Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search
Journal : Journal of Law and Border Protection

DIPLOMATIC REVIEW OF CALLING VISA IMMIGRATION POLICY AGAINST ISRAEL AND FREE VISA VISIT TO TAIWAN STUDY IN THE DIALECTICS OF REALISM Anggraini, Deva Ghita; Yusuf, Muhammad Choirul; Gibran, Atsil Syah; Riyadi, Sarina
Journal of Law and Border Protection Vol 5 No 2 (2023): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v5i2.484

Abstract

Dalam ruang lingkup kebijakan politik luar negeri, Indonesia menganut pada asas bebas aktif dalam hal berdiplomasi. Dengan demikian, dasar kebijakan diplomatik yang diberlakukan oleh Pemerintah Indonesia tidak diintervensi oleh unsur manapun. Pemberlakuan dan perumusan suatu kebijakan luar negeri tidak dideterminasi oleh adanya kepentingan nasional yang mangakar. Dalam hal ihwal perlintasan keluar dan masuknya orang ke dalam wilayah Indonesia, terdapat suatu kebijakan keimigrasian yang berhubungan dengan asas bebas aktif Indoneisa berupa Kebijakan calling Visa terhadap Negara Israel dan pemberlakuan Bebas Visa Kunjungan terhadap Negara Taiwan. Berdasarkan latar belakang politisnya, Pemerintah Indonesia tidak mendukung kedua negara tersebut dalam ranah hubungan diplomatik, dikarenakan Indonesia menaruh keberpihakan kepada Palestina atas dasar perjuangan religi dan menaruh keberpihakan kepada Tiongkok atas dasar kesepahaman gagasan “One China”. Berdasarkan perspektif realisme yang melibatkan unsur kebijakan asing dan arah politik negara, Pemerintah Indonesia melalui instansi imigrasi mengedepankan aspek Selective policy yang menimbang adanya unsur kebermanfaatan secara ekonomi dan politis dalam pemberlakuan kebijakan calling visa dan Bebas Visa Kunjungan terhadap dua negara yang bersangkutan.
AN EFFORTS TO PREVENT TRANSNATIONAL CRIME IN THE INDONESIA-MALAYSIA BORDER AREA (ANALYSIS OF CASE STUDIES IN THE ENTIKONG BORDER AREA AND ITS HANDLING EFFORTS Gibran, Atsil Syah; Zuhri, Muhammad Rizki; Adham, Muhammad Fahmi
Journal of Law and Border Protection Vol 5 No 2 (2023): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v5i2.485

Abstract

Indonesia memiliki garis perbatasan yang panjang dengan negara tetangga melalui pulau-pulau dan wilayah darat, laut, serta udara. Batas wilayah ini merupakan pemisah kedaulatan negara yang diatur oleh hukum internasional. Untuk mengawasi perbatasan tersebut, terdapat Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yang berfungsi sebagai gerbang masuk dan keluar bagi pelintas batas manusia dan barang, dilengkapi dengan fasilitas pelayanan terpadu. Namun, terdapat banyak jalur lintas batas yang tidak resmi atau disebut jalur tikus, yang berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindakan melanggar hukum, seperti penyelundupan narkoba, kejahatan internasional, dan masuknya tenaga kerja tanpa prosedur.
SIGNIFIKANSI GELOMBANG EXODUS PENGUNGSI ROHINGYA DI YURISDIKSI NEGARA INDONESIA: DAMPAK FENOMENA KEBAKARAN CAMP PENGUNGSI COX`S BAZAAR DI DISTRIK PERBATASAN BANGLADESH Yusuf, Muhammad Choirul; Gibran, Atsil Syah; Agni, Pande Putu Haykal Mahesa; Kurniawan, Rafi
Journal of Law and Border Protection Vol 6 No 1 (2024): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v6i1.584

