitis in MRI is basal meningeal enhancement. The objective of this study was to determine the difference in the increase of T2-FLAIR and T1WI sequence meningeal signal intensity of in patients with tuberculous meningitis using contrast-enhanced MRI of the head with Gadolinium-DTPA in Dr. Hasan Sadikin General Hospital from January 2015–June 2016. Contrast enhanced MRI examination was conducted in 21 subjects with TB meningitis. Statistical analysis was performed to examine the difference in the increase in meningeal signal intensity of post contrast T2-FLAIR and post contrast T1WI. The result showed that the mean increases in meningeal signal intensity of T2-FLAIR (ΔT2-FLAIR) and T1WI (ΔT1WI) were  360.59±182.19 au and 126.47±72.57 aμ respectively. Statistical test results using T test at 95% confidence level indicated that there was a difference between ΔT2-FLAIR and ΔT1WI at p-value=0.000. In conclusion, the mean increase in meningeal signal intensity of post contrast T2-FLAIR is greater than in the post contrast T1WI in TB meningitis. [MKB. 2017;49(3):172–78]Key words: Meningeal enhancement, T1WI and T2-FLAIR sequence MRI, tuberculous meningitis
Efektivitas Water Soluble Contrast Medium (Urografin®) pada Adhesive Small Bowel Obstruction (ASBO) untuk Diterapi tanpa Pembedahan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Singarimbun, Wilner; Rodjak, Maman Wastaman; Rudiman, Reno; Nugraha, Harry Galuh
Jurnal llmu Bedah Indonesia Vol 45 No 1 (2017): Artikel Penelitian
Publisher : Ikatan Ahli Bedah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46800/jibi-ikabi.v45i1.42

Abstract

Pendahuluan: Adhesive small bowel obstruction (ASBO) membutuhkan penatalaksanaan yang tepat sesuai dengan algoritma diagnostik dan terapeutik yang berlaku. Indikasi dan durasi dari penatalaksanaan terapi nonoperatif serta waktu yang tepat tindakan operasi harus dilakukan masih diperdebatkan. Water soluble contrast medium (WSCM) memiliki fungsi diagnostik dan terapeutik pada pasien dengan ASBO. Metode: Jenis penelitian ini adalah before and after study dengan membandingkan dua kelompok penderita ASBO yang diterapi tanpa pembedahan yang dilakukan pemberian Urogafin dan tidak diberikan Urografin® untuk menentukan efek terapeutiknya pada pasien ASBO. Hasil: Dari karakteristik pasien ASBO ditemukan sebagian besar laki laki (55.8%) dengan rentang usia terbanyak antara 27-38 tahun. Pasien datang ke rumah sakit dengan onset ileus 2-5 hari (74.4%) dengan jenis ileus parsial sebanyak 86%(37 pasien). Interval operasi sebelumnya terbanyak &lt; 12 bulan dengan jenis operasi terbanyak berupa appendektomi perlaparotomi. Terdapat hubungan bermakna antara pemberian WSCM dan kebutuhan terhadap relaparotomi dibandingkan dengan grup kontrol (p:0.043). Urografin® efektif dalam menurunkan Length of Stay (LOS) (p:0.01). Tidak terdapat hubungan antara pemberian WSCM terhadap angka mortalitas pasien ASBO maupun durasi ileus sebelum masuk rumah sakit dengan kebutuhan relaparotomi. Kesimpulan: Tindakan non operatif harus dipertimbangkan pada pasien ASBO tanpa tanda tanda peritonitis maupun strangulasi. Urografin® terbukti aman dan memiliki fungsi diagnosis (memprediksi tingkat resolusi adhesi dan kebutuhan operasi) dan efektif dalam fungsi terapeutik dalam menurunkan waktu resolusi obstruksi, kebutuhan akan operasi ,dan menurunkan durasi lama perawatan di rumah sakit. Posisi kontras dalam 24 jam pertama dapat dijadikan prediktor dalam memutuskan tindakan selanjutnya bagi ahli bedah.
Pattern of Intussusception on Infants and Children in Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung Silmina Kusmaheidi; Rizki Diposarosa; Harry Galuh Nugraha
Althea Medical Journal Vol 2, No 3 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (500.818 KB)

