Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Gugatan Uni Eropa Terhadap Pembatasan Ekspor Nikel Indonesia Muhammad Alwan Ramadhana; Muhamad Syahrul Maulana; Zahra Febriani Nugraha; Rakha Elwansyah Giri Subagja; Mustika Mega Wijaya
Doktrin: Jurnal Dunia Ilmu Hukum dan Politik Vol. 2 No. 2 (2024): April :Doktrin: Jurnal Dunia Ilmu Hukum dan Politik
Publisher : Lembaga Pengembangan Kinerja Dosen

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59581/doktrin.v2i2.2608

Abstract

Indonesia menghentikan ekspor nikel kadar rendah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 11 Tahun 2019 (Permen ESDM 11/2019) terkait perubahan kedua atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, pada tanggal 25 Desember 2018 mengenai pengoperasian tambang mineral dan batubara per 31 Desember 2019, Uni Eropa sebagai salah satu importir nikel dari Indonesia menyatakan tidak setuju dengan pasal dan mengajukan gugatan. Uni Eropa telah mengajukan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) atas larangan ekspor nikel Indonesia. Uni Eropa menyatakan bahwa nikel yang diimpor dari Indonesia biasa digunakan oleh Uni Eropa sebagai bahan baku industri baja tahan karat Eropa. Uni Eropa menuduh bahwa pembatasan tersebut dirancang oleh Indonesia untuk menguntungkan industri baja tahan karat dan pengecorannya. Adapun identifikasi masalah dengan bagaimana dampak terkait kasus larangan ekspor nikel terhadap hubungan perdagangan antara indonesia dan uni eropa dan apa alasan terkait kebijakan pembatasan ekspor nikel yang diterapkan pemerintah indonesia. Larangan ekspor nikel yang diberlakukan pemerintah Indonesia berdampak besar pada hubungan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa. Uni Eropa, konsumen bijih nikel terbesar di dunia, telah mengambil tindakan hukum dan mengajukan gugatan terhadap Indonesia di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Peristiwa tersebut telah menimbulkan ketegangan hubungan dagang dan penyelesaiannya bergantung pada keputusan WTO. Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan pembatasan ekspor nikel karena berbagai alasan, antara lain meningkatkan nilai tambah tambang nikel, melindungi sumber daya alam, dan mendiversifikasi perekonomian. Keputusan tersebut juga berkaitan dengan upaya menjaga keseimbangan perdagangan internasional dan mendorong praktik pertambangan yang lebih ramah lingkungan.
Penerapan Ketentuan Kepailitan Terhadap Bank yang Bermasalah Feri Pramudya Suhartanto; Muhamad Fadly Darmawan; Noval Febriansyah; Zahra Febriani Nugraha; Hany Fauziyyah Irawan; Farahdinny Siswajanthy
Konsensus : Jurnal Ilmu Pertahanan, Hukum dan Ilmu Komunikasi Vol. 1 No. 4 (2024): Agustus : KONSENSUS : Jurnal Ilmu Pertahanan, Hukum dan Ilmu Komunikasi
Publisher : Asosiasi Peneliti Dan Pengajar Ilmu Sosial Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/konsensus.v1i4.221

Abstract

This study explores the implementation of bankruptcy provisions for troubled banks. The aim is to analyze the legal and economic impacts of bankruptcy processes on banks facing financial difficulties. The research methodology involves legal studies and economic analyses of bankruptcy cases involving banks. The results underscore the importance of appropriately implementing bankruptcy provisions to efficiently and effectively address troubled banks. Findings indicate that failure to implement adequate bankruptcy provisions can have serious consequences for financial system stability. The study emphasizes the need for clear policies and efficient mechanisms to address financially troubled banks to maintain overall financial system stability. The implications of this research provide guidance for regulators and legal practitioners in developing policies related to handling financially troubled banks. In conclusion, the study highlights the necessity of clear policies and efficient mechanisms in addressing financially troubled banks to maintain overall financial system stability.
Tinjauan Yuridis Kewenangan Dinas Kebudayaan Dan Pariwisataan Dalam Memberikan Persetujuan Izin Penyelenggaraan Usaha Pariwisata Di Kawasan Puncak Kabupaten Bogor Daffa Amaanullah Supriyanto; Noval Febriansyah; Zahra Febriani Nugraha; Isep H. Insan; Angga Perdana
Paradigma: Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial Budaya Vol. 31 No. 2 (2025): Paradigma: Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial Budaya
Publisher : Universitas Insan Budi Utomo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33503/paradigma.v31i2.2597

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh munculnya persoalan kewenangan dalam penyelenggaraan perizinan usaha pariwisata di era desentralisasi dan penerapan sistem Online Single Submission (OSS). Kawasan Puncak sebagai salah satu destinasi wisata unggulan nasional di Kabupaten Bogor memiliki potensi besar dalam pengembangan ekonomi daerah, namun di sisi lain menghadapi tantangan regulatif dan administratif yang cukup kompleks. Ketidaksinkronan antara kebijakan pusat dan daerah dalam proses perizinan usaha pariwisata menyebabkan munculnya berbagai permasalahan seperti tumpang tindih kewenangan, lambannya pelayanan publik, serta kurangnya pengawasan terhadap kegiatan usaha yang tidak memiliki izin. Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kewenangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan perizinan usaha pariwisata di Kawasan Puncak, serta mengidentifikasi permasalahan dan upaya penyelesaian yang dilakukan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis-empiris, dengan memadukan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang relevan, observasi langsung di lapangan, serta wawancara dengan pihak-pihak terkait, termasuk aparat pemerintah dan pelaku usaha pariwisata. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara yuridis, kewenangan pemberian izin usaha pariwisata di Kabupaten Bogor merupakan bentuk pelimpahan kewenangan dari Bupati kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, sebagaimana diatur dalam Peraturan Bupati Bogor Nomor 4 Tahun 2007, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam praktiknya, dinas terkait tetap memegang peran penting dalam melakukan verifikasi teknis dan pembinaan usaha, meskipun sistem OSS menempatkan proses penerbitan izin pada tingkat pusat. Hambatan yang dihadapi meliputi tumpang tindih regulasi, lemahnya koordinasi antarinstansi, rendahnya pemahaman pelaku usaha terhadap mekanisme OSS, serta keterbatasan sumber daya aparatur dalam mengawasi kepatuhan pelaku usaha. Upaya penyelesaiannya dilakukan melalui peningkatan koordinasi lintas sektor, pelatihan aparatur, pembaruan regulasi agar adaptif terhadap sistem OSS berbasis risiko, serta sosialisasi dan edukasi kepada pelaku usaha pariwisata mengenai pentingnya legalitas usaha. Kesimpulan penelitian ini menegaskan bahwa kewenangan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor dalam perizinan usaha pariwisata merupakan kewenangan strategis yang bertujuan menjaga keseimbangan antara pengembangan ekonomi daerah dan pelestarian lingkungan di kawasan wisata Puncak. Pemerintah daerah perlu memperkuat sinergi kelembagaan, memperjelas pembagian kewenangan dengan DPMPTSP, serta memperbaiki mekanisme pengawasan dan evaluasi pasca-izin. Dengan demikian, sistem perizinan usaha pariwisata dapat berjalan lebih efektif, transparan, dan berkelanjutan, serta mampu meningkatkan daya saing pariwisata Kabupaten Bogor sebagai destinasi unggulan yang berbasis pada prinsip pembangunan berkelanjutan.