Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search
Journal : Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA PERUSAHAAN TERHADAP KERUGIAN MASYARAKAT AKIBAT OPERASIONAL PERUSAHAAN (Studi Penelitiaan PT. Pupuk Iskandar Muda) Marza, Rifky Izzulhaq; Marlia Sastro; Ramziati
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.21701

Abstract

Setiap perusahaan wajib memenuhi pertanggungjawaban perdata sesuai UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang memiliki implikasi praktis bagi keadilan ekonomi dan perlindungan hukum. Dalam kasus pencemaran lingkungan akibat gas amonia, perusahaan terikat pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, yang memungkinkan masyarakat menuntut ganti rugi. Penelitian ini bertujuan menganalisis pertanggungjawaban perdata perusahaan terhadap masyarakat, hambatan, dan upaya penyelesaiannya. Menggunakan metode yuridis empiris melalui studi kepustakaan dan wawancara, penelitian menemukan bahwa PT. PIM memberikan pertanggungjawaban bersifat immateriil, seperti layanan kesehatan dan pemberian susu. Namun, pelaksanaan belum optimal akibat rendahnya pendidikan masyarakat dan tidak tersedianya dana kompensasi untuk dampak tak terduga. Akibatnya, masyarakat merasa dirugikan karena masalah tidak terselesaikan tuntas. Disarankan agar PT. PIM mematuhi regulasi secara konsisten dan meningkatkan pengawasan lingkungan untuk mencegah kerugian masyarakat.
EFEKTIVITAS PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI PERKARA PERCERAIAN DI MAHKAMAH SYARIYAH LHOKSEUMAWE Cut Ifonna Iyasha; Faisal; Ramziati
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.21748

Abstract

Mediasi dalam perkara perceraian di Mahkamah Syar’iyah Kota Lhokseumawe telah diupayakan sebagai alternatif penyelesaian sengketa, namun efektivitasnya masih rendah dengan tingkat keberhasilan hanya sekitar 5–10 perkara per tahun, sementara angka perceraian terus meningkat. Berdasarkan PERMA Nomor 1 Tahun 2016, mediasi wajib dilaksanakan sebelum sidang perkara perceraian dimulai, dengan harapan dapat mengurangi beban pengadilan dan memberi ruang damai bagi para pihak, sehingga perlu upaya optimalisasi agar ketentuan hukum tersebut dapat berjalan sesuai tujuan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas penerapan PERMA tersebut dalam perkara perceraian, serta mengidentifikasi kendala dan upaya yang dilakukan dalam menekan angka perceraian melalui mediasi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris dengan pengumpulan data melalui wawancara terhadap para pihak berperkara, akademisi hukum, serta hakim dan mediator di Mahkamah Syar’iyah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan mediasi belum efektif akibat faktor internal seperti ketidakpatuhan para pihak terhadap prosedur mediasi, serta keterbatasan Mahkamah Agung dalam mendorong optimalisasi mediasi. Faktor eksternal seperti rendahnya kesadaran hukum masyarakat juga menjadi penghambat. Sebagai solusi, Mahkamah Syar’iyah Lhokseumawe telah melakukan penyuluhan hukum dan evaluasi berkala untuk meningkatkan efektivitas mediasi. Mediasi di Indonesia diatur oleh berbagai regulasi seperti UU No. 30 Tahun 1999 serta Pasal 130 HIR dan Pasal 154 RBg. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan perlunya peningkatan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai manfaat mediasi. Oleh karena itu, disarankan agar Mahkamah Syar’iyah lebih aktif melakukan sosialisasi dan edukasi hukum agar mediasi dapat berfungsi maksimal sebagai mekanisme penyelesaian sengketa yang damai, cepat, dan efisien.
DISPENSASI PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2019 TENTANG PERKAWINAN Pasaribu, Artha Febilla; Jamaludin; Ramziati
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Vol. 8 No. 2 (2025): (April)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29103/jimfh.v8i2.21758

Abstract

Dispensasi perkawinan anak di bawah umur merupakan fenomena yang masih marak terjadi di Indonesia, meskipun regulasi terbaru telah berupaya menekan angka perkawinan usia dini. Pasca diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang mengubah batas usia minimal perkawinan menjadi 19 tahun bagi pria dan wanita, muncul dinamika baru dalam praktik pemberian dispensasi oleh pengadilan agama. Penelitian ini mengkaji fenomena meningkatnya permohonan dispensasi perkawinan anak di Pengadilan Agama Deli Serdang setelah perubahan undang-undang tersebut. Fokus utama penelitian ini adalah untuk menganalisis kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemberian dispensasi serta mengidentifikasi upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut. Metode yang digunakan adalah pendekatan yuridis-empiris dengan sifat penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kendala utama dalam pemberian dispensasi perkawinan anak meliputi kurangnya pemahaman masyarakat tentang prosedur hukum, tekanan sosial terhadap hakim untuk mengabulkan permohonan, dan lemahnya penegakan hukum terhadap pelanggaran batas usia. Selain itu, multitafsir terhadap ketentuan alasan mendesak dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Perkawinan turut menjadi hambatan dalam menciptakan kepastian hukum. Upaya yang dilakukan meliputi edukasi kepada masyarakat, penerapan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019, serta analisis mendalam oleh hakim untuk menjamin perlindungan terbaik bagi anak. Meski begitu, diperlukan langkah lanjutan berupa penegasan regulasi dan penguatan peran lembaga terkait untuk menanggulangi faktor sosial yang memicu perkawinan anak. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa meskipun Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 telah memberikan dasar hukum untuk mencegah perkawinan anak, pelaksanaannya masih memerlukan perbaikan melalui sinergi antara pemerintah, pengadilan, lembaga agama, dan masyarakat.