Indonesia menghentikan ekspor nikel kadar rendah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 11 Tahun 2019 (Permen ESDM 11/2019) terkait perubahan kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, pada tanggal 25 Desember 2018 mengenai pengoperasian tambang mineral dan batubara per 31 Desember 2019, Uni Eropa sebagai salah satu importir nikel dari Indonesia menyatakan tidak setuju dengan pasal dan mengajukan gugatan. Uni Eropa telah mengajukan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas larangan ekspor nikel Indonesia. Uni Eropa menyatakan bahwa nikel yang diimpor dari Indonesia biasa digunakan oleh Uni Eropa sebagai bahan baku industri baja tahan karat Eropa. Uni Eropa menuduh bahwa pembatasan tersebut dirancang oleh Indonesia untuk menguntungkan industri baja tahan karat dan pengecorannya. Adapun identifikasi masalah dengan bagaimana dampak terkait kasus larangan ekspor nikel terhadap hubungan perdagangan antara indonesia dan uni eropa dan apa alasan terkait kebijakan pembatasan ekspor nikel yang diterapkan pemerintah indonesia. Larangan ekspor nikel yang diberlakukan pemerintah Indonesia berdampak besar pada hubungan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa. Uni Eropa, konsumen bijih nikel terbesar di dunia, telah mengambil tindakan hukum dan mengajukan gugatan terhadap Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Peristiwa tersebut telah menimbulkan ketegangan hubungan dagang dan penyelesaiannya bergantung pada keputusan WTO. Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan pembatasan ekspor nikel karena berbagai alasan, antara lain meningkatkan nilai tambah tambang nikel, melindungi sumber daya alam, dan mendiversifikasi perekonomian. Keputusan tersebut juga berkaitan dengan upaya menjaga keseimbangan perdagangan internasional dan mendorong praktik pertambangan yang lebih ramah lingkungan.