Claim Missing Document
Check
Articles

Found 5 Documents
Search

Konsep Doa Mustajab dalam Alquran: Analisis Surah al-Baqarah ayat 186 dalam Tafsir Al Mishbah Ramli; Hamnah; Hadari
Jurnal Ilmiah Al-Muttaqin Vol. 9 No. 2 (2024): Jurnal Ilmiah Al-Muttaqin
Publisher : Institut Agama Islam Sultan Muhammaad Syafiuddin Sambas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/al-muttaqin.v9i2.2624

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji konsep doa dalam tafsir al-misbah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan menggunakan metode kualitatif, untuk mendapatkan data yang mendalam dan lebih menekankan pada makna. Data penelitian ini terdiri sumber primer yakni tafsir al-misbah dan sumber data sekunder yang berasal dari buku-buku yang berkaitan dengan masalah penelitian. Sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu teknik dokumentasi. Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan teknik analisis isi. M. Qurais Shihab menafsirkan tentang doa mustajab yaitu apa bila seorang yang berdoa, maka doa tersebut akan dikabulkan oleh Allah, hal ini terjadi jika seorang benar-benar mengharapkan pertolongan Allah dengan tulus dan tidak mengharapkan selain dari pada-Nya, dan hendaklah seorang harus melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Seorang juga harus percaya sepenuhnya kepada Allah bahwa doa yang dipanjatkan akan dikabulkan. Apabila permintaan tersebut belum juga dikabulkan, mungkin saja Allah menggantinya dengan yang lain.
Amulets and Treatment With Al-Qur'an Verses (A Study of the Book of Tajul Muluk by Sheykh Ismail Al-Ashi) Hadari; Ghalib Mattola; Nawas, Kamaludin Abu; Aderus , Andi
CBJIS: Cross-Border Journal of Islamic Studies Vol. 7 No. 1 (2025): Juni
Publisher : Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAI Sultan Muhammad Syafiuddin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/cbjis.v7i1.3670

Abstract

The Qur'an can be used as a cure (Shifa') for various diseases, both physical and non-physical diseases and can be used as a mediator that has magical powers. Talisman in philosophical view, an influence over the human soul. This is done in an unnatural way that can affect a person's body. But the influences that arise, sometimes from the state of the spirit: such as the warmth that arises and the sense of excitement and joy, or sometimes and other psychic perceptions such as those arising from anxiety. The amulet in the process of its reaction seeks help from spiritual properties, the secrets of numbers, special qualities that manifest up to the fusion of the spirit with the substance of the body. Nowadays, the science of Qur'anic amulets is called magical letters. This science is used in the conventional sense which assumes that these amulets, have an inherent character or the secrets of the activities contained in the letters have a measure of calculation taken from the letters that contain the secrets contained in the creatures and nature. Medicine in the Kitab Taj al-Mulk is discussed separately. Some of the diseases and how to treat them are explained clearly and in great detail. Starting from the medicinal ingredients used, the dosage to the process of processing them to how to use the medicine is also explained in great detail. The Book of Tājul Muluk is the work of Sheikh Ismail bin Abdul Muttalib Al-Ashi, which was completed in 1249 in Mecca. The contents of this book include knowing the year and the moon, establishing a country, the conditions for building a house, knowing the good land, the relationship between husband and wife, ta'bir dreams, ta'bir earthquakes, ta'bir lunar eclipses, medicines taken from mujarrabat and so on. This book is not a compulsory book in Dayah or pondok, but it is studied by santri who have studied at a high level or they have become teachers. Kitab taj al-Mulk uses the method of clinical Sufism, which is part of the teaching of Sufism about the symbolism of the letters of the Qur'an used for treatment and divination. In Arabic, amulets are called at- tamā'im, which is an object deliberately made by a shaman, which is believed to contain magic and can reject all kinds of diseases for people who believe in it. Tangkal in Arabic is called ar-raqqī, which is defined as an object made by a shaman that is believed to be able to reject disease, evil spirits, and witchcraft.
MAKNA TAUHID MENURUT IBNU KASIR (KAJIAN Q.S. AL-AN‘AM AYAT 17-19) Indra; Alkadri; Hadari
JURNAL ILMIAH FALSAFAH: Jurnal Kajian Filsafat, Teologi dan Humaniora Vol. 10 No. 2 (2024): JURNAL ILMIAH FALSAFAH
Publisher : Institut Agama Islam Sultan Muhammaad Syafiuddin Sambas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/jif.v10i2.2672