Abstract

Fenomena gelombang migrasi pengungsi di seluruh penjuru dunia saat ini menjadi isu vital dalam perbincangan hubungan internasional. Adanya latar belakang historis yang mendasari terjadinya pengungsian hingga kepastian hukum nasional dari beberapa negara host country yang tidak mendukung, beserta status stateless menjadi konsekuensi logis yang cukup kompleks. Fenomena kebakaran di Camp Nomor 11 di Cox's Bazaar Bangladesh yang telah mengakibatkan lebih dari satu juta pengungsi Rohingya menjadi tunawisma menjadi titik tolak terjadinya gelombang exodus di beberapa negara benua Asia dan beberapa negara lintas benua yang terdampak. Akibat yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut tidak hanya terbatas pada kehilangan tempat tinggal secara fisikal, tetapi juga memiliki konsekuensi psikologis yang serius bagi pengungsi yang telah mengalami trauma akibat penganiayaan di negara asal, yakni Myanmar. Kebakaran ini memperparah krisis kemanusiaan di kamp-kamp Rohingya yang telah menghadapi masalah kepadatan penduduk dan keterbatasan infrastruktur. Melalui pendekatan hukum normatif dan kajian literatur yang diperoleh, peneliti meninjau bahwa dalam konteks ini terjadi determinasi yang menunjukkan bahwa perpindahan pengungsi Rohingya ke beberapa negara termasuk Indonesia dipengaruhi oleh tragedi kebakaran di kamp pengungsi Cox’s Bazaar yang saat ini didaulat sebagai penampungan terbesar bagi Pengungsi Rohingya. Pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan dan konsekuensi yang timbul, termasuk terbukanya opsi untuk memberikan perlindungan dan bantuan kemanusiaan yang memadai atau justru pembatasan terhadap arus migrasi yang sedang terjadi dari para pengungsi. Kerjasama regional dan internasional juga menjadi sarana yang diperuntukkan untuk memperoleh konklusi dan rekomendasi dalam menangani problematika pengungsi ini secara holistik dan berkelanjutan.
MANIFESTASI PENGENDALIAN TRANS ORGANIZED CRIME WILAYAH CHOKEPOINT DEMI MEMENUHI KEAMANAN KEDAULAUTAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MELALUI PERSPEKTIF GEOMARITIM DAN KEIMIGRASIAN Gibran, Atsil Syah; Zuhri, Muhammad Rizki; Yuhan, Muhammad Filly
Journal of Law and Border Protection Vol 6 No 1 (2024): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v6i1.585

Abstract

Potensi human trafficking di Indonesia sangat mengkhawatirkan, terutama dalam prespektif geo-maritim. Letak geografis Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan jalur pelayaran yang sibuk mempermudah pergerakan pelaku dan korban human trafficking. Kondisi ekonomi dan sosial yang rentan, seperti ketimpangan ekonomi dan tingkat kemiskinan yang tinggi, juga berkontribusi terhadap kerentanan terhadap eksploitasi manusia. Penanganan human trafficking membutuhkan pendekatan holistik dan kolaboratif melibatkan pemerintah, lembaga internasional, dan masyarakat sipil. Peningkatan pengawasan, keamanan, perlindungan, dan rehabilitasi bagi korban harus menjadi fokus utama.
THE EFFECT OF TEN (10) YEAR PASSPORT RENEWAL POLICY ON THE THREAT OF TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (TOC) IN INDONESIA Pramudita, Rizky Noor Jaya; Gibran, Atsil Syah; Khusairy, M. Fadly
Journal of Law and Border Protection Vol 6 No 1 (2024): JLBP : Journal of Law and Border Protection
Publisher : Polteknik Imigrasi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.52617/jlbp.v6i1.601

Abstract

Adanya risiko dari pemberlakuan paspor Republik Indonesia 10 tahun ditambah dengan ancaman adanya kegiatan TOC sebagai suatu ancaman setiap negara secara lingkup internasional saat ini menjadi suatu hal yang dianggap serius bagi pemerintah Indonesia. Tujuan dari penelitian ini pendalaman lebih lanjut terkait dampak pembaruan masa berlaku paspor republik indonesia menjadi 10 tahun terhadap ancaman transnational organized crime (toc) yang dihadapi indonesia dan solusi yang harus dilakukan. Metode analisis pada penelitian ini dilakukan dengan menghimpun data melalui penelaahan bahan kepustakaan atau data hasil studi kepustakaan maupun peraturan perundangundangan yang berlaku yang berkaitan dengan analisis yuridis normatif mengenai permasalahan yang dibahas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah yang timbul kesisteman, fisiologi manusia, kualitas bahan baku paspor, dan kerentanan pengawasan perlu penyelesaian masalah yang sesuai agar tidak berkepanjangan dan menjadi ancaman Transnational Organized Crime (TOC). Adanya ancaman TOC perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan kebijakan keimigrasian kedepannya. TOC harus diperangi dengan menjalankan fungsi keimigrasian secara optimal.