Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Hifz Al Aql dan Penerapan Open-Ended Question dalam Materi Konsep Arah Kiblat Pada Mata Kuliah Matematika Astronomi Agus Solikin; Siti Tatmainul Qulub; Adi Damanhuri; Novi Sopwan; Holillur Rohman
Edukasi Islami : Jurnal Pendidikan Islam Vol 12, No 02 (2023): Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30868/ei.v12i02.3243

Abstract

Artikel ini bertujuan mendeskripsikan langkah-langkah penerapan pendekatan open ended question pada materi konsep arah kiblat di mata kuliah matematika astronomi dalam rangka menjaga semangat hifz al aql. Artikel ini merupakan hasil penelitian lapangan di prodi Ilmu Falak Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya Semester Gasal Tahun Akademik 2022/2023. Langkah - langkah  penerapan pendekatan pada kajian ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama persiapan yang meliputi penyusunan lembar kerja mahasiswa yang memuat masalah tentang konsep arah kiblat dengan pendekatan open ended question. Tahap kedua pelaksanaan, dimulai dengan dosen pengampu menyampaikan motivasi, tujuan perkuliahan dan metode perkuliahan yang dilakukan. Kemudian dilanjutkan mahasiswa membentuk kelompok, bersama kelompoknya mahasiswa mendiskusikan penyelesaian masalah yang ada dalam lembar kerja mahasiswa, kemudian dilanjutkan dengan satu atau beberapa kelompok mewakili satu kelas untuk mempresentasikan hasil kinerjanya, sedangkan kelompok yang lain diminta untuk memberi tanggapan. Tahap kedua ini ditutup dengan kegiatan mahasiswa secara bersama-sama dengan dosen pengampu, membuat refleksi dan kesimpulan atas solusi penyelesaian masalah tersebut. Tahap ketiga yaitu evaluasi, pada tahap ini dosen melakukan penilaian terhadap hasil perkuliahan,
Astronomical Analysis of Hilal Testimony Data: A Comprehensive Study of the Ministry of Religious Affairs of the Republic of Indonesia from 1962 – 2021 Sopwan, Novi; Alhamidi, Abu Dzarrin; Zulikrom, Muhammad Muadz; Humam, Muhammad Akbarul
AL - AFAQ : Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi Vol. 6 No. 1 (2024): Juni 2024
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

This study is a quantitative study of hilal position parameters in the report of the results of hilal testimony at the beginning of Ramadan, Shawwal, and Zulhijjah. A compilation of hilal testimony data from each Decree of the Minister of Religious Affairs of the Republic of Indonesia (KMA RI) from 1962 - 2021 was carried out. The position parameters, crucial for our analysis, were calculated with utmost precision for each hilal testimony data using the well-established and accurate VSOP87 and ELP91. There is a discrepancy between hilal testimony data and hilal visibility, which is used as a reference for hilal visibility. The results showed that all hilal testimony data is a hilal that is difficult to observe with the naked eye. Some testimonies show hilals that are impossible to detect. Another possibility is the presence of errors of observed objects other than hilal, such as a glowing cloud resembling the hilal, the appearance of the crescent of Venus that is suspected to be hilal, or the appearance of a lamp near the horizon that is identified as a suspected hilal. In the case of negative hilals that have been successfully observed, the possibility of miscalculation of the hilal position is also very high.
Astronomical Analysis of Hilal Testimony Data: A Comprehensive Study of the Ministry of Religious Affairs of the Republic of Indonesia from 1962 – 2021 Sopwan, Novi; Alhamidi, Abu Dzarrin; Zulikrom, Muhammad Muadz; Humam, Muhammad Akbarul
AL - AFAQ : Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi Vol. 6 No. 1 (2024): Juni 2024
Publisher : Universitas Islam Negeri Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20414/afaq.v6i1.9810

Abstract

This study is a quantitative study of hilal position parameters in the report of the results of hilal testimony at the beginning of Ramadan, Shawwal, and Zulhijjah. A compilation of hilal testimony data from each Decree of the Minister of Religious Affairs of the Republic of Indonesia (KMA RI) from 1962 - 2021 was carried out. The position parameters, crucial for our analysis, were calculated with utmost precision for each hilal testimony data using the well-established and accurate VSOP87 and ELP91. There is a discrepancy between hilal testimony data and hilal visibility, which is used as a reference for hilal visibility. The results showed that all hilal testimony data is a hilal that is difficult to observe with the naked eye. Some testimonies show hilals that are impossible to detect. Another possibility is the presence of errors of observed objects other than hilal, such as a glowing cloud resembling the hilal, the appearance of the crescent of Venus that is suspected to be hilal, or the appearance of a lamp near the horizon that is identified as a suspected hilal. In the case of negative hilals that have been successfully observed, the possibility of miscalculation of the hilal position is also very high.
Implikasi Kriteria Visibilitas Hilal Rekomendasi Jakarta 2017 Terhadap Penanggalan Hijriah di Indonesia Sopwan, Novi; Al-Hamidy, Abu Dzarrin
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 1 No. 1 (2020): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v1i1.786

