Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Keabsahan Penyidikan Atas Putusan Praperadilan Riyanto, Arif; Yanuar Chandra, Tofik; Basuki
Pamulang Law Review Vol. 7 No. 1 (2024): Agustus 2024
Publisher : Prodi Hukum S1 - Fakultas Hukum - Universitas Pamulang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32493/palrev.v7i1.43285

Abstract

Law enforcement is a system that includes harmony between values ​​and rules and real human behavior. Pretrial is a part of the district court which carries out a supervisory function, especially in cases of coercive efforts against suspects by investigators or public summons. The supervision referred to is supervising how a law enforcement officer exercises the authority vested in him in accordance with the provisions of existing laws and regulations, so that law enforcement officers do not exercise arbitrarily. Legal efforts in the criminal process can be said to be part of the law enforcement process. This can be understood because in essence legal action is also an effort to realize the idea of ​​achieving justice or legal certainty.
Pertanggungjawaban Pidana Penyelenggara Negara Pelaku Tindak Pidana Korupsi Pertambangan Nikel di Indonesia Bimantoro, Rendiyanto; Yanuar Chandra, Tofik; Adianto Mau, Hedwig
Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal Vol. 2 No. 8 (2024): Multidiciplinary Scientifict Journal
Publisher : Al Makki Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57185/mutiara.v2i8.228

Abstract

Kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang pejabat pemberi izin pada pertambangan nikel yang peneliti rangkum diantaranya adalah kasus korupsi pemberian IUP nikel oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, Kasus suap pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara, dan Kasus suap praktik izin pertambangan oleh Gubernur Maluku Utara. Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan sekaligus, yitu pendekatan perundang-undangan (statute aproach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui desk research dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan mengenai tindak pidana korupsi dalam sektor pertambangan nikel di Indonesia melibatkan isu suap dan penyalahgunaan wewenang. Dalam Pasal 418 KUHP, tindak pidana suap melibatkan unsur pemberian atau perjanjian sesuatu. Sedangkan  menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, unsur-unsur tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana suap melalui tiga parameter: pemberi suap, penerima suap, dan barang atau objek yang bernilai, seperti diatur dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2, Pasal 12 a dan b, serta Pasal 13. Sedangkan untuk penyalahgunaan wewenang dalam hukum korupsi, tolak ukurnya diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Adapun pertanggungjawaban pidana penyelenggara negara pelaku tindak pidana korupsi pertambangan nikel di Indonesia dibebankan kepada pelaku pelanggaran yang melanggar hukum sebagai dasar untuk menjatuhkan sanksi pidana.
Pemenuhan Hak Restitusi Terhadap Korban Tindak Pidana Kelalaian Medis di Indonesia Shindyani Halim, Risha; Yanuar Chandra, Tofik; Adianto Mau, Hedwig
Jurnal Multidisiplin Indonesia Vol. 2 No. 9 (2023): Jurnal Multidisiplin Indonesia
Publisher : Riviera Publishing

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.58344/jmi.v2i9.580

Abstract

Ketentuan pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan diselenggarakan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi individu atau masyarakat. Namun dalam prakteknya masih terjadi malpraktek akibat kelalaian tenaga medis, yang mana tindakan tersebut menimbulkan kerugian bagi pasien dan dalam praktek peradilan, korban belum memperoleh hak restitusi. Adapaun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana implementasi pemenuhan hak restitusi terhadap korban tindak pidana kelalaian medis di Indonesia? Serta bagaimana penegakan hukum terhadap pemenuhan hak restitusi bagi korban tindak pidana kelalaian medis di Indonesia? Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori penegakan hukum menurut Satjipto Raharjo dan Restorative Justice menurut Liebmann. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, konseptual dan analitis. Sumber bahan hukum dalam penelitian ini hanyalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier dengan menggunakan teknik pengumpulan bahan hukum studi pustaka. Adapun analisis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan penafsiran gramatikal dan penafsiran sistematis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi pemenuhan hak restitusi terhadap korban tindak pidana kelalaian medis di Indonesia yaitu masih tergantung pada upaya hukum Jaksa Penuntut Umum, selain itu jika pelaku tidak mampu atau enggan memberikan restitusi, maka korban tidak mendapatkan ganti rugi apapun. Hal tersebut dikarenakan tidak ada pengaturan khusus mengenai restitusi maupun kompensasi bagi korban tindak pidana kelalaian medis, dimana pengaturannya masih menginduk pada KUHAP, KUHP dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 maupun perubahannya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 (UU PSK) yang masih terdapat kelemahan sepereti pada KUHAP hanya terbatas pada ganti rugi atas kerugain materiil, dalam KUHP pemberiannya tergantung pada putusan bagi terdakwa, serta dalam UU PSK kompensasi hanya diberikan pada korban pelanggaran HAM berat dan tindak pidana terorisme. Penegakan hukum terhadap pemenuhan hak restitusi bagi korban tindak pidana kelalaian medis belum mampu terealisasi dengan baik, hal tersebut dikarenakan tidak adanya kewajiban restitusi yang dibebankan kepada pelaku tindak pidana di bidang medis yang diformalkan dalam bentuk peraturan perundang-perundangan. Sehingga dalam penegakan hukum tindak pidana kelalaian medis, keberadaan korban belum menjadi hal-hal yang dipertimbangkan, dalam hal ini penegakan hukum lebih berorientasi pada pemberian sanksi bagi pelaku dan belum berorientasi pada pemenuhan hak-hak korban.
Peran Badan Pertanahan Nasional dalam Penyelesaian Sengketa Tumpang Tindih Pertanahan Melalui Mediasi Lio Sandika, Fajri; Yanuar Chandra, Tofik; Kencanawati, Erny
Blantika: Multidisciplinary Journal Vol. 1 No. 3 (2023): Reguler Issue
Publisher : PT. Publikasiku Academic Solution