Abstract

Background: Intussusception is the most frequent cause of acute intestinal obstruction in infants and toddlers. Incidence was reported at 1.5 to 4 cases for every 1000 live birth. In Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung, 55 cases were reported between 2005–2008. This study aimed to identify the characteristics of intussusception patients at Department of Pediatric Surgery Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung periode 2009–2011.Methods: This was a retrospective descriptive study by using medical records of intussusceptions patient’s from January 2009 to December 2011. The information collected were age, gender, chief complaint, signs and symptoms, onset of symptoms, nutritional status, history of previous infection, type of intussusceptions, pathologic lead point, and complications; including bowel necrosis and sepsis. The collected data was analyzed and presented as percentages shown in tablesResults: There were 32 cases found, of which 84.4% affected well-nourished infants <1 year. Male was predominant (2:1). Bloody mucous stool was the major chief complaint (84.4%). Accompanying symptoms were pain due to colic, vomiting, bloating, and abdominal mass. Eleven patients were found with the onset of symptoms at ≤24 hours. Thirty-one percent (31%) cases were reported with the history of respiratory tract infection and 44% cases with the history of diarrhea. Most common type found was ileocolic. Pathologic lead point was only found in a single case.Conclusions: Intussusception cases in Dr. Hasan Sadikin General Hospital are decreasing, with the characteristics mainly affect well-nourished children, under 1 year old, predominantly male. The prominent chief complaint is bloody mucous stool, whereas ileocolic is the most common type with history of infection. [AMJ.2015;2(3):458–62] DOI: 10.15850/amj.v2n3.502
THE ROLE OF MAGNETIC RESONANCE IMAGING IN THE DIAGNOSIS AND STAGING OF ORAL SQUAMOUS CELL CARCINOMA: CASE REPORTS Rahmi Harmiyati; Irna Sufiawati; Harry Galuh Nugraha
ODONTO : Dental Journal Vol 9: Special Issue 1. April 2022
Publisher : Faculty of Dentistry, Universitas Islam Sultan Agung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30659/odj.9.0.24-32

Abstract

STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN VOLUME OF INTEREST (VOI) DALAM MENGANALISIS BIODISTRIBUSI SENYAWA PENGONTRAS GD-DTPA-FOLAT DIBANDINGKAN DENGAN GD-DTPA PADA HEPAR DAN GINJAL TIKUS MENGGUNAKAN MRI Mulia Rahmansyah; Iyus Maolana Yusuf; Harry Galuh Nugraha; Ristaniah D. Soetikno
JURNAL PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS TRISAKTI Vol. 6 No. 1 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1262.835 KB) | DOI: 10.25105/pdk.v6i1.8624

