Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

The Judge's Paradigm In Deciding Criminal Cases Of Sexual Violence From A Victimological Perspective Muh Sutri Mansyah; Hadi Supriyanto; Kaswandi; Erick Bason; Sulayman
Buana Gender: Jurnal Studi Gender dan Anak Vol. 9 No. 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22515/bg.v9i1.8666

Abstract

Criminal acts of sexual violence are widespread in society, and the aim of the research is to study and analyze a decision. The research methods used by researchers are normative juridical with case, statutory, and philosophical approaches. The primary legal material is the Sexual Violence Crime Law and Decision Number 72/Pid.Sus/2023/PN.Bau. while secondary materials: books, journals, etc., the interpretation used is grammatical and systematic interpretation. The results of the research show that the paradigm used by the Panel of Judges does not have a victimology perspective, as evidenced by the statement expressed by the victim witness who explained that the defendant was not the perpetrator of a crime of sexual violence, while the actual perpetrator had been appointed by the victim witness based on the photo submitted by the Counselor. The law and the perpetrator are still at large, while the defendant was legally and convincingly found guilty of committing the crime of sexual immorality. Therefore, the Panel of Judges ignored the facts of the trial. Apart from that, the panel of judges did not interpret the victim's witness statement as a standalone piece of evidence as regulated in the Sexual Violence Crime Law. So the author's suggestion is that it is important for the judge to have the victim's perspective, in this case, what the victim said is information that must be acknowledged at trial and It is necessary to evaluate the panel that examined and decided the case.
Pengakuan Hak Atas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja: Perspektfi Teori Hukum Kritis Safrin Salam; Rizki Mustika Suhartono; Edy Nurcahyo; La Ode Muhammad Karim; Erick Bason; Sulayman
Jurnal Interpretasi Hukum Vol. 5 No. 1 (2024): Jurnal Interpretasi Hukum
Publisher : Warmadewa Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22225/juinhum.5.1.7166.721-732

Abstract

Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Konsespi hukum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 pada sebagian sektor mengatur mengenai pengakuan hak atas tanah ulayat masyarakat hukum. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum hukum normatif. Pendekatan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konsep. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 telah mmengatur hak ulayat masyarakat hukum adat pada bidang investasi. Namun dalam pengaturan tersebut, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 menerapkan prinsip persetujuan dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat masyarakat hukum adat. Hal ini sangat bertentangan degan prinsip dalam Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) yang mengabaikan dua prinsip lainnya yakni free and prior dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat masyarakat hukum adat. Pengabaian prinsip FPIC terhadap pengaturan hak-hak masyarakat hukum adat telah menjadikan kedudukan hukum masyarakat hukum adat semakin lemah dalam hal pengambilan keputusan terkait pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat apabila berhadapan dengan pemerintah atau perusahaan swasta. Sedangkan menurut Teori hukum kritis pengakuan hak masyarakat hukum adat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 ditemukan beberapa persoalan baik persoalan pada dimensi prosedural, distributif dan kontekstual. Saran dari penelitian ini adalah UU No. 11 Tahun 2022 perlu dilakukan revisi, revisi UU No. 11 Tahun 2022 dapat direvisi melalui pengujian pasal-pasal yang berkaitan dengan tanah ulayat masyarakat hukum adat di Mahkamah Konstitusi yang mana proses pengujiannya berlandaskan padal Pasal 18 B ayat 2 UUD 1945 terkhusus yang mengatur prinsip persetujuan yang harus berlandaskan pada prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC). Selain itu pula, perlu dibuatkan Perpu yang berkaitan pengaturan tanah ulayat dibidang investasi dengan berlandaskan pada prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC). Hal ini penting untuk menjamin kepastian hukum masyarakat hukum adat atas tanah ulayat