Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

TINDAK PIDANA PENIPUAN DALAM PERJANJIAN JUAL BELI (STUDI KASUS PUTUSAN MA NO 235/K/PID/2021) A. Fadib Aghni Syadewo; Tanudjaja
Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan Vol. 6 No. 1 (2024): Causa: Jurnal Hukum dan Kewarganegaraan
Publisher : Cahaya Ilmu Bangsa

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana penipuan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang telah lama ada dan terus menjadi perhatian dalam konteks hukum pidana, hal ini dikarenakan penipuan menjadi salah satu cara untuk mendapatkan keinginan atau kepuasan seseorang dengan instan. Di Indonesia, tindak pidana penipuan menjadi masalah serius yang memberikan dampak negatif baik secara ekonomi maupun sosial. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh individu, tetapi juga oleh perusahaan dan masyarakat secara luas. Tindak pidana penipuan telah diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terdapat beberapa unsur unsur yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi seseorang yang telah melakukan tindak pidana penipuan dan akan menjadi sangat relevan untuk dilakukan analisis guna mengidentifikasi unsur-unsur yang membedakan antara penipuan dengan perjanjian sebagai pemecahan isu hukum yang masih abu-abu (kabur) di dalam KUHP. Namun masih terdapat beberapa kekeliruan dalam mengidentifikasi antara mengidentifikasi penipuan dengan cacat perjanjian. Oleh karena itu, di dalam penelitian ini akan menganalisa putusan yang terkait dengan tindak pidana penipuan.
Delay of Death Crime Execution With A 10 Year Probation Period From A Human Rights Perspective Yohanes Gemilang Febrian; Tanudjaja
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 20 No. 1 (2024): June
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v20i1.227

Abstract

The research objective in this research report is to find out how human rights consider that someone who threatens public safety can be sentenced to death and to find out how judges consider in deciding cases of executing the death penalty with a probation period of 10 years.The research method used in this research is a normative juridical research method where the data sources come from laws, books, journals and the internet. The research approach used in this research is a qualitative approach. The results of the research in this writing are firstly thatThe existence of the death penalty in the legal system in Indonesia is reviewed from a human rights perspective, namely that it is contrary to human rights, especially the right to life. The two judges imposed the death penalty with a probationary period of 10 (ten) years taking into account: a. the defendant feels remorse and there is hope to improve himself; or b. the role of the defendant in the crime. The death penalty with a probationary period as intended must be included in the court decision. The grace period for the 10 (ten) year trial period begins 1 (one) day after the court decision obtains permanent legal force. Postponement of the execution of the death penalty which has been stipulated in writing in Article 100 of the National Criminal Code. In Article 100 paragraph (1) of the National Criminal Code, it is stated that the execution of the death penalty is determined by postponing the death penalty for 10 (ten) years which takes into account two conditions, namely, a feeling of regret and efforts to improve oneself and the role of the death penalty defendant in the crime. Furthermore, Article 100 paragraph (4) of the National Criminal Code states that if the convict has good behavior, then with a presidential decision based on the consideration of the Supreme Court, the death penalty can be changed to life imprisonment. Based on this background, the problem formulation in this research report is: How do human rights consider that someone who threatens public safety can be sentenced to death and how do judges consider when deciding on death penalty execution cases with a probationary period of 10 years.
Application of Elements of Article 112 Paragraph (1) of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics Leba Max Nandoko Rohi; Tanudjaja
Journal of Law, Politic and Humanities Vol. 5 No. 3 (2025): (JLPH) Journal of Law, Politic and Humanities
Publisher : Dinasti Research

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38035/jlph.v5i3.1268

Abstract

Narcotics crimes often involve economically unstable individuals who store or distribute drugs as a shortcut to profit. The Ridho Fahmi Nurlete case (Number 108/PID.SUS/2024/PT AMB) shows ambiguity in the application of Article 112 paragraph (1) of Law Number 35 of 2009, which creates uncertainty in proving drug possession and is often considered unfair in distinguishing the role of users or dealers. This study aims to analyze the elements of the crime and the judge's consideration in the verdict. This type of research is legal research. By using the method of Legislative Approach and case approach. And analyzed using juridical qualitative. The results of the study state that the elements of Article 112 paragraph (1) of the Narcotics Law have been fulfilled in the Ridho Fahmi Nurlete case. The element of “every person” was proven through the presence of the defendant, and the element of “without the right to possess narcotics Group I” was proven by the evidence of synthetic narcotics. The judge considered the defendant as a user, not a dealer, because the evidence was less than 1 gram, in accordance with Supreme Court Circular Letter No. 1 of 2017. The sentence of 1 year and 6 months was upheld, with consideration of the defendant's minor role and the applicable legal provisions.
Kepastian Hukum Penyelenggaraan Reklamasi Dengan Perundang Undangan Ruang Laut Di Wilayah Pesisir Indonesia Listiyarini, Rita; Tanudjaja
Lentera: Multidisciplinary Studies Vol. 3 No. 2 (2025): Lentera: Multidisciplinary Studies
Publisher : Publikasiku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57096/lentera.v3i2.147