Abstract

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas pencitraan diagnostik yang sebagian besar menggunakan senyawa pengontras. Konsentrasi senyawa pengontras dapat diukur secara tidak langsung dari peningkatan instensitas sinyal yang merupakan bagian dari analisis tekstural ditampilkan dengan Region of Interest (ROI) ataupun Volume of Interest (VOI). Dua organ eliminasi dalam biodistribusi obat dalam tubuh yaitu hepar dan ginjal. VOI merupakan penilaian yang mencakup kuantifikasi tekstur seluruh jaringan, sehingga VOI dapat menilai biodistribusi pada hepar dan ginjal. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis VOI senyawa pengontras Gd-DTPA-Folat dan Gd-DTPA dan membandingkannya dengan ROI dan target to background ratio. Studi pendahuluan yang merupakan penelitian observasional analitik menggunakan data prospektif. Analisis statistik menggunakan tes Mann-Whitney untuk membandingkan perbedaan intensitas sinyal senyawa pengontras Gd-DTPA-Folat dan Gd-DTPA pada konsentrasi 112 mg/0,5 ml dengan waktu pindai yang berbeda. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor tikus putih. Variabel independen adalah jenis kontras dan waktu pindai, variabel dependen adalah nilai ROI, target to background ratio, dan VOI. Variabel perancu dipengaruhi oleh perbedaan tempat dan ukuran. Bias dikurangi dengan pengukuran minimal 3 kali dengan ukuran 20 mm2. VOI digunakan sebagai modifikasi efek. Nilai rerata VOI Gd-DTPA-Folat dan Gd-DTPA memiliki nilai yang hampir sama pada hepar dan ginjal pada waktu yang berbeda serta menunjukkan waktu yang optimal pada 1 jam pertama. VOI memiliki keunggulan dalam menilai biodistribusi senyawa pengontras pada organ hepar dan ginjal dibandingkan dengan ROI dan target to background ratio.
STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN VOLUME OF INTEREST (VOI) DALAM MENGANALISIS BIODISTRIBUSI SENYAWA PENGONTRAS GD-DTPA-FOLAT DIBANDINGKAN DENGAN GD-DTPA PADA HEPAR DAN GINJAL TIKUS MENGGUNAKAN MRI Mulia Rahmansyah; Iyus Maolana Yusuf; Harry Galuh Nugraha; Ristaniah D. Soetikno
JURNAL PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS TRISAKTI Vol. 6 No. 1 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25105/pdk.v6i1.8624

Abstract

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas pencitraan diagnostik yang sebagian besar menggunakan senyawa pengontras. Konsentrasi senyawa pengontras dapat diukur secara tidak langsung dari peningkatan instensitas sinyal yang merupakan bagian dari analisis tekstural ditampilkan dengan Region of Interest (ROI) ataupun Volume of Interest (VOI). Dua organ eliminasi dalam biodistribusi obat dalam tubuh yaitu hepar dan ginjal. VOI merupakan penilaian yang mencakup kuantifikasi tekstur seluruh jaringan, sehingga VOI dapat menilai biodistribusi pada hepar dan ginjal. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis VOI senyawa pengontras Gd-DTPA-Folat dan Gd-DTPA dan membandingkannya dengan ROI dan target to background ratio. Studi pendahuluan yang merupakan penelitian observasional analitik menggunakan data prospektif. Analisis statistik menggunakan tes Mann-Whitney untuk membandingkan perbedaan intensitas sinyal senyawa pengontras Gd-DTPA-Folat dan Gd-DTPA pada konsentrasi 112 mg/0,5 ml dengan waktu pindai yang berbeda. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor tikus putih. Variabel independen adalah jenis kontras dan waktu pindai, variabel dependen adalah nilai ROI, target to background ratio, dan VOI. Variabel perancu dipengaruhi oleh perbedaan tempat dan ukuran. Bias dikurangi dengan pengukuran minimal 3 kali dengan ukuran 20 mm2. VOI digunakan sebagai modifikasi efek. Nilai rerata VOI Gd-DTPA-Folat dan Gd-DTPA memiliki nilai yang hampir sama pada hepar dan ginjal pada waktu yang berbeda serta menunjukkan waktu yang optimal pada 1 jam pertama. VOI memiliki keunggulan dalam menilai biodistribusi senyawa pengontras pada organ hepar dan ginjal dibandingkan dengan ROI dan target to background ratio.
Hubungan Stadium Hipertensi dengan Derajat Perlemakan Menggunakan Indeks Hepatorenal Sonografi Dede Marina; Harry Galuh Nugraha; Leni Santiana; Lanny Noor Diyanti
Global Medical & Health Communication (GMHC) Vol 5, No 3 (2017)
Publisher : Universitas Islam Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (149.319 KB) | DOI: 10.29313/gmhc.v5i3.2175