Abstract

Pemahaman tentang tauhid atau ke-Maha Esaan Allah merupakan sesuatu perkara yang sangat penting dalam agama Islam. Tauhid merupakan inti ajaran Islam yang di sampaikan oleh Nabi dan Rasul dari nabi Adam as hingga Nabi Muhammad Saw. Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta adalah Allah, dan juga bukan hanya mengetahui bukti-bukti rasional tentang keberadaan wujud atau keberadaan dan (keesaan)-Nya dan bukan pula sekedar mengenal asma’ dan sifat-Nya. Ajaran Tauhid dalam Islam tidaklah mudah dipahami, tetapi tauhid butuh renungan yang mendalam agar ketauhidan tersebut mampu mengisi jiwa kemanusiaan. Berangkat dari hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana makna tauhid oleh Ibnu Kas\i>r berdasarkan QS. al-An‘am ayat 17-19 yang merupakan menjadi salah satu ayat yang dirujuk oleh Ibnu Kas\i>r dalam melahirkan konsep tauhid. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian library research atau kepustakaan dengan metode kualitatif. Adapun sumber data primer penelitian ini yakni kitab tafsir Al-Qur’a>n Al-‘Az{i>m, sedangkan data sekundernya adalah beberapa buku tentang tauhid maupun karya ilmiah yang lain yang berkaitan dengan pembahasan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan sumber pustaka. Teknik analisa data menggunakan analisis konten (content analysis). Hasil dari penelitian ini adalah, Pertama, konsep tauhid dalam al-Qur’an adalah mengesakan atau menjadikan satu-satunya, yaitu Allah Swt dalam segala hal yang menjadi kekhususan bagi-Nya yaitu dalam rububiyah, uluhiyah, dan asma’ wa sifat-Nya. Kedua, makna tauhid menurut Ibnu Kas\i>r berdasarkan QS. al-An‘am ayat 17-19 adalah wajib bagi setiap muslim untuk meyakini akan kerububiyahan Allah dalam hal segala perbuatan Allah dengan kemahakuasan-Nya terhadap segala sesuatu, meyakini tentang adanya sifat-sifat yang menjadi hak-Nya Allah saja, dan bersaksi akan keesaan Allah Swt, yang mana konsekuensi dari semua itu adalah harus beribadah hanya kepada Allah saja dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun.
Interpretasi Makna Uswatun Hasanah Oleh Masyarakat Sarilaba A (Studi Living Qur’an Pada Masyarakat Desa Sarilaba Kecamatan Jawai Selatan) LUTFI KAMAL; ALKADRI; HADARI
JURNAL ILMIAH FALSAFAH: Jurnal Kajian Filsafat, Teologi dan Humaniora Vol. 11 No. 2 (2025): JURNAL ILMIAH FALSAFAH
Publisher : Institut Agama Islam Sultan Muhammaad Syafiuddin Sambas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/jif.v11i2.3203

Abstract

This research uses qualitative research methods with a descriptive approach. This research is located in Sarilaba A Village. The steps in data collection include observation, interviews and documentation. Meanwhile, data analysis includes the study of the Living Qur'an and Social Theory. The results of the research show that in Sarilaba A Village we see in society and social interaction, because many of the characteristics of implementing uswatun h}asanah are very important in Sarilaba village. looking at it in terms of speaking, attitude in communicating, carrying out the worship commanded by Allah SWT. Make researchers also look at the development of society in social life, because that is a reflection of the Prophet for all of us and becomes our guide in living this life, so that we are more focused and do not deviate.
Penafsiran Mubazzir Dalam Al-Qur'an (Studi Analisis Tafsir Al-Khazin): Penafsiran Mubazzir Dalam Al-Qur'an Tauhid, Tauhid; Hadari; Sri Sunantri
JURNAL ILMIAH FALSAFAH: Jurnal Kajian Filsafat, Teologi dan Humaniora Vol. 10 No. 2 (2024): JURNAL ILMIAH FALSAFAH
Publisher : Institut Agama Islam Sultan Muhammaad Syafiuddin Sambas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37567/jif.v10i2.3269

Abstract

Abstrak Penelitian yang dilakukan oleh penulis merupakan model penelitian kepustakaan (library research) dengan metode kualitatif. Sumber datanya terdiri dua macam, yaitu primer dan sekunder. Sumber data primer terdiri dari jurnal Konsep Mubazir dalam al-Qur’an, dan kitab Tafsir al-Khazin. Sementara sumber data sekunder terdiri dari buku-buku, kitab, jurnal, artikel yang dianggap dapat mendukung pembahasan mubazzir, seperti kitab Lisanul Arab, Maqayis al-Lughah, al-Mufradat fi Gharibil al-Qur’an, kitab al-Mu’jam al-Mufahras li alfaz al-Qur’an al-Karim, dan lain sebagainya. Selain itu, untuk teknik pengumpulan data, penelitian ini mengumpulkan data berdasarkan pemilihan literatur (bacaan) dari jenis data pustaka. Adapun teknik analisis data, peneliti menggunakan metode pendekatan maudu’i. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep mubazzir ternyata dapat dipahami dari dua sisi yaitu secara umum dan khusus. Secara umum konsep mubazzir meliputi perbuatan dari pelaku pemborosan atau penghamburan yang dilakukan dalam bentuk fisik (berupa harta, benda, makanan, air) dan non fisik (berupa waktu). Sementara secara khusus, konsep mubazzir diartikan menurut al-Qur’an, yaitu tindakan pelaku penghamburan atau pengeluaran terhadap harta, yang digunakan untuk perbuatan maksiat dan hal-hal yang tidak bermanfaat. Adapun berdasarkan penafsiran Alauddin ‘Ali al-Khazin, mubazzir bermakna sebagai perbuatan tercela yang dilakukan pelakunya dengan membelanjakan atau menginfakkan harta dan uang, pada jalan kebatilan yang mencakup maksiat. Pelaku mubazzir juga dianggap sebagai saudara setan, karena ia tidak bersyukur, dan mengingkari nikmat Allah dalam membelanjakan atau menginfakkan hartanya.