Claim Missing Document
Check
Articles

Found 14 Documents
Search

KONSEP GEOMETRI SAMPEL JARINGAN KAMPUNG TANJUNG GEDONG MENGGUNAKAN METODE GENOMIK ARSITEKTUR Husin, Denny; Komala, Olga Nauli; Saryatmo, Mohammad Agung
Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Vol. 8 No. 1 (2024): Jurnal Muara Sains, Teknologi, Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Publisher : Universitas Tarumanagara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/jmstkik.v8i1.23795

Abstract

Tanjung Gedong is one of the most developed urban kampung located in West Jakarta, existed formerly to support the nearby campuses and commercials activities. This kampung grows in the midst of educational area, its existence has proofed resiliency and great city’s supports, thus suitable as a stable sample for questioning kampung’s geometrical qualities. Less researches were interested to investigate kampung’s architectural concept. Kampung is often labeled as irregular, disorder or non-standard rather than respecting its potency. Dissecting kampung networks may present new facts regarding type’s domination and recession especially at the kampung gate as a prime transitional location. The research aims to target geometry as an architectural concept, a fundamental formula for kampung configuration. Typo-morphology is combined with etymology for revealing its geometrical concept with a focus only on the layout. QGIS is utilized as an instrument to extract building silhouette, simplified in the form of diagrams, while categorized by using tabulation. The outcome reveals a specific geometrical character based on arithmetic sequence: a particular order. Keywords: Architecture; Concept; Genomic; Geometry; Kampung Abstrak Tanjung Gedong adalah kampung kota di kawasan pendidikan Jakarta Barat dan telah berkembang bersama dengan kampus dan bangunan komersial di sekitarnya. Kampung ini tumbuh bersama-sama dengan kawasan, dan berkembang untuk mendukung fungsi pendidikan. Fenomena kehadirannya menunjukkan potensi resiliensi keruangan sehingga cocok menjadi sampel percontohan dan penelitian terkait perkembangan suatu jaringan kota. Lepas dari prasangka yang kerap melabeli kampung sebagai yang tidak teratur, kumuh dan tidak sehat; kampung Tanjung Gedong kerap menjadi pilihan utama warga kampus dan menjadi sentra informal untuk kawasan sekitar. Penelitian ini bertujuan mengangkat konsep geometri kampung yang menjadi formula pembentukan jaringan. Membedah geometri jaringan memunculkan potensi dan masalah dominasi dan resesi yang terjadi dalam rangkaian ruang kampung. Gerbang kampung adalah jaringan utama yang mengandung gen transisi arsitektur formal dan informal yang tepat diinvestigasi sebagai proyek pilot. Metode kualitatif interpretatif mengkombinasi tipo-morfologi dan etimologi untuk mengangkat abstraksi geometri pada peta jaringan menggunakan QGIS. Fokus penggambaran adalah denah yang dikonversi menjadi diagram untuk memunculkan siluet dialektika ruang berdasarkan citra satelit. Tabulasi mengkategorisasi dan menyeleksi tipe dan bentuk berdasarkan genomik arsitektur. Hasilnya mayoritas geometri kampung menunjukkan keberaturan dan simetri, berkebalikan dengan persepsi ketidakberaturan yang kerap menjadi stigma. Pengulangan bilangan prima dan genap banyak ditemukan pada dimensi, sudut maupun unit yang mendukung formalitas formula. Kebaruan penelitian merekomendasi deret spesifik kampung Tanjung Gedong.
Tabulasi genomik rangkaian massa Kampung Tambora Husin, Denny; Komala, Olga Nauli
ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur Vol 9 No 1 (2024): ARTEKS : Jurnal Teknik Arsitektur | Januari 2024 ~ April 2024
Publisher : Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Katolik Widya Mandira