Abstract

Hipertensi merupakan prekursor perkembangan perlemakan hati nonalkoholik. Modalitas pencitraan USG paling banyak digunakan untuk menegakkan diagnosis perlemakan hati nonalkoholik. Saat ini dikembangkan teknik USG menggunakan parameter indeks hepatorenal sonografi yang dihitung dengan program software ImageJ dan digunakan untuk memprediksi derajat perlemakan hati. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara stadium hipertensi dan derajat perlemakan hati nonalkoholik menggunakan indeks hepatorenal sonografi. Penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan rancangan cross sectional, pengambilan sampel dilakukan secara consecutive admission. Penelitian dilaksanakan di Bagian Radiologi RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung periode Juni–Agustus 2016. Subjek penelitian 50 orang, laki-laki 22 orang, perempuan 28 orang, usia termuda 25 tahun, dan tertua 77 tahun. Hasil penelitian melalui uji statistik chi-square menunjukkan derajat perlemakan hati nonalkoholik ringan lebih banyak pada prehipertensi (9 dari 16), derajat sedang pada hipertensi stadium I (10 dari 19), dan derajat berat pada hipertensi stadium II (8 dari 15) dengan p<0,001. Perlemakan hati nonalkoholik derajat sedang dan berat lebih sering ditemukan pada perempuan dengan hipertensi (p=0,005) Simpulan, terdapat hubungan antara stadium hipertensi dan derajat perlemakan hati nonalkoholik menggunakan indeks hepatorenal sonografi.THE ASSOCIATION OF HYPERTENSION STAGE AND NON-ALCOHOLIC FATTY LIVER DEGREE USING HEPATORENAL SONOGRAPHY INDEXHypertension is considered as a precursor to the development of non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD). Ultrasonography techniques have been developed using sonography hepatorenal index parameter calculated by ImageJ, that can predict the degree of NAFLD. This study aim to determine the relationship between hypertension stage and the degree of NAFLD using sonography hepatorenal index. The research is an observational using cross sectional methods, with consecutive admission sampling method. The study was performed at Dr. Hasan Sadikin Hospital Bandung from June to August 2016. A total of 50 subjects, 22 men and 28 women, with the youngest 25 and the oldest 77 years old participated. Results  indicated that the mild degree of NAFLD were higher on prehypertension (9 of 16), the moderate degree on stage I hypertension (10 of 19), while the severe degree found on stage II hypertension (8 of 15), with p<0.001. Moderate and severe degree of NAFLD in hypertensive patient is more common in women (p=0.005). In conclusion, there was a relationship between hypertension stage and the degree of NAFLD. 
Efektivitas Water Soluble Contrast Medium (Urografin®) pada Adhesive Small Bowel Obstruction (ASBO) untuk Diterapi tanpa Pembedahan di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Wilner Singarimbun; Maman Wastaman Rodjak; Reno Rudiman; Harry Galuh Nugraha
Jurnal llmu Bedah Indonesia Vol. 45 No. 1 (2017): Juli 2017
Publisher : Ikatan Ahli Bedah Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.46800/jibi-ikabi.v45i1.42

