Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmiah Galuh Justisi

The Correctional Institution Recommendation As Judge's Consideration In Making A Decision Against Child Narcotics Abuser Novalinda Nadya Putri; Somawijaya Somawijaya; Agus Takariawan
Jurnal Ilmiah Galuh Justisi Vol 9, No 2 (2021): Jurnal Ilmiah Galuh Justisi
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/justisi.v9i2.5754

Abstract

Recalling that children are individuals who are still emotionally unstable but have become legal subjects, so the handling of narcotics abuse cases committed by children needs special attention and protection from the state. However, in deciding the case of the child, the judge has things that are often taken into consideration, such as the results of community research which later become the basis for the recommendation of the Correctional Center as regulated in Article 60 paragraph (3) of Law Number 11 of 2012 concerning the Juvenile Criminal Justice System. This study examines the recommendations of the Correctional Center as a judge's consideration in making decisions against children who abuse narcotics. The research method used in this research is descriptive analysis. The purpose of this study was to determine the role of the correctional center in juvenile criminal justice and the recommendations of the correctional center as a judge's consideration in making decisions against children who abuse narcotics. Correctional Centers have an important role in the success of the juvenile criminal justice system, namely by providing assistance, guidance, coaching, and supervision of children who are dealing with the law The goal of the juvenile justice system can be achieved maximally, namely to ensure the protection of the best interests of the child. In making a decision on a child who abuses narcotics, the Judge has considered the recommendation of the Correctional Center, but the judge did not heed the recommendation of the Correctional Center. This can be seen in several decisions in cases of child drug abusers who are still sentenced to prison by the judge, where the recommendations of the Correctional Center tend to suggest imposing sanctions of treatment against children. The judge should give priority to the best interests of the child to avoid imprisonment as referred to in the recommendation of the Correctional Center by using the independence and freedom of the judge.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN BERMENTAl RETRADASI DIFABEL JENIS SLOW LEARNER DAN TUNA RUNGU DALAM KEDUDUKANYA SEBAGAI SAKSI DALAM PROSES PEMBUKTIAN KASUS PERKOSAAN Irsyad Zamhier Tuahuns; Lies Sulistiani; Agus Takariawan
Jurnal Ilmiah Galuh Justisi Vol 9, No 2 (2021): Jurnal Ilmiah Galuh Justisi
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/justisi.v9i2.5415

Abstract

Perlindungan hukum terhadap anak korban difabel dalam kedudukanya sebagai saksi dalam proses pembuktian hukum kasus perkosaan seringkali menjadi suatu perhatian khusus baik masyarakat dan aparatur penegak hukum. Dalam tahap proses melalui kepolisian ,kejaksaan hingga tahap putusan seringkali menjadi suatu persoalan bahwa anak yang memiliki berkebutuhan khusus dalam proses pembuktian seringkali mengalami hambatan hingga di tahap penyidikan. faktanya dengan dalam beberapa penelitian seringkali ditemukan bahwa faktor sehingga proses pembuktian itu tidak lanjutkan di tahap proses awal yaitu ketidaktersediaanya ahli (penerjemah) ,ketidaksesuaian keterangan yang di sampaikan korban.Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis normative dengan mengakaji dan menganalisis data sekunder yang berhubungan dengan perkara  perlindungan hukum terhadap anak korban bermental retradasi difabel jenis slow learner/tuna rungu dalam kedudukanya sebagai saksi dalam proses pembuktian kasus perkosaan.
IMPLEMENTASI PEMBERIAN BANTUAN HUKUM DALAM PASAL 56 AYAT (1) KUHAP DIHUBUNGKAN DENGAN HAK ATAS BANTUAN HUKUM Putri Ilmia; Lies Sulistiani; Agus Takariawan
Jurnal Ilmiah Galuh Justisi Vol 11, No 1 (2023): Jurnal Ilmiah Galuh Justisi
Publisher : Universitas Galuh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25157/justisi.v11i1.9653

Abstract

Perlindungan hak asasi tersangka atau terdakwa salah satunya tertuang dalam Pasal 56 ayat (1) KUHAP yang mewajibkan para pejabat berwenang dari dimulainya proses peradilan pidana hendaknya menunjuk Penasihat Hukum untuk mendampingi tersangka atau terdakwa sebagai perwujudan perlindungan hak untuk memperoleh bantuan hukum bagi tersangka atau terdakwa. Namun, pada proses di tingkat penyidikan maupun persidangan masih banyak ditemukan tersangka maupun terdakwa yang seharusnya didampingi oleh penasihat hukum namun kenyataannya tidak didampingi oleh penasihat hukum seperti yang terjadi pada perkara-perkara di Pengadilan Negeri Bandung.  Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran dan menganalisa implementasi pemberian hak atas bantuan hukum bagi tersangka/terdakwa berdasarkan Pasal 56 ayat (1) KUHAP dalam penyelesaian perkara pidana beserta menguraikan kendala-kendala atas pemenuhan hak tersebut. Metode penelitian dalam penulisan ini yakni deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif yang merupakan penelitian berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah konsep-konsep, teori-teori, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini didukung dengan data lapangan seperti wawancara pada instansi terkait. Adapun hasil dari penelitian ini adalah pada praktiknya, penerapan Pasal 56 ayat (1) KUHAP masih banyak disimpangi. Hal ini disebabkan karena aparat penegak hukum memandang bahwa negara sebatas berkewajiban menyediakan atau menawarkan jasa penasihat hukum untuk mendampingi tersangka/terdakwa, untuk selebihnya menjadi keputusan dari tersangka/terdakwa itu sendiri dapat menerima atau menolak sepanjang ada pernyataan penolakan untuk didampingi oleh penasihat hukum dari yang bersangkutan. Pemeriksaan perkara pidana terhadap tersangka/terdakwa masih dapat berjalan tanpa hadirnya penasihat hukum apabila terdapat surat pernyataan penolakan untuk didampingi oleh penasihat hukum dari tersangka/terdakwa.