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30822/arteks.v9i1.2778

Abstract

Well known as one of the most crowded and problematic urban kampungs in ASEAN since 2020, Tambora has been struggle with health, fire, and social problems. Its density is related to the composition between solid and void especially on the boundary as they control the accessibility while influencing the overall gesture of the kampung. Unfortunately, the majority of research related to boundaries is more interested in delineation rather than 3D relationships. Further investigation is required to understand its series of volumetric composition, configuration, and orientation to comprehend its architecture as a continuation of its geometrical investigation. As boundaries are relatively considered more stable locations, they exhibit intensity, complexity, and hybridity between formal and informal. A diverse collection of houses at these particular locations displays specific language while providing correlation. Genomic tabulation is utilized to interpret the kampung massing series' spatial quality. The QGIS instrument converts lines into volumes, with steps are follows: 1) collection of data, 2) conversion of 2D into 3D, and 3) interpretation of the samples. By focusing on the massing series at the kampung boundaries, the typology and morphology are emerged, providing various gaps and potentials as alternative solutions for building the kampung network.
REPRESENTASI ELEMEN RUANG KOTA SEBAGAI PEMBENTUK URBAN INTERFACE DARI KEHADIRAN MAKANAN PADA MEDIA SOSIAL (INSTAGRAM) Komala, Olga Nauli; Husin, Denny
NALARs Vol. 24 No. 1 (2025): NALARs Vol 24 No 1 Januari 2025
Publisher : Universitas Muhammadiyah Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24853/nalars.24.1.33-44

Abstract

Penggunaan hashtag merupakan salah satu cara untuk menelusuri keterlibatan pengguna sosial yang memiliki kesamaan, keterikatan, dan keterhubungan dengan hal – hal terkait makanan. Dalam penelitian ini, penekanan kehadiran makanan di media sosial ada pada urban interface atau ruang antara privat dan publik. Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menelusuri elemen pembentuk urban interface dan pola kombinasi antara elemen yang paling dominan dalam merepresentasikan ruang kota dan makanan pada media sosial Instagram melalui hashtag pada konten. Penelitian ini mempertanyakan bagaimana dominasi dan representasi elemen urban interface terkait makanan dan ruang kota pada unggahan di Instagram melalui hashtag #jktfooddestination. Penelusuran terhadap elemen urban interface menekankan pada dominasi pola atau pengulangan dari elemen ruang kota dan makanan, baik melalui media teks (caption) maupun gambar atau video pada laman feed Instagram. Penelitian ini menerapkan metode penelitian campuran (mixed-methods) yang melingkupi tujuh tahapan proses analisis terhadap foto dan video antara lain data cleaning, data integration, data selection, data transformation, data mining, data evolution, dan knowledge representation. Temuan penelitian ini mengindikasikan bahwa setting tempat merupakan salah satu hal penting dalam menginformasikan kehadiran makanan. Di sisi lain, temuan penelitian ini juga mengungkapkan bahwa semakin kuat hubungan visual dan fisik antara ruang privat dan publik maka semakin beragam pula pola kombinasi elemen urban interface, serta sebaliknya. Temuan ini dapat menjadi arahan bagi pengembangan kawasan terkait dengan makanan yang dapat menarik pengunjung dan berkontribusi dalam penciptaan ruang kota yang aktif.Using hashtags is one way to trace the involvement of social users who have similarities, attachments, and connections to food-related matters. This study emphasizes the presence of food on social media in the urban interface or the space between private and public. This study aims to explore the elements that form urban interfaces and the combination patterns between the most dominant elements in representing urban space and food on Instagram social media through hashtags in the content. This study questions how the dominance and representation of urban interface elements related to food and urban space in Instagram uploads through hashtags #jktfooddestination. Searching for urban interface elements emphasizes the supremacy of patterns or repetition of urban space elements and food through text media (captions) or images or videos on the Instagram feed page. This study applies a mixed-methods method that covers seven stages of the analysis process on photos and videos, including data cleaning, data integration, data selection, data transformation, data mining, data evolution, and knowledge representation. This study's findings indicate that the place's setting is one of the essential things in informing the presence of food. On the other hand, the findings of this study also reveal that the stronger the visual and physical relationship between private and public spaces, the more diverse the combination pattern of urban interface elements, and vice versa. These findings can serve as a direction for the development of food-related areas that can attract visitors and contribute to the creation of active urban spaces.
Algorithm as a Pattern of Kampung : Case Study: Cilincing Fisherman Village husin, Denny; Komala, Olga Nauli
Border: Jurnal Arsitektur Vol. 6 No. 2 (2024): NOVEMBER 2024
Publisher : Department of Architecture, Faculty of Architecture and Design, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33005/border.v6i2.1088

