Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Memahami Bid‘ah dalam Perspektif Majelis Tarjih Alquran (MTA) Sukron, Mokhamad
Religió: Jurnal Studi Agama-agama Vol 5 No 1 (2015): March
Publisher : Program Studi Studi Agama-Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.541 KB)

Abstract

Falsehood (bid‘ah) becomes an interesting study for Moslem scholars especially on the matters of worship and ritual practices. The committee of tarjîh al-Qur’ân justifies falsehood by referring to H{adith used as the guide and method. The interpretative result toward the h}adith causes different perspective among Moslem scholars. There are three important points that will be elucidated in this article: first what method uses MTA in conceiving h}adith in relation with falsehood, second how MTA perspective of bid‘ah, and third is re-construction the h}adith bid‘ah according to MTA. MTA explains that what is called bid‘ah in prophet’s h}adith is bid‘ah in the matter of religion (worship) that certainly misleading. Yet, the falsehood in relation with worldly matter for MTA must be given a space to branch out as long as it gives positive impact and push people creativity in general meaning. It is suitable with prophet’s h}adith said that “man sanna sunnah h}asanah..... man sanna sunnah sayyiah...”. In this condition, MTA indirectly admits the variant of the bid‘ah. But the ordinary classification differs with the ulama’s classification either in terms of mutaqadimîn or muta’akhirîn, in general point of view, otherwise the classification is in contrary with the religious matters and worldly matters.
RELASI BARAT DAN ISLAM DALAM KAJIAN HADIS Sukron, Mokhamad
Riwayah : Jurnal Studi Hadis Vol 5, No 1 (2019): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v5i1.5040

Abstract

Artikel Jurnal ini mendiskusikan tentang Sejarah Hubungan Barat dan Islam dalam studi hadis. Sebagai tambahannya, Hal ini didiskusikan menggunakan dialog sience sehingga membuat kelahiran pekerjaan yang monumental pada kedua sisi. Dengan menggunakan Pendekatan Sejarah menemukan fakta bahwa Paradigma Peneliti Barat yang meneliti Islam secara global dan hadis tertentu memberi pengalaman yang signifikan. Implikasi Perubahan Paradigma membuat Peneliti Barat dalam belajar hadis lebih objektif dan proporsional. 
Tafsir Wahbah Al-Z Uhaili Analisis Pendekatan, Metodologi, Dan Corak Tafsir Al-Munir Terhadap Ayat Poligami Mokhamad Sukron
TAJDID: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan Vol 2 No 1 (2018): April
Publisher : LP2M IAI Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52266/tadjid.v2i1.100

Abstract

Perkembangan tradisi penafsiran dari masa ke masa menghasilkan produk tafsir dengan berbagai pendekatan, metodologi, dan corak tafsir yang berbeda. Pada zaman sekarang, perbedaan model penafsiran tersebut ditandai dengan rekonstruksi terhadap tradisi penafsiran klasik karena dianggap tidak lagi relevan untuk menjawab persoalan kekinian. Wahbah al-Zuhaili sebagai salah seorang mufassir kontemporer, menampik hal tersebut dengan menyuguhkan berbagai produk tafsirnya tanpa memutus tradisi penafsiran klasik. Hal tersebut dapat dilihat dari penafsirannya tentang ayat poligami yang komprehensif tanpa meninggalkan tradisi klasik, sehingga sangat relevan dengan kondisi kekinian. Poligami merupakan syari’at Islam sebagai bentuk penghormatan terhadap perempuan, bukan sebagai hal yang tabu dan hina. Sehingga bagi laki-laki, poligami tidak dimaknai sebagai perintah yang melegitimasi kenginan hawa nafsunya, tetapi Islam membolehkan poligami sebagai respon terhadap keadaan darurat ataupun kebutuhan mendesak, seperti istri mengalami kemandulan, di suatu negara populasi perempaun lebih dominan, dan tentang kondisi seksualitas istri yang tidak mampu melayani suami lagi. Walaupun demikian dalam melakukan poligami harus tetap memperhatikan batasan-batasan seperti memiliki kemampuan untuk menafkahi, berlaku adil terhadap seluruh istri, interaksi yang baik.
KAJIAN HERMENEUTIKA DALAM ‘ULŪM AL-QUR’ĀN Mokhamad Sukron
Al-Bayan: Jurnal Studi Al-Qur'an dan Tafsir Vol 1, No 2 (2016)
Publisher : Qur’anic and Tafsir studies Programme at Ushuluddin Faculty

