Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Tinjauan Kewenangan Notaris Dalam Membuat Akta Jaminan Fidusia Atas Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun di Indonesia Umami, Allan Mustafa; Alwajdi, Muhammad Farid
Jurnal Risalah Kenotariatan Vol. 4 No. 2 (2023): Jurnal Risalah Kenotariatan
Publisher : Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/risalahkenotariatan.v4i2.128

Abstract

Notaris adalah Pejabat Umum yang diberikan kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh undang-undang dan selama kewenangan itu tidak dilimpahkan kepada pejabat yang lainnya. Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 perubahan dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kewenangan yang dimiliki Notaris tersebut mempunyai dampak hukum bahwa Notaris adalah Pejabat Umum yang berhak untuk membuat akta otentik berbagai macam perjanjian yang juga termasuk ditentukan dalam undang-undang harus dibuat dengan akta Notaris. Kewenangan Notaris juga termasuk di dalamnya membuat akta jaminan fidusia. Menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa akta jaminan fidusia dibuat oleh Notaris dengan bahasa Indonesia. Surat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) satuan rumah susun memang jarang digunakan karena tidak banyaknya permintaan dari masyarakat untuk pembuatan akta ini dan juga proses yang mungkin tidak biasa dilakukan oleh Notaris sendiri karena minimnya pengetahuan tentang kewenangan Notaris yang satu ini. Rumusan masalah pada penelitian ini adalah 1. Bagaimanakah kewenangan Notaris dalam pembuatan akta jaminan fidusia SKBG di Indonesia? 2. Bagaimanakah SKBG sebagai objek jaminan fidusia bila dibandingkan dengan Surat Kepemilikan atas Satuan Rumah Susun yang menjadi Objek Hak Tanggungan? Metode Penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Penelitian Normatif ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer berasal dari peraturan perundang-undangan, sedangkan data sekundernya berasal dari doktrin ahli hukum yang bersumber dari buku, jurnal dan sebagainya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak semua hal berkaitan dengan jaminan tanah dan bangunan tunduk terhadap lembaga hak tanggungan, tetapi juga terdapat peran dari lembaga fidusia. Surat Kepemilikan Bangunan Gedung pada apartemen atau rumah susun dapat dijaminkan dengan dibebankan jaminan fidusia. Peran pembuatan jaminan fidusia adalah kewenangan dari Notaris. Produk dari jaminan fidusia harus didaftarkan di Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia karena apabila tidak didaftarkan maka jaminan itu tidak dapat mengikat dan dianggap belum lahir jaminan fidusia tersebut.
Execution of Fiduciary Guarantees Post Constitutional Court Decision Number 18/PUU-XVII/2019 According to Legal Justice Theory Umami, Allan Mustafa; Alwajdi, Muhammad Farid
JUPE : Jurnal Pendidikan Mandala Vol 9, No 2 (2024): JUPE : Jurnal Pendidikan Mandala (Juni)
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pendidikan Mandala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58258/jupe.v9i2.6845

Abstract

Execution of fiduciary guarantees is a right for creditors holding fiduciary guarantees. The condition for a creditor to be able to execute a fiduciary guarantee is that the breach of promise of the debtor providing the fiduciary guarantee is fulfilled. According to Article 19 of Law Number 42 of 1999 concerning Fiduciary Guarantees (Fiduciary Law), creditors can execute objects that become fiduciary collateral if the debtor providing the fiduciary guarantee defaults. However, the creditor's rights above are not in accordance with other regulations because execution cannot simply be carried out. To carry out execution, the creditor must submit an application to the District Court. It should be understood that the birth of this fiduciary guarantee is to streamline the economic system, namely to make it easier for people to obtain financing for the purchase of movable objects without having to place the objects purchased as collateral in a financing institution. The debtor can still use the movable object in the hope that it will be used to improve the debtor's economy. This reality in the field is also confirmed by the decision of the Constitutional Court (MK) Number 18/PUU-XVII/2019 which interprets Article 15 of the Fiduciary Law which essentially states that the execution of fiduciary guarantees must carry out a request for execution in the District Court. The formulation of the problem in this research is 1. What is the law on voluntary execution of fiduciary guarantees in Indonesia? 2. What is the impact of the Constitutional Court (MK) decision Number 18/PUU-XVII/2019 on the protection of creditors holding fiduciary guarantees according to the theory of legal justice? This legal research method is normative legal research using a statutory regulation approach. The result of this research is the implementation of post-judgment fiduciary guarantee executionMK No.18/PUU-XVII/2019 has not provided legal certainty that provides justice because there are still differences in interpretation regarding fiduciary guarantees. 
Quo Vadis Pengaturan Garis Sempadan Sungai di Indonesia Alwajdi, Muhammad Farid; Spaltani, Bita Gadsia
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 20, No 3 (2023): Jurnal Legislasi Indonesia - September 2023
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54629/jli.v20i3.1020