Abstract

Fisherman Village is one of the Jakarta informalities that has been growing with the city since its former role as a port city. This phenomenon not only contributes to the city’s economic value but also to its overall dynamic sectors. Its existence confirms the important role of its built environment; the research objective is to reveal the kampung pattern for preserving and developing this kampung. Unlike other urban grains, this kampung consists of naval and maritime qualities, despite general critique towards environmental and spatial conditions. The morphology is utilized to detect its architectural form; thus, its algorithm can be extracted through QGIS, steps are: 1) mapping, 2) massing, and 3) algorithm. QGIS converts mapping into a massing series, unraveling the geometry of the kampung house silhouette as an algorithm pattern. The outcome is Kampung’s algorithm pattern. The discovery involves nautical and maritime influences, while the originality is the Kampung Cilincing order formula. This research promotes a specific housing unit and type as a local potency to stimulate the development of Kampung’s module guideline. The dominant type can be used for typical replication while questioning the recessive type to stimulate innovation as a guide.
PENDEKATAN ARSITEKTUR TERAPUTIK DALAM PERANCANGAN RUMAH TERAPI YANG AMAN BAGI PEREMPUAN KORBAN PELECEHAN SEKSUAL Kosasih, Vicky; Komala, Olga Nauli
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27470

Abstract

In recent years there has been a significant increase in the occurrence of sexual violence and harassment where almost 78% of victims of sexual violence and harassment are women ranging in age from 8 to 18 years. This high level of violence has resulted in the growth of victims who have experienced trauma from the events that have happened to them. In this case, empathy architecture plays a role in providing a safe recovery space for women victims of sexual violence. Therefore, using the therapeutic concept, this study aims to explore design approaches for safe spaces for victims to recover and treat their trauma so that victims can slowly return to the social sphere and live their lives. The research method is to make field observations of the needs of therapy rooms, study of precedents related to therapeutic architecture including tracing coping mechanisms, therapy houses, and safe spaces. The findings of this study refer to the architecture of empathy that has a spatial effect, differences in the form and level of impact of sexual violence on victims, the stages of the type of therapy and its effect on the spatial and therapeutic architecture in creating a safe therapeutic home. Keywords:  empathic architecture;  safe space; sexual assault; therapy home; trauma Abstrak Dalam beberapa tahun terakhir telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual yang dimana hampir 78% korban kekerasan dan pelecehan seksual merupakan Perempuan yang memiliki rentang umur 8 - 18 tahun. Tingginya tingkat kekerasan ini mengakibatkan bertumbuhnya juga korban yang mengalami trauma akan kejadian yang telah menimpanya. Dalam hal ini, arsitektur empati berperan dalam menyediakan ruang pemulihan yang aman bagi para Perempuan korban kekerasan seksual. Maka dari itu dengan menggunakan konsep teraputik, penelitian ini bertujuan untuk menelusuri pendekatan perancangan bagi ruang yang aman bagi korban untuk memulihkan dan mengobati traumanya sehingga korban dapat secara perlahan kembali kedalam lingkup sosial dan menjalani kehidupannya. Metode penelitiannnya adalah dengan melakukan observasi lapangan terhadap kebutuhan ruang terapi, olah studi terhadap preseden terkait dengan arsitektur teraputik termasuk penelusuran coping mechanism, rumah terapi, dan ruang aman. Temuan penelitian ini merujuk pada arsitektur empati yang berpengaruh secara spasial, perbedaan bentuk dan tingkatan dampak kekerasan seksual terhadap korban, tahapan jenis terapi dan pengaruhnya terhadap keruangan dan arsitektur terapeutik dalam menciptakan rumah terapi yang aman.
HEALTHY GRIEFING DALAM ALUR NARASI SPASIAL SEBAGAI PENDEKATAN PERANCANGAN RUMAH DUKA DAN KREMATORIUM CILINCING, JAKARTA Nathaniel, Louis Nelson; Komala, Olga Nauli
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27471