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (265.807 KB) | DOI: 10.15575/al-bayan.v1i2.1657

Abstract

Tulisan ini berusaha untuk menunjukan bahwa Hermeneutika sebagai tawaran dalam penafsiran Alquran, telah ada dalam ‘Uluūm al-Qur’ān. Hermeneutika merupakan teori hasil dari barat dalam mengungakap teks yang mempunyai makna dan  maksud tertentu. Teoritersebut telah digunakan dalamkajian Bible yang hasilkesimpulannyaialah Bible itutidakasli, lalubagaimanadenganAlquransebagaiobjekkajianHermeneutika yang ditawarkanolehpemikirbarat. Peneiitianinimenggunakanmetode deskriptif-analisis untuk menunjukan kedudukan dan fungsi ‘Ulūmal-Qurān serta Hermeneutika. Sehingga penelitan ini mampu menjawab bagaimana fungsinya ‘Ulūm al-Qur’ān sebagai pokok dalam menafsirkan Alquran. Hasil dari penelitian ini ialah bahwa kajian ‘Ulūm al-Qur’ān dapat membuktikan bahwa Alquran adalah Kalam Allah Swt, yang (lafazh dan maknanya) diturunkan kepada Rasulullah Saw dengan perantara malaikat Jibril yang diriwayatkan secara mutawatir, diawali dengan surat al-Fatihah diakhiri dengan surat al-Nās yang dijamin keasliannya oleh Allah Swt, berbeda dengan Bible ataupun Injil yang telah banyak mengalami tahrif (perubahan secara fundamental),  maka Hermeneutika bukan merupakan tawaran baru, melainkan mengupas kembali dan sadar atas metode salaf dan khalaf  yang merupakan inti dari kajian Hermeneutik tersebut, walaupun di masa itu tidak diistilahkanHermeneutik yang dipakai tetapi tafsir ataupun takwil.
RELASI BARAT DAN ISLAM DALAM KAJIAN HADIS Sukron, Mokhamad
RIWAYAH Vol 5, No 1 (2019): Riwayah : Jurnal Studi Hadis
Publisher : ilmu hadis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21043/riwayah.v5i1.5040

Abstract

Artikel Jurnal ini mendiskusikan tentang Sejarah Hubungan Barat dan Islam dalam studi hadis. Sebagai tambahannya, Hal ini didiskusikan menggunakan dialog sience sehingga membuat kelahiran pekerjaan yang monumental pada kedua sisi. Dengan menggunakan Pendekatan Sejarah menemukan fakta bahwa Paradigma Peneliti Barat yang meneliti Islam secara global dan hadis tertentu memberi pengalaman yang signifikan. Implikasi Perubahan Paradigma membuat Peneliti Barat dalam belajar hadis lebih objektif dan proporsional. 
Kontribusi Hadis terhadap Gerakan Zero Waste di Kalangan Muslim Sukron, Mokhamad
Jurnal Penelitian Agama Vol. 25 No. 2 (2024)
Publisher : LPPM UIN Saizu Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24090/jpa.v25i2.2024.pp307-320

Abstract

Krisis lingkungan global menjadi perhatian utama di era modern, membutuhkan solusi inovatif berbasis nilai spiritual untuk mendorong keberlanjutan. Penelitian ini mengeksplorasi kontribusi hadis dalam mendukung gerakan Zero Waste, yang bertujuan mengurangi limbah melalui prinsip refuse, reduce, reuse, recycle, dan rot. Dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan tematik, penelitian ini menganalisis hadis-hadis yang relevan dari berbagai kitab utama, seperti Ṣaḥīḥ Bukhārī dan Ṣaḥīḥ Muslim. Hasilnya menunjukkan bahwa nilai-nilai yang diajarkan Nabi Muhammad, seperti larangan pemborosan dan perilaku moderat, dapat menjadi landasan moral dan praktis untuk meningkatkan partisipasi Muslim dalam inisiatif keberlanjutan. Penelitian ini memberikan rekomendasi konkret untuk integrasi nilai-nilai hadis dalam kampanye lingkungan, kebijakan publik, dan pendidikan berbasis agama. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya menawarkan solusi teologis tetapi juga praktis untuk tantangan lingkungan modern.
Reassessing Women's Obligation in Friday Prayer on Fiqh al-Ḥadīth and Maqāṣid al-Sharīʿah in the Perspective of Majelis Tafsir Al-Qur'an (MTA) Sukron, Mokhamad; Said Agil Husin Al-Munawar; Zaitunah Subhan; Supriyanto
Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam Vol. 19 No. 1 (2025)
Publisher : Sharia Faculty of State Islamic University of Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24090/mnh.v19i1.12942

