Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

PEMBAGIAN WARIS DI PADANG DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ADAT DAN HUKUM ISLAM Juwita Ayu Astuti; Aulia Arinda Milawati; Muhammad Arif Triyoga; Syafrizal Aldi Tursandi; Anggi Kristiana Joy Panggabean; Muhammad Syaiful Fadhli
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 3 No. 4 (2004): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v3i4.3077

Abstract

Penelitian ini membahas tentang pelaksanaan hukum waris di Indonesia, khususnya di Padang, yang dipengaruhi oleh hukum adat dan hukum agama Islam. Sistem kekerabatan di Indonesia terbagi menjadi tiga, yaitu: Patrilineal, Matrilineal, dan Parental atau Bilateral. Di Padang, sistem yang diterapkan adalah sistem Matrilineal, di mana harta pusaka tinggi diwariskan kepada anak perempuan dan harta pusaka rendah diwariskan kepada anak laki-laki. Pelaksanaan hukum waris di Padang dipengaruhi oleh adat dan agama Islam. Adat Minangkabau mengatur pembagian harta pusaka tinggi, sedangkan hukum Islam mengatur penerapan warisnya seperti pembagian harta pusaka rendah. Ada beberapa hambatan dalam pembagian waris, seperti faktor adat, pendidikan agama, hubungan kekeluargaan, dan ekonomi. Sanksi terhadap pelanggaran hukum waris adat dapat bervariasi, tetapi ada upaya untuk mempertahankan kesesuaian antara adat padang dan hukum Islam.
Ilmu Filsafat dalam Ruang Lingkup Kajian Hukum Nanda Citra Aryaningsih; Cyntia Ardita Budione; Gydeon Manurung; Aulia Arinda Milawati; Bintang Anugrah Setya Agung
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 3 No. 7 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v3i7.3210

Abstract

Filsafat merupakan ilmu yang mengkaji aspek dasar keberadaan manusia dan pengetahuan. Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Dalam perkembangan ilmu filsafat, timbul ilmu cabang seperti ilmu filsafat hukum. Filsafat hukum merupakan ilmu yang memecahkan persoalan yang berkaitan dengan hukum dan menciptakan hukum agar lebih sempurna atau, serta dapat memberikan bukti bahwa hukum bisa menyelesaikan permasalahan – permasalahan dan persoalan – persoalan yang ada atau yang berkembang di sekitar lingkungan masyarakat. Ilmu filsafat merupakan lapisan tertinggi dalam hukum sebagai dasar pembentukan hukum. Ilmu filsafat memiliki pengaruh dalam pembentukan dasar hukum di negara. Selain itu, efektivitas filsafat dalam kajian hukum dapat dilihat dari bagaimana suatu hukum berjalan di masyarakat. Hukum diciptakan berdasarkan nilai-nilai penting yang timbul di masyarakat. Harapannya hukum dapat menciptakan keadilan dan ketertiban dalam masyarakat. Sehingga keadilan yang dilihat dari filsafat menjelaskan bahwa keadilan haruslah berada pada titik tertinggi. Untuk menjelaskan penggunaan ilmu filsafat dan efektivitas filsafat dalam hukum digunakan metode kualitatif untuk menyajikan narasi-narasi deskriptif yang dapat dicermati.
PARTISIPASI PUBLIK DALAM PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Juwita Ayu Astuti; Anggi Kristiana Joy Panggabean; Aulia Arinda Milawati; Dimas Dwi Nugroho; Farrel Arrigo
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 7 No. 12 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.3783/causa.v7i12.7165

Abstract

Dalam proses pembuatan undang-undang, keterlibatan masyarakat memiliki arti penting. Hubungan antara masyarakat dan negara (hubungan negara-masyarakat) serta bagaimana kebijakan dibentuk untuk mengatur warga negara negara adalah topik yang erat terkait ketika membahas keterlibatan publik. Ada dua pandangan tentang keterlibatan publik. Pertama, negara sendirilah yang bertanggung jawab untuk merumuskan kebijakan publik karena masyarakat telah mendelegasikan tugasnya kepadanya. Peran atau partisipasi masyarakat hanya diperlukan saat memilih individu, misalnya melalui pemilihan umum, untuk mengisi berbagai pos di lembaga negara. Kedua, masyarakat masih memiliki hak meskipun mereka telah mendelegasikan mandat mereka kepada negara. Ketiga, masyarakat dan negara berkolaborasi di seluruh proses pembuatan kebijakan. Ketika sebuah RUU sedang disusun di Dewan Perwakilan Rakyat, dua factor kemampuan Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengartikulasikan kepentingan yang berbeda dan keterlibatan publik dalam proses tersebut akan memengaruhi bagaimana RUU tersebut pada akhirnya. Kesempatan untuk mengekspresikan beragam kepentingan ini diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Formulir tersebut berbentuk hak yang diberikan kepada anggota DPR selama berbagai sesi diskusi RUU, termasuk hak untuk berbicara, berpartisipasi, dan membuat pilihan. Selain itu, Dewan Perwakilan Rakyat memiliki wewenang untuk membuat berbagai area artikulasi tidak resmi, termasuk lobi, yang pembuatannya bergantung pada kecerdikannya. Melalui berbagai area keterlibatan yang disediakan, masyarakat juga dapat berpartisipasi dalam penyusunan undang-undang. Rapat Dengar Pendapat Umum dan sosialisasi RUU memberikan kesempatan untuk terlibat dalam proses formal penyusunan undang-undang. Bergantung pada kapasitas mereka, komunitas dapat menciptakan berbagai tempat tidak resmi untuk keterlibatan sementara.
Implementasi Restorative Justice Dalam Pencurian Telepone Seluler diwilayah Kota Magelang Juwita Ayu Astuti; Anggi Kristana Joy Panggabean; Aulia Arinda Milawati; Indira Swasti Gama Bhakti
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 3 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.61104/alz.v3i3.1544

Abstract

Penerapan restorative justice dalam kasus pencurian telepon seluler di Kota Magelang mencerminkan pergeseran paradigma dari pendekatan retributif menuju pendekatan pemulihan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji implementasi prinsip-prinsip restorative justice dalam kasus pencurian telepon seluler di Kota Magelang serta mengidentifikasi tantangan dan potensi perbaikannya. Menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain fenomenologis, data diperoleh melalui wawancara semi-terstruktur dan studi dokumentasi, kemudian dianalisis secara tematik. Hasil menunjukkan bahwa mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga, dan tokoh masyarakat mampu memperkuat relasi sosial serta mengurangi beban sistem pemasyarakatan. Namun, kendala seperti minimnya pemahaman masyarakat, keterbatasan mediator, dan belum adanya SOP baku menjadi hambatan serius dalam pelaksanaannya. Implikasinya, penerapan restorative justice perlu diikuti oleh pelatihan mediator, dukungan kelembagaan seperti Rumah Restorative Justice, serta regulasi lokal yang mengikat agar dapat menjadi model penyelesaian perkara yang berkelanjutan dan inklusif