Abstract

Abstrak: Sabit Bulan Muda (hilal) dipergunakan sebagai acuan dalam berbagai sistem penanggalan Bulan, misalnya penanggalan Hijriah/Islam, Hindu, Yahudi, dan sebagainya. Dalam upaya untuk mewujudkan kesatuan umat dengan kalender yang unifikatif secara global dan meminimalisasi terjadinya perbedaan antar negara dalam pelaksanaan ibadah berdasarkan penentuan awal bulan Hijriah, diusulkan kriteria tunggal yaitu ketinggian hilal minimum 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat yang disebut dengan rekomendasi Jakarta. Rekomendasi Jakarta 2017 merupakan kompromi kriteria penanggalan Islam dengan hasil terbaru dari kompilasi data pengamatan hilal yang paling tipis secara empirik. Usulan kriteria baru ini mengkondisikan hilal ke dalam estimasi posisi hilal yang yang lebih tinggi dibandingkan kriteria MABIMS sebelumnya. Dari telaah awal pada penentuan awal bulan hijriah tahun 1440, terdapat perbedaan penentuan antara rekomendasi Jakarta dengan kriteria MABIMS sebanyak 3 bulan yaitu Safar, Jumadil Awal, dan Zulhijjah. Perbedaan tersebut tidak termasuk perbedaan penentuan antara MABIMS dan wujudul hilal sebanyak 2 bulan yaitu Rabiul Akhir, dan Syaban. Telaah ini dapat menggambarkan kemungkinan perbedaan awal penentuan bulan dalam penanggalan Islam akibat adanya beberapa kriteria yang digunakan. Kata kunci: Kriteria visibilitas hilal, kriteria MABIMS, rekomendasi Jakarta 2017 Abstract: Young Crescent (hilal) is used as a reference in various lunar calendar systems, for example the calendar of Hijri / Islam, Hinduism, Judaism, and so on. In an effort to realize the unity of the people with a globally unified calendar and minimize differences between countries in the implementation of worship based on the determination of the beginning of the Hijri month, a single criterion is proposed, namely a minimum hilal height of 3 degrees and a minimum elongation of 6.4 degrees called the Jakarta recommendation. The 2017 Jakarta recommendation is a compromise of Islamic dating criteria with the latest results from the empirical thinnest observation of the hilal observation data. This proposed new criteria conditions the new moon to estimate the new moon position which is higher than the previous MABIMS criteria. From the preliminary study on the determination of the beginning of the Islamic calendar in 1440, there were differences in the determination between the Jakarta recommendations and the MABIMS criteria of 3 months, namely Safar, Jumadil Awal, and Zulhijjah. The difference does not include differences between the determination of MABIMS and wujudul hilal for 2 months, namely Rabiul Akhir, and Syaban. This study can illustrate the possibility of early differences in the determination of the month in the Islamic calendar due to the existence of several criteria used. Keywords: Hilal visibility criteria, MABIMS criteria, Jakarta recommendation 2017
Menakar Ulang Batas Visibilitas Hilal: Kajian Kritis atas Kriteria Baru Mabims di Wilayah Tropis Amilia, Tsyah; Fatmawati, Emyllia; Putri, Nabila Aliansyah; Prameswari, Zavitri Galuh; Sopwan, Novi
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 2 No. 2 (2021): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v2i2.2218