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57096/blantika.v1i3.30

Abstract

Dalam pembahasan mengenai Peran Badan Pertanahan Nasional Dalam Penyelesaian Sengketa Tumpang Tindih Pertanahan Melalui Mediasi. Jenis penelitian pada penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Tingginya angka kasus dibidang pertanahan tidak luput dari problematika klasik yang terjadi dibidang pertanahan, dimana akar dari masalah yang terjadi disebabkan masih kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terkait pentingnya memahami hukum terutama berkaitan dengan pendaftaran tanah dan atau pensertifikatan tanah, masih terdapat pejabat dan atau pegawai pemerintah yang mencari keuntungan dengan menyalahgunakan wewenang dan jabatan dalam mengurus hak atas tanah, maka di harapkan peran serta Badan Pertanahan  dalam penyelesaian sengeketa pertanahan yang terjadi di masyarakat.
Kebijakan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) Sebagai Upaya Pemberantasan Korupsi Yanuar Chandra, Tofik; Hajairin
Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum Vol. 12 No. 1 (2023): Fundamental: Jurnal Ilmiah Hukum
Publisher : Universitas Muhammadiyah Bima

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.34304/jf.v12i1.138

Abstract

Pemberantasan korupsi pada dasarnya dijalankan melalui tiga agenda utama, yaitu agenda penindakan korupsi, agenda pencegahan korupsi dan agenda pendidikan anti korupsi. Penindakan dan Pencegahan korupsi dapat dilakukan menggunakan peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi. Sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi Informasi (SPPT-TI) merupakan upaya membangun kerjasama antar lembaga penegak hukum dalam mempercepat, mempermudah proses penanganan perkara tindak pidana korupsi. Tujuan penelitian untuk mengetahui kebijakan sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi dapat menjadi instrumen pemberantasan korupsi. Metodel penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normative dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan teoritis, perbandingan dan pendekatan konseptual. Temuan dalam penelitian ini adalah pertama bahwa Kebijakan pengembangan system peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi merupakan gagasan baru dengan penegasan bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa hanya mengandalkan Komisi pemberantasan korupsi (KPK) dan Polri. Kedua Sistem peradilan pidana berbasis teknologi informasi dapat melibatkan beberapa lembaga seperti Polri, Kejagung, MA, Kemkumham, Kemenko Polhukam, Kemkominfo, Kementerian PPN/Bappenas dan BSSN, beberapa lembaga tersebut akan saling berkordinasi dalam pemberantasan korupsi menggunakan aplikasi pusat pertukaran data (Puskarda) sebagaimana diatur dalam Keputusan Menko Polhukam No. 47 Tahun 2018 tentang Kelompok Kerja Pengembangan Sistem Database Penanganan Perkara Tindak Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi. Sebab permasalahan korupsi masih menjadi masalah yang cukup serius, sehingga diperlukan Inovasi dalam pemberantasan korupsi dengan memaksimalkan semua instrumen hukum yang ada pada berbagai lembaga penegak hukum.
Pertanggungjawaban Pidana Penyelenggara Negara Pelaku Tindak Pidana Korupsi Pertambangan Nikel di Indonesia Bimantoro, Rendiyanto; Yanuar Chandra, Tofik; Adianto Mau, Hedwig
Mutiara: Multidiciplinary Scientifict Journal Vol. 2 No. 8 (2024): Multidiciplinary Scientifict Journal
Publisher : Al Makki Publisher

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57185/mutiara.v2i8.228

Abstract

Kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang pejabat pemberi izin pada pertambangan nikel yang peneliti rangkum diantaranya adalah kasus korupsi pemberian IUP nikel oleh Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, Kasus suap pertambangan operasi produksi nikel di Kabupaten Konawe Utara, dan Kasus suap praktik izin pertambangan oleh Gubernur Maluku Utara. Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode yuridis normatif. Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan sekaligus, yitu pendekatan perundang-undangan (statute aproach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui desk research dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengaturan mengenai tindak pidana korupsi dalam sektor pertambangan nikel di Indonesia melibatkan isu suap dan penyalahgunaan wewenang. Dalam Pasal 418 KUHP, tindak pidana suap melibatkan unsur pemberian atau perjanjian sesuatu. Sedangkan  menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, unsur-unsur tersebut dikategorikan sebagai tindak pidana suap melalui tiga parameter: pemberi suap, penerima suap, dan barang atau objek yang bernilai, seperti diatur dalam Pasal 5 ayat 1 dan 2, Pasal 12 a dan b, serta Pasal 13. Sedangkan untuk penyalahgunaan wewenang dalam hukum korupsi, tolak ukurnya diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Adapun pertanggungjawaban pidana penyelenggara negara pelaku tindak pidana korupsi pertambangan nikel di Indonesia dibebankan kepada pelaku pelanggaran yang melanggar hukum sebagai dasar untuk menjatuhkan sanksi pidana.