Abstract

Architectural empathy is architecture that puts itself in the user's position so that it can truly understand the user's needs. Grief is a natural reaction when facing the death of someone close to you. The grief process can be ongoing and have a negative impact on physical and mental health if it is not experienced in a healthy way. Empathy architecture here acts as a medium and space that understands the needs of users who are grieving. The aim of this research is to explore a design approach that is empathetic to the grief process, especially in the design process for renewing funeral homes and crematoriums in Cilincing using narrative qualitative research methods. Cilincing Crematorium is one of the oldest crematorium and funeral home facilities in Jakarta, its condition is no longer good and needs updating. The Healthy Grieving concept is a design concept that aims to guide users to grieve in a healthier way. The narrative method is used so that architecture can tell the story of the user's experience of grief so that the user can better understand the tragedy that is being experienced. Understanding these feelings of grief can help users navigate the grief process. Keywords:  crematorium; funeral home; healthy grieving; narration Abstrak Empati arsitektur adalah arsitektur yang menempatkan diri pada posisi pengguna sehingga dapat memahami betul kebutuhan pengguna. Duka adalah reaksi natural ketika menghadapi kematian dari orang orang terdekat. Proses duka dapat menjadi berkelanjutan dan berdampak buruk pada kesehatan fisik maupun mental apabila tidak dijalani dengan cara yang sehat. Arsitektur empati disini berperan sebagai suatu media dan ruang yang memahami kebutuhan pengguna yang sedang berduka. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menelusuri pendekatan perancangan yang berempati terhadap proses kedukaan terutama dalam proses perancangan pembaharuan rumah duka dan krematorium di Cilincing dengan menggunakan metode penelitian kualitatif naratif. Krematorium Cilincing adalah salah satu fasilitas krematorium dan rumah duka paling tua di Jakarta, kondisi nya sudah tidak baik dan diperlukan pembaharuan. Konsep Healthy Grieving adalah konsep perancangan yang bertujuan untuk memandu pengguna agar dapat berduka dengan cara yang lebih sehat. Metode naratif digunakan agar arsitektur dapat menceritakan pengalaman duka pengguna sehingga pengguna dapat lebih memahami tragedi yang sedang dijalani. Pemahaman terhadap perasaan duka tersebut dapat membantu pengguna untuk menjalani proses duka.
PENERAPAN TERAPI KREATIF DAN ARSITEKTUR TERAPEUTIK DALAM MENCIPTAKAN “TEMPAT KETIGA” BAGI REMAJA UNTUK MEMPROSES DUKA Pane, Amru Akbar; Komala, Olga Nauli
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 1 (2024): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i1.27472