Abstract

Abstrak: Permasalahan penentuan awal bulan kamariah di Indonesia kerap menimbulkan perbedaan di antara organisasi masyarakat (ormas) Islam akibat tidak adanya keseragaman dalam kriteria visibilitas hilal. Untuk menjembatani hal tersebut, kriteria imkanur rukyat MABIMS diharapkan menjadi solusi yang menyatukan pendekatan hisab dan rukyat. Namun, kriteria awal MABIMS (2-3-8) dinilai terlalu rendah dan sulit diaplikasikan secara empirik di wilayah tropis. Oleh karena itu, disepakati kriteria baru MABIMS (IR 3-6,4), yakni tinggi hilal minimal 3 derajat dan sudut elongasi 6,4 derajat. Meski demikian, masih terdapat perdebatan mengenai keakuratannya. Penelitian ini menganalisis usulan batas bawah visibilitas hilal berbasis parameter fisis pada saat kontras maksimum, yang lebih sesuai dengan kondisi tropis Indonesia. Ditemukan bahwa pada saat kontras maksimum (sekitar 25–30 menit setelah matahari terbenam), hilal memiliki ketinggian rata-rata 2° dan elongasi 13°, yang bila ditarik ke waktu ghurub setara dengan ketinggian 5°. Hal ini menunjukkan bahwa hilal sulit terlihat pada ketinggian di bawah 3° tanpa alat bantu. Oleh karena itu, usulan parameter visibilitas hilal ini layak dipertimbangkan sebagai koreksi terhadap kriteria MABIMS di wilayah tropis.Kata kunci: Visibilitas hilal, MABIMS, kontras, wilayah tropis, imkanur rukyat. Abstract: The problem of determining the beginning of the month of Ramadan in Indonesia often causes differences among Islamic community organizations (CSOs) due to the lack of uniformity in the criteria for the visibility of the new moon. To bridge this, the criteria for imkanur rukyat MABIMS are expected to be a solution that unites the hisab and rukyat approaches. However, the initial criteria of MABIMS (2-3-8) were considered too low and difficult to apply empirically in the tropics. Therefore, it was agreed that the new criteria for MABIMS (IR 3-6.4), namely the height of the hilal is at least 3 degrees and the elongation angle is 6.4 degrees. However, there is still debate about its accuracy. This study analyzes the proposed lower limit of hilal visibility based on physical parameters at the time of maximum contrast, which is more in line with Indonesia's tropical conditions. It was found that at the time of maximum contrast (about 25–30 minutes after sunset), the hilal had an average height of 2° and an elongation of 13°, which, when pulled to the ghurub time, was equivalent to a height of 5°. This shows that the hilal is difficult to see at an altitude below 3° without aids. Therefore, this proposed hilal visibility parameter is worthy of consideration as a correction to the MABIMS criteria in the tropics.Keywords: Visibility of the hilal, MABIMS, contrast, tropical regions, imkanur rukyat.  
Penggunaan Teleskop Ekuatorial Dalam Pengamatan Matahari Adji, Bayu Krisna; Frifana, Sherly Olyfiya; Musyafa’, Muhammad Alwi; Wulandari, Siska; Burika, Yuda; Sopwan, Novi
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 2 No. 1 (2021): Januari
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v2i1.2219

Abstract

Abstrak: Tidak semua pengamatan benda-benda langit dapat dilakukan dengan mata telanjang. Karena itu dibutuhkan alat bantu dalam mengamati benda langit di antaranya dengan menggunakan teleskop. Artikel ini membahas tentang penggunaan teleskop ekuatorial dalam pengamatan matahari. Tujuan penelitian agar dapat mengetahui bagaimana proses pengamatan matahari menggunakan teleskop ekuatorial, dimana teleskop ini berbasis altitude dan azimuth. Metode yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data yang diperoleh melalui teknik studi kepustakaan atau library research. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan teleskop ekuatorial sangat mudah, tetapi diperlukan ketelitian serta kehati-hatian dalam penggunaanya seperti penyesuaian lintang tempat, arah serta ketinggian dan kemiringan teleskop, serta filter matahari agar dapat melindungi mata. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa penggunaan teleskop harus sesuai dengan tata cara dan prosedur, serta filter untuk perlindungan mata dalam pengamatan matahari.Kata kunci: Sejarah teleskop, teleskop ekuatorial, pengamatan, matahari.Abstract: Not all observations of celestial bodies can be made with the naked eye. Therefore, it is necessary to assist in observing celestial bodies, including using a telescope. This article discusses the use of equatorial telescopes in solar observations. The purpose of the research is to find out how the process of observing the sun using an equatorial telescope works, where this telescope is based on altitude and azimuth. The method used in this writing is qualitative, with data sources obtained through library research techniques. The results show that the use of an equatorial telescope is very easy. Still, it requires precision and caution in its use, such as adjusting the latitude of the place, the direction and height and tilt of the telescope, and the sun filter to protect the eyes. Based on this, it can be concluded that the use of telescopes must be in accordance with procedures and filters for eye protection in sun observation.Keywords: History of telescopes, equatorial telescopes, observations, sun.  
Koherensi Dalil Naqli, Pendapat Imam Mazhab dan Astronomi dalam Pemaknaan Fajar Qomariyah, Nur; Maulidia, Rinata; Ihsani, Ma’dinal; Agustina, Indi Rizky Amalia; Sopwan, Novi
Azimuth: Journal of Islamic Astronomy Vol. 4 No. 2 (2023): Juli
Publisher : Program Studi Ilmu Falak UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15642/azimuth.v4i2.2221

