Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search

PROBLEMATIKA PERKAWINAN BEDA AGAMA DALAM HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG PERKAWINAN Dhevanda Ashar Evrast Avrizal; Eka Fitriana; Listyowati Dewi; Okti Indah Lestari; Nur Rofiq
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 3 No. 1 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v3i1.2726

Abstract

Perkawinan berbeda agama pada hukum Islam menjadi subjek yang sering diperdebatkan dan dibahas. Menurut pandangan hukum Islam, laki-laki beragama Muslim diizinkan untuk menikahi wanita dari "Ahli Kitab", yang mencakup Yahudi dan Kristen, akan tetapi wanita muslimah tidak diizinkan untuk menikah dengan laki-laki non-Muslim. Sebab, anak-anak perempuan muslim dan pria nonis tidak boleh dibesarkan sesuai prinsip Islam. Status hukum pernikahan beda agama berbeda-beda tergantung negara dan penafsiran hukum Islam. Di sejumlah negara, perkawinan antar agama mungkin diakui, sementara di negara lain pernikahan antar agama mungkin tidak diakui secara hukum. Namun, bahkan di negara yang mengakui pernikahan beda agama, hal itu dapat menimbulkan permasalahan karena sosial dan budaya. Perkawinan antar agama dapat mempunyai dampak dan konsekuensi yang signifikan Untuk seluruh individu dan masyarakat. Hal ini dapat menyebabkan konflik keluarga, pengucilan sosial, dan bentrokan budaya. Dalam beberapa kasus, hal ini juga dapat mengakibatkan hilangnya warisan dan hak milik. Studi kasus perkawinan antar agama adalah wanita beragama islam menikah bersama lelaki yang bukanlah islam, yang secara umum tidak diperbolehkan menurut hukum Islam. Dalam kasus seperti ini, pasangan tersebut mungkin menghadapi tantangan hukum dan sosial, dan anak-anaknya mungkin menghadapi masalah identitas. Solusi dan alternatif terhadap perkawinan beda agama termasuk mendorong dialog dan pemahaman antaragama, mendorong masuk Islam jika pasangan non-Muslim bersedia, dan menciptakan kerangka hukum yang melindungi hak pasangan serta anak yang mungkin terlahir dari pernikahan itu. Pada akhirnya, keputusan untuk menikah beda agama merupakan keputusan kompleks yang memerlukan pertimbangan cermat terhadap faktor agama, sosial, dan budaya.
Tinjauan Yuridis Penerapan Asas Nebis In Idem Oleh Hakim dalam Perkara Perceraian di Pengadilan Negeri Mungkid Syarifatul Fadhilah; Listyowati Dewi; Arum Nurul Layalia Mufaidah; Gita Jemima Ardhana; Rani Pajrin
Majelis: Jurnal Hukum Indonesia Vol. 2 No. 2 (2025): Mei : Majelis : Jurnal Hukum Indonesia
Publisher : Asosiasi Peneliti dan Pengajar Ilmu Hukum Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.62383/majelis.v2i2.633

Abstract

Marriage is a spiritual and physical bond between one man and one woman as husband and wife with the aim of forming a happy family based on the belief in the Almighty God. In a marriage, forming a happy family certainly requires cooperation between each party, both husband and wife. If both parties have different goals, it will trigger problems in the household. Problems in the household can influence divorce between both parties, namely husband and wife. Divorce is a condition in the household where there is no common ground for harmony and harmony in the relationship between husband and wife so that it can be decided by the District Court for those of non-Islamic religions or the Religious Court for those of Islamic religion. Considering that Indonesia is a country of law where every action has rules, if seen from the principle of Nebis In Idem, this problem is no longer acceptable. However, in this divorce case the lawsuit was accepted by the judge and the judge decided again with a different decision. Based on this, the formulation of the problem is how to apply the Ne Bis In Idem Principle by the judge in divorce cases