Abstract

Adolescence is a critical phase in identity formation, shaping the direction for individuals transitioning to adulthood. The primary challenge is overcoming identity confusion arising from the failure to discover one's identity. Grief experiences, especially due to death or relationship breakups, significantly impact the mental health of adolescents, increasing the risk of issues such as anxiety and depression. Comprehensive support is crucial to assist adolescents in coping with traumatic experiences and fostering their development. The main focus of this research is to aid adolescents in dealing with grief, particularly after losing someone, facilitating grief processing, and supporting identity development and intimacy processes in the late adolescent phase. The research employs qualitative methods, including observation, analysis, documentation, and interviews, to explore the impact of grief on adolescents, especially when losing a loved one. The subjects are adolescents in Jakarta, with the participation of psychologists as contributors. The research aims to guide the creation of architectural spaces that support adolescents in facing the grieving process. The findings indicate that grief therapy interventions for adolescents, using methods like writing trauma narratives, journaling, and engaging in artistic activities, play a crucial role. The concept of a third place, re-mapping relationship patterns, and integrating therapeutic architecture is revealed as an effective approach to supporting adolescent recovery. The combination of creative therapy and therapeutic architectural approaches creates an environment that supports adolescents in managing the experience of loss while considering their developmental needs. Keywords:  adolescent; creative theraphy; grief; remapping; third place Abstrak Masa remaja merupakan fase kritis dalam pembentukan identitas, menentukan arah bagi individu menuju dewasa. Tantangan utama adalah mengatasi kebingungan identitas yang muncul dari kegagalan menemukan identitas. Pengalaman duka, terutama kematian atau putusnya hubungan, signifikan terhadap kesehatan mental remaja, meningkatkan risiko masalah seperti kecemasan dan depresi. Dukungan komprehensif penting untuk membantu remaja mengatasi pengalaman traumatis dan mendukung perkembangan mereka. Fokus utama penelitian ini adalah membantu remaja mengatasi duka, terutama setelah kehilangan seseorang, memfasilitasi pemrosesan kedukaan, dan mendukung perkembangan identitas serta proses intimasi pada fase remaja akhir. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan observasi, analisis, dokumentasi, dan wawancara untuk mengeksplorasi dampak kedukaan pada remaja, terutama saat kehilangan orang yang dicintai. Subjeknya adalah remaja di Jakarta, dengan partisipasi psikolog sebagai narasumber. Penelitian bertujuan mengarahkan pembentukan wadah arsitektur yang mendukung remaja dalam menghadapi proses kedukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi terapi kedukaan pada remaja, dengan metode seperti menulis narasi trauma, menjalani jurnal, dan terlibat dalam kegiatan seni, memiliki peran krusial. Konsep tempat ketiga, pemetaan ulang pola hubungan, dan integrasi terapeutik arsitektur diungkapkan sebagai pendekatan efektif untuk mendukung pemulihan remaja. Kombinasi terapi kreatif dan pendekatan arsitektur terapeutik menciptakan lingkungan yang mendukung bagi remaja dalam mengelola pengalaman kehilangan dengan memperhatikan perkembangan mereka.
PENERAPAN KONSEP TERAS PADA RUANG KOMUNITAS SEBAGAI SRATEGI MENGHIDUPKAN KEMBALI MAKNA TEMPAT DI LITTLE TOKYO BLOK M Immanuel, Jonathan; Komala, Olga Nauli
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30916

