Fenomena pengemis boneka di Kota Medan mencerminkan disfungsi sosial yang kompleks akibat pengaruh faktor ekonomi, sosial, dan budaya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fenomena tersebut melalui perspektif patologi sosial dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterbatasan pendidikan, tekanan ekonomi, dan budaya kerja informal menjadi faktor dominan yang mendorong individu untuk menjadi pengemis boneka. Fenomena ini juga mencerminkan kemiskinan struktural dan kegagalan institusi sosial dalam melindungi kelompok rentan, khususnya anak-anak. Dengan memahami dinamika sosial-ekonomi ini, penelitian ini memberikan wawasan penting untuk merancang kebijakan intervensi yang lebih efektif dalam mengatasi patologi sosial di Kota Medan. The doll beggar phenomenon in Medan City reflects complex social dysfunction caused by economic, social, and cultural factors. This study aims to analyze the phenomenon through the lens of social pathology using a descriptive qualitative method. The findings reveal that limited education, economic pressure, and an informal work culture are the dominant factors driving individuals to become doll beggars. This phenomenon also reflects structural poverty and the failure of social institutions to protect vulnerable groups, particularly children. By understanding these socio-economic dynamics, the study provides critical insights for designing more effective intervention policies to address social pathology in Medan City.