Abstract

Abstrak: Persoalan tentang fajar merupakan pembahasan klasik yang penting dalam penentuan waktu ibadah, khususnya salat subuh dan puasa. Artikel ini mengkaji koherensi antara dalil naqli (al-Qur'an dan hadis), pendapat imam mazhab, dan temuan astronomi modern dalam memaknai fajar. Melalui kajian tekstual dan observasi ilmiah, ditemukan bahwa fajar shadiq ditandai dengan cahaya putih horizontal di ufuk timur, sedangkan fajar kadzib adalah cahaya vertikal yang menjulang ke langit. Imam empat mazhab sepakat terhadap karakteristik dasar fajar shadiq, meskipun variasi kecil terkait warna dan sifat cahaya tetap ada. Sementara itu, astronomi modern menunjukkan bahwa fajar kadzib tidak selalu disusul oleh kegelapan, berbeda dari deskripsi klasik. Perbedaan ini kemungkinan dipengaruhi oleh faktor geografis dan kondisi atmosfer. Analisis ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat variasi pemaknaan, ketiga pendekatan tersebut sepakat bahwa fajar shadiq menjadi penanda sahnya pelaksanaan salat subuh. Penelitian ini menegaskan pentingnya integrasi antara sumber syar'i, pendapat ulama, dan observasi astronomis dalam memahami fenomena fajar secara lebih akurat dan kontekstual.Kata kunci: Fajar, dalil naqli, imam mazhab, astronomi, waktu salat subuh Abstract: The issue of dawn is an important classic discussion in determining the time of worship, especially dawn prayers and fasting. This article examines the coherence between the postulates of naqli (the Qur'an and hadith), the opinions of madhhab imams, and the findings of modern astronomy in interpreting dawn. Through textual studies and scientific observations, it was found that the dawn of shadiq is characterized by a horizontal white light on the eastern horizon. In contrast, the dawn of kadzib is a vertical light that rises into the sky. The imams of the four schools agree on the basic characteristics of dawn shadiq, although minor variations regarding the color and nature of light remain. Meanwhile, modern astronomy shows that the dawn of kadzib is not always followed by darkness, different from the classical description. Geographical factors and atmospheric conditions likely influence this difference. This analysis shows that although there are variations in meaning, the three approaches agree that the dawn of shadiq is a marker of the validity of the implementation of the dawn prayer. This research emphasizes the importance of integration between shari'i sources, scholars' opinions, and astronomical observations in understanding the dawn phenomenon more accurately and contextually.Keywords: Fajar, postulation of naqli, imam madhhab, astronomy, time of dawn prayer
Hifz Al Aql dan Penerapan Open-Ended Question dalam Materi Konsep Arah Kiblat Pada Mata Kuliah Matematika Astronomi Solikin, Agus; Qulub, Siti Tatmainul; Damanhuri, Adi; Sopwan, Novi; Rohman, Holillur
Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 12 No. 02 (2023): Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30868/ei.v12i02.3243

Abstract

Artikel ini bertujuan mendeskripsikan langkah-langkah penerapan pendekatan open ended question pada materi konsep arah kiblat di mata kuliah matematika astronomi dalam rangka menjaga semangat hifz al aql. Artikel ini merupakan hasil penelitian lapangan di prodi Ilmu Falak Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya Semester Gasal Tahun Akademik 2022/2023. Langkah - langkah  penerapan pendekatan pada kajian ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap pertama persiapan yang meliputi penyusunan lembar kerja mahasiswa yang memuat masalah tentang konsep arah kiblat dengan pendekatan open ended question. Tahap kedua pelaksanaan, dimulai dengan dosen pengampu menyampaikan motivasi, tujuan perkuliahan dan metode perkuliahan yang dilakukan. Kemudian dilanjutkan mahasiswa membentuk kelompok, bersama kelompoknya mahasiswa mendiskusikan penyelesaian masalah yang ada dalam lembar kerja mahasiswa, kemudian dilanjutkan dengan satu atau beberapa kelompok mewakili satu kelas untuk mempresentasikan hasil kinerjanya, sedangkan kelompok yang lain diminta untuk memberi tanggapan. Tahap kedua ini ditutup dengan kegiatan mahasiswa secara bersama-sama dengan dosen pengampu, membuat refleksi dan kesimpulan atas solusi penyelesaian masalah tersebut. Tahap ketiga yaitu evaluasi, pada tahap ini dosen melakukan penilaian terhadap hasil perkuliahan,