Abstract

Little Tokyo, which is located in the Blok M area, is one of the entertainment venues that is popular with young people in Jakarta. This area has a historical background as a place for Japanese people in Jakarta. The Japanese community has a culture of spending time at entertainment venues after a long day of work. This culture was carried over by Japanese people in Jakarta and was the beginning of why Little Tokyo was formed. Initially, this area was dominated by culinary places, bars and karaoke, offices, and others. However, as time goes by, there is a decrease in the number of native Japanese people who are still in Jakarta, so that Little Tokyo increasingly loses its meaning as a place. The aim of the research is to explore design approaches that can revive Little Tokyo as a place or forum for a community of Japanese culture lovers. The method used is a qualitative descriptive method by tracing the influence of Japanese culture in the Little Tokyo area through observation, starting from physical elements such as buildings to non-physical elements such as activities. This research resulted in the application of the terrace concept in Little Tokyo. The terrace concept can be related to the location of the site as a gate or entrance to the Little Tokyo area. The terrace concept also creates open space on several connected floors. The terrace concept is related to the Japanese cultural activity program and has been accepted by Indonesian culture. Keywords:  community; Japan; terrace Abstrak Little Tokyo yang terletak di Kawasan Blok M merupakan salah satu tempat hiburan yang digemari oleh kalangan anak muda di Jakarta. Kawasan ini memiliki latar belakang sejarah sebagai tempat bagi orang-orang Jepang di Jakarta. Komunitas Jepang tersebut memiliki budaya untuk menghabiskan waktu ke tempat hiburan setelah seharian bekerja. Budaya tersebut terbawa oleh orang Jepang yang ada Jakarta dan menjadi awal mengapa Little Tokyo ini terbentuk. Awalnya, kawasan ini didominasi oleh tempat kuliner, bar dan karaoke, kantor, dan lainnya. Namun seiring berjalannya waktu, terjadi penurunan jumlah orang asli Jepang yang masih berada di Jakarta sehingga Little Tokyo semakin kehilangan makna tempatnya. Tujuan penelitian adalah untuk menelusuri pendekatan perancangan yang dapat membangkitkan kembali Little Tokyo sebagai tempat atau wadah bagi komunitas pecinta budaya Jepang. Metode yang dilakukan adalah metode deskriptif kualitatif dengan melakukan penelusuran terhadap pengaruh budaya Jepang di kawasan Little Tokyo melalui observasi, mulai dari unsur fisik seperti bangunan sampai pada nonfisik seperti kegiatan. Penelitian ini menghasilkan penerapan konsep teras di Little Tokyo. Konsep teras dapat berhubungan dengan letak site sebagai Gate atau pintu masuk kawasan Little Tokyo. Konsep teras juga menciptakan ruang terbuka di beberapa lantai yang saling terkoneksi. Konsep teras berhubungan terhadap program aktivitas budaya orang Jepang dan sudah diterima oleh budaya orang Indonesia.
PENERAPAN METODE DISPROGRAMMING DALAM PENINGKATAN IDENTITAS DAN PERKEMBANGAN HERITAGE TOURISM PADA GALANGAN VOC Salsabila, Aurellia Ghasani; Komala, Olga Nauli
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 6 No. 2 (2024): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v6i2.30918

Abstract

Kawasan heritage merupakan sebuah kawasan dengan peninggalan sejarah yang perlu dilestarikan keberadaannya. Sunda Kelapa Kota Tua dikenal sebagai kawasan sejarah yang menjadikanya salah satu destinasi wisata bagi turis lokal hingga mancanegara. Sebagai kota metropolitan, Jakarta tak luput dengan kehidupan modernitas. Akibatnya, pada kawasan sejarah ini didapati sebuah area yang mengalami degradasi akibat paparan fenomena modernitas. Area tersebut adalah komplek bangunan Gedung Galangan VOC. Galangan VOC merupakan salah satu bangunan tua peninggalan era kolonial Belanda dengan begitu banyak cerita sejarah didalamnya. Kini bangunan Gedung GalanganVOC termasuk dalam golongan bangunan bersejarah dikawasan cagar budaya Kota Tua. Degradasi yang terjadi pada area Gedung Galangan VOC ini berupa degradasi fisik dan juga fungsi sehingga membuatnya kurang merespon dan tidak menyesuaikan secara konteks. Menanggapi permasalahan degradasi tersebut, dilakukan upaya perumusan solusi arsitektural dalam mengatasi isu-isu yang menghambat perkembangan Galangan VOC sebagai wisata sejarah dalam bentuk cagar budaya, dengan pendekatan metode Disprogramming guna menemukan peluang yang ada, diharapan kan mampu membantu menghidupkan kembali, menjaga keberadaan serta membantu melestarikan bangunan Gedung Galangan VOC ini.  Temuan penelitian ini diharapkan mampu menjadi solusi yang tepat untuk menjaga keaslian Gedung Galangan VOC ini dan menjadi daya tarik yang lebih bagi wisatawan.
PENDEKATAN TRANS-PROGRAMMING DALAM ARSITEKTUR PADA WISATA RELIGI PESISIR LUAR BATANG, SUNDA KELAPA Venantius, Dicky; Komala, Olga Nauli
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 7 No. 1 (2025): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v7i1.33915