Abstract

Pendahuluan: Adhesive small bowel obstruction (ASBO) membutuhkan penatalaksanaan yang tepat sesuai dengan algoritma diagnostik dan terapeutik yang berlaku. Indikasi dan durasi dari penatalaksanaan terapi nonoperatif serta waktu yang tepat tindakan operasi harus dilakukan masih diperdebatkan. Water soluble contrast medium (WSCM) memiliki fungsi diagnostik dan terapeutik pada pasien dengan ASBO. Metode: Jenis penelitian ini adalah before and after study dengan membandingkan dua kelompok penderita ASBO yang diterapi tanpa pembedahan yang dilakukan pemberian Urogafin dan tidak diberikan Urografin® untuk menentukan efek terapeutiknya pada pasien ASBO. Hasil: Dari karakteristik pasien ASBO ditemukan sebagian besar laki laki (55.8%) dengan rentang usia terbanyak antara 27-38 tahun. Pasien datang ke rumah sakit dengan onset ileus 2-5 hari (74.4%) dengan jenis ileus parsial sebanyak 86%(37 pasien). Interval operasi sebelumnya terbanyak < 12 bulan dengan jenis operasi terbanyak berupa appendektomi perlaparotomi. Terdapat hubungan bermakna antara pemberian WSCM dan kebutuhan terhadap relaparotomi dibandingkan dengan grup kontrol (p:0.043). Urografin® efektif dalam menurunkan Length of Stay (LOS) (p:0.01). Tidak terdapat hubungan antara pemberian WSCM terhadap angka mortalitas pasien ASBO maupun durasi ileus sebelum masuk rumah sakit dengan kebutuhan relaparotomi. Kesimpulan: Tindakan non operatif harus dipertimbangkan pada pasien ASBO tanpa tanda tanda peritonitis maupun strangulasi. Urografin® terbukti aman dan memiliki fungsi diagnosis (memprediksi tingkat resolusi adhesi dan kebutuhan operasi) dan efektif dalam fungsi terapeutik dalam menurunkan waktu resolusi obstruksi, kebutuhan akan operasi ,dan menurunkan durasi lama perawatan di rumah sakit. Posisi kontras dalam 24 jam pertama dapat dijadikan prediktor dalam memutuskan tindakan selanjutnya bagi ahli bedah.
STUDI PENDAHULUAN PENGGUNAAN VOLUME OF INTEREST (VOI) DALAM MENGANALISIS BIODISTRIBUSI SENYAWA PENGONTRAS GD-DTPA-FOLAT DIBANDINGKAN DENGAN GD-DTPA PADA HEPAR DAN GINJAL TIKUS MENGGUNAKAN MRI Mulia Rahmansyah; Iyus Maolana Yusuf; Harry Galuh Nugraha; Ristaniah D. Soetikno
JURNAL PENELITIAN DAN KARYA ILMIAH LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS TRISAKTI Vol. 6 No. 1 (2021)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1262.835 KB) | DOI: 10.25105/pdk.v6i1.8624

Abstract

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan modalitas pencitraan diagnostik yang sebagian besar menggunakan senyawa pengontras. Konsentrasi senyawa pengontras dapat diukur secara tidak langsung dari peningkatan instensitas sinyal yang merupakan bagian dari analisis tekstural ditampilkan dengan Region of Interest (ROI) ataupun Volume of Interest (VOI). Dua organ eliminasi dalam biodistribusi obat dalam tubuh yaitu hepar dan ginjal. VOI merupakan penilaian yang mencakup kuantifikasi tekstur seluruh jaringan, sehingga VOI dapat menilai biodistribusi pada hepar dan ginjal. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis VOI senyawa pengontras Gd-DTPA-Folat dan Gd-DTPA dan membandingkannya dengan ROI dan target to background ratio. Studi pendahuluan yang merupakan penelitian observasional analitik menggunakan data prospektif. Analisis statistik menggunakan tes Mann-Whitney untuk membandingkan perbedaan intensitas sinyal senyawa pengontras Gd-DTPA-Folat dan Gd-DTPA pada konsentrasi 112 mg/0,5 ml dengan waktu pindai yang berbeda. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yang masing-masing terdiri dari 3 ekor tikus putih. Variabel independen adalah jenis kontras dan waktu pindai, variabel dependen adalah nilai ROI, target to background ratio, dan VOI. Variabel perancu dipengaruhi oleh perbedaan tempat dan ukuran. Bias dikurangi dengan pengukuran minimal 3 kali dengan ukuran 20 mm2. VOI digunakan sebagai modifikasi efek. Nilai rerata VOI Gd-DTPA-Folat dan Gd-DTPA memiliki nilai yang hampir sama pada hepar dan ginjal pada waktu yang berbeda serta menunjukkan waktu yang optimal pada 1 jam pertama. VOI memiliki keunggulan dalam menilai biodistribusi senyawa pengontras pada organ hepar dan ginjal dibandingkan dengan ROI dan target to background ratio.