Abstract

This study investigates the interpretation of the Majelis Tafsir Al-Qur'an (MTA) regarding the obligation of Friday prayers for women, employing the analytical frameworks of Fiqh al-Ḥadīth and Maqāṣid al-Sharīʿah. MTA adopts a literal exegesis of QS. al-Jumuʿah: 9, asserting its universal applicability irrespective of gender. The study critically reevaluates the traditionally understood Hadiths to exempt women, interpreting them as providing legal flexibility rather than categorical exclusion. By applying sanad (chain of transmission) and matan (text-content) analysis, MTA integrates classical methodological rigor with contextual reasoning, thereby advocating a reformist yet tradition-conscious stance. This research highlights MTA's inclusive perspective as a significant contribution to contemporary Islamic legal discourse, aiming to promote enhanced religious participation and social cohesion. Nonetheless, the study identifies ongoing challenges, including contextual limitations and restricted mosque access for women. The findings underscore how MTA's interpretive model embodies a progressive rethinking of Islamic obligations in response to evolving social realities.
Sistem Upah Gantungan Pada Pekerja Proyek Bangunan: Kajian fiqhi dan ‘Urfi Fadilah, Rumaisya; Sukron, Mokhamad
el-Uqud: Jurnal Kajian Hukum Ekonomi Syariah Vol. 3 No. 1 (2025)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24090/eluqud.v3i1.14122

Abstract

The carbon trading mechanism as stipulated in the Minister of Environment and Forestry Regulation No. 21 of 2022 is understood as the buying and selling of carbon emission credits that exceed the threshold. In the eyes of Islamic law, carbon trading can be considered as buying and selling, but it does not seem to be fully appropriate. This study aims to analyze how carbon trading is considered as ta'wid (compensation) in the carbon trading mechanism in Permen LHK No. 21 of 2022. Using a normative approach, this research examines the provisions in the Minister of Environment and Forestry Regulation No. 21 of 2022 by comparing it with the concept of ta'wid in Islamic law. The results show that the sale and purchase referred to in Ministerial Regulation No. 21 of 2022 is understood as the sale and purchase of carbon emission credits that exceed the threshold, a concept that in the framework of environmental law is known as the Polluter Pays Principle. Companies that release carbon must pay losses to carbon sinks or have residual carbon, this can be seen as a form of compensation or indemnity related to environmental damage that harms society. Thus, the view that carbon trading as a ta'wid is in line with both sharia economic law and environmental law.
THE SOCIAL REPRESENTATIONAL POWER OF IBN MUJAHID  IN THE FORMATION OF THE QIRĀ’ĀT Fuad, Fuad Nawawi; Sukron, Mokhamad
ILMU USHULUDDIN Vol. 12, No. 1, July 2025
Publisher : Peminat Ilmu Ushuluddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/iu.v12i1.46776

Abstract

The Canonization of the Seven Qirāʾāt by Ibn Mujāhid (d. 324 AH) represents a pivotal effort in disciplining the diverse recitations of the Qur’an during the classical Islamic period. Prior to Ibn Mujāhid, there existed a wide array of qirāʾāt, but he proposed a restriction to seven recitations deemed authentic. This article analyzes Ibn Mujāhid’s attempt at standardizing the qirāʾāt through the lens of Serge Moscovici’s social psychology, particularly his theories of social representation, minority influence, and ideological conflict. Through the theoretical framework of social representation, this study demonstrates that the Seven Qirāʾāt are not merely the result of scholarly codification, but a form of social construction shaped by the authority of religious scholars and supported by broader socio-political dynamics. Drawing on the concept of minority influence, the article explores how Ibn Mujāhid, as an intellectual figure, played a crucial role in shifting the majority’s perception and establishing a widely accepted standard of qirāʾāt. Furthermore, the article argues that the standardization of qirāʾāt is part of a broader ideological conflict in Islamic history, involving tensions between preserving diversity and the necessity of uniformity in Qur’anic recitation. In conclusion, Ibn Mujāhid’s endeavor to formalize the Seven Qirāʾāt should be understood as a product of social construction shaped by intellectual, social, political, and religious dynamics, rather than merely a philological phenomenon.