Abstract

Historical tourism is an architectural phenomenon that plays an important role in cultural preservation. One place with historical value in Jakarta is the Sunda Kelapa Area. This area is located in a strategic location because it has easy access to the location using public transportation. However, this does not promise many visitors to come, because historical tourism in Jakarta has decreased in the last three years. The decrease in the number of visitors is caused by several factors, such as the lack of attention to the Sunda Kelapa Area itself, resulting in many buildings that are now abandoned and unkempt, in other words, the Sunda Kelapa Area is experiencing physical and social degradation. Therefore, the development of functions and programs in the Sunda Kelapa Area is needed to revive the sense of place. The methods used in this study are qualitative and observation methods. The research steps begin with conducting a study related to the Sunda Kelapa Area in the last five years, followed by field observations to obtain data related to the current condition of historical buildings and activities carried out by the surrounding community, then continued with mapping related to the location points of historical buildings and activities that are currently taking place. From the data obtained, there is a relationship between the surrounding environment and the creation of programs within the site, the program includes religious tourism and coastal tourism which have contradictory characteristics, so a program is needed that can combine the two programs. The trans-programming approach is a method that aims to combine and connect different programs in a building. This approach can produce a novelty in the area so the building to be designed can live in contemporaneity. Keywords:  Degradation; History; Identity; Space Abstrak Wisata bersejarah merupakan fenomena arsitektur yang mempunyai peran penting dalam pelestarian budaya. Salah satu tempat yang memiliki nilai sejarah di Jakarta adalah Kawasan Sunda Kelapa. Kawasan ini terletak di lokasi yang strategis, karena memiliki kemudahan dalam mengakses lokasi dengan menggunakan transportasi umum. Namun, hal ini tidak menjanjikan banyaknya jumlah pengunjung yang akan datang, karena wisata bersejarah di Jakarta mengalami penurunan dalam tiga tahun terakhir. Penurunan jumlah pengunjung ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kurangnya perhatian terhadap Kawasan Sunda Kelapa itu sendiri, sehingga menyebabkan banyaknya bangunan yang sekarang sudah terbengkalai dan tidak terurus, dengan kata lain Kawasan Sunda Kelapa mengalami degradasi secara fisik maupun sosial. Oleh karena itu pengembangan fungsi dan program pada Kawasan Sunda Kelapa diperlukan untuk menghidupkan kembali sense of place. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan observasi. Langkah penelitian dimulai dari melakukan kajian terkait Kawasan Sunda Kelapa dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dilanjutkan dengan observasi ke lapangan untuk mendapatkan data terkait kondisi bangunan bersejarah pada saat ini dan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat sekitar, kemudian dilanjutkan dengan pembuatan mapping terkait titik lokasi lokasi bangunan bersejarah dan aktivitas yang sedang terjadi. Dari data yang diperoleh terdapat keterkaitan lingkungan sekitar terhadap pembuatan program di dalam tapak, program tersebut meliputi wisata religi dan wisata pesisir yang memiliki sifat saling bertolakbelakang, sehingga diperlukan sebuah program yang dapat menggabungkan kedua program tersebut. Pendekatan trans-programming merupakan suatu metode yang bertujuan untuk menggabungkan dan menghubungkan program-program yang berbeda pada suatu bangunan. Pendekatan ini dapat menghasilkan suatu kebaruan pada kawasan, sehingga bangunan yang akan dirancang dapat hidup dalam kesejamanan.