Abstract

Latar belakang penelitian ini dimulai dari adanya ketidakjelasan pengaturan mengenai garis sempadan sungai di Indonesia pasca terbitnya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Sempadan Danau (Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015). Masalah yang muncul dari terbitnya Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 adalah Permen a quo mendelegasikan kewenangan supaya pejabat yang ditunjuk mengeluarkan aturan berupa penetapan garis sempadan sungai di wilayahnya masing-masing. Faktanya hampir tidak ditemukan di Indonesia penetapan garis sempadan sungai yang dibuat oleh pejabat yang ditunjuk Permen a quo. Selain itu, landasan yuridis dari Permen PUPR Nomor 28/PRT/M/2015 dipertanyakan validitasnya. Permen a quo mendasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai, yang seharusnya sudah tidak berlaku lagi. Oleh karena itu terdapat 2 (dua) rumusan masalah yang digunakan dalam penelitian ini: (a) Bagaimana pengaturan garis sempadan sungai di Indonesia dan Implikasinya terhadap jaminan kepastian hukum di Indonesia? (b) Bagaimana usulan pengaturan garis sempadan sungai untuk mendukung jaminan kepastian hukum di Indonesia? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah bahwa (1) perlu adanya penetapan garis sempadan sungai di seluruh Indonesia (2) mengeluarkan peraturan baru tentang penetapan garis sempadan sungai dan mencabut seluruh peraturan yang lama, demi terwujudnya kepastian hukum.
The Existence of Kuntara Raja Niti Book in the Value System of Lampung Society in Pekon Marga Kaya Isdiyanto, Ilham Yuli; Alwajdi, Muhammad Farid; Nur, Muhammad
Sosial Budaya Vol 20, No 1 (2023): Juni 2023
Publisher : Lembaga penelitian dan pengabdian kepada Masyarakat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24014/sb.v20i1.19599

Abstract

The indigenous people of Lampung Pepadun in Pekon Marga Kaya have the principle of piil pesenggiri which is detailed as a customary law guideline as stated in the Book of Kuntara Raja Niti, but it needs to be further analyzed about its existence amid the many processes of cultural penetration and assimilation brought by migrants. This research uses a multidisciplinary approach by directing to socio-legal forms, therefore the process of obtaining data is carried out directly by interviews. As a result, the people of Lampung in Pekon Marga Kaya still adhere to the principle of piil pesenggiri and its derivatives that represent the contents of Kuntara Raja Niti. The existence of the Kuntara Raja Niti Book is known by the people of Lampung Marga Kaya, although not many people know its context. However, applying the pesenggiri piil is substantially like applying Kuntara Raja Niti as a way of life and behavior. Local governments must establish clear policies that protect the existence of indigenous peoples and their laws.
Menakar Penerapan Asas Dapat Dilaksanakan Pada Pengaturan Uang Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Alwajdi, Muhammad Farid
Jurnal Legislasi Indonesia Vol 22, No 2 (2025): Jurnal Legislasi Indonesia - Juni 2025
Publisher : Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undang, Kementerian Hukum

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54629/jli.v22i2.1123

Abstract

Pasca terbitnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 33 Tahun 2021 tentang Uang Jasa Pejabat Pembuat Akta Tanah (Permen ATR/BPN 33/2021) muncul dua isu pokok yaitu: (1) apakah keberadaan Permen ATR/BPN 33/2021 dapat dibenarkan menurut sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia karena Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP 37/1998) tidak pernah memerintahkan pengaturan uang jasa (honorarium) PPAT diatur pada Peraturan Menteri; dan (2) apakah keberadaan Permen ATR/BPN 33/2021 telah menerapkan asas dapat dilaksanakan sebagaimana diamanatkan dalam asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik. Metode penulisan ini menggunakan penulisan hukum normatif. Temuan dari penulisan ini adalah (1) Keberadaan Permen ATR/BPN 33/2021 dapat dibenarkan menurut sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia karena Peraturan Menteri dapat dibentuk berdasarkan kewenangan dan (2) Permen ATR/BPN 33/2021 tidak menerapkan asas dapat dilaksanakan. Hal ini terbukti dari 3 (tiga) indikator, yaitu: (a) secara filosofis pembentukan Permen ATR/BPN 33/2021 hanya mendasarkan pada konsep asing yang belum tentu cocok dengan nilai-nilai Pancasila; (b) secara sosiologis pembuatan Permen ATR/BPN 33/2021 terindikasi tidak melibatkan PPAT sebagai pejabat yang terkena dampak pengaturan; (c) secara yuridis substansi dari Permen ATR/BPN 33/2021 bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.