Abstract

Indonesia memiliki wilayah laut yang luas dengan potensi ekonomi besar, namun reklamasi pesisir sering menghadapi permasalahan hukum dan lingkungan. Studi ini bertujuan menganalisis kepastian hukum penyelenggaraan reklamasi di wilayah pesisir berdasarkan peraturan perundang-undangan ruang laut. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan yuridis untuk menelaah regulasi terkait reklamasi serta dampaknya. Data diperoleh dari undang-undang, peraturan pemerintah, dan penelitian terdahulu. Analisis dilakukan terhadap efektivitas regulasi dalam memberikan kepastian hukum bagi pemerintah, investor, dan masyarakat pesisir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun regulasi seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 telah mengatur reklamasi, implementasi masih menghadapi kendala. Permasalahan yang ditemukan meliputi tumpang tindih peraturan, lemahnya pengawasan, serta kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan reklamasi. Ketidakpastian hukum ini dapat menghambat proyek reklamasi, menimbulkan konflik sosial, dan menyebabkan degradasi lingkungan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa harmonisasi regulasi dan peningkatan pengawasan sangat diperlukan. Pemerintah harus memastikan proses perizinan reklamasi transparan dan melibatkan pemangku kepentingan, termasuk masyarakat pesisir. Implikasi penelitian ini merekomendasikan kebijakan yang memperkuat aspek hukum dan kelembagaan dalam pengelolaan reklamasi agar sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Kepastian Hukum Penyelenggaraan Reklamasi Dengan Perundang Undangan Ruang Laut Di Wilayah Pesisir Indonesia Listiyarini, Rita; Tanudjaja
Lentera: Multidisciplinary Studies Vol. 3 No. 2 (2025): Lentera: Multidisciplinary Studies
Publisher : Publikasiku

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.57096/lentera.v3i2.147

Abstract

Indonesia memiliki wilayah laut yang luas dengan potensi ekonomi besar, namun reklamasi pesisir sering menghadapi permasalahan hukum dan lingkungan. Studi ini bertujuan menganalisis kepastian hukum penyelenggaraan reklamasi di wilayah pesisir berdasarkan peraturan perundang-undangan ruang laut. Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan pendekatan yuridis untuk menelaah regulasi terkait reklamasi serta dampaknya. Data diperoleh dari undang-undang, peraturan pemerintah, dan penelitian terdahulu. Analisis dilakukan terhadap efektivitas regulasi dalam memberikan kepastian hukum bagi pemerintah, investor, dan masyarakat pesisir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun regulasi seperti Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 telah mengatur reklamasi, implementasi masih menghadapi kendala. Permasalahan yang ditemukan meliputi tumpang tindih peraturan, lemahnya pengawasan, serta kurangnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan reklamasi. Ketidakpastian hukum ini dapat menghambat proyek reklamasi, menimbulkan konflik sosial, dan menyebabkan degradasi lingkungan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa harmonisasi regulasi dan peningkatan pengawasan sangat diperlukan. Pemerintah harus memastikan proses perizinan reklamasi transparan dan melibatkan pemangku kepentingan, termasuk masyarakat pesisir. Implikasi penelitian ini merekomendasikan kebijakan yang memperkuat aspek hukum dan kelembagaan dalam pengelolaan reklamasi agar sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat.
Keterbaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Melalui UU No. 1 Tahun 2023 Dalam Mengatur Tindak Pidana Perpajakan: Keterbaharuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Melalui UU No. 1 Tahun 2023 Dalam Mengatur Tindak Pidana Perpajakan Andolini Santoso, Andolini Santoso; Tanudjaja
Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora Vol. 2 No. 8 (2024): Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora
Publisher : Kultura: Jurnal Ilmu Hukum, Sosial, dan Humaniora

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kepatuhan Wajib Pajak merupakan hal krusial, karena perpajakan di Indonesia menganut sistem self assessment. Sistem self assesment menuntut Wajib Pajak untuk menghitung pajak secara mandiri, memahami aturan perpajakan, bersikap jujur dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Walaupun pajak sudah diatur dengan jelas dalam aturan perundang-undangan di Indonesia, faktualnya terdapat hambatan yang dihadapi dalam pemungutannya. Kendala dalam berjalannya kepatuhan membayar pajak adalah struktur hukum dan budaya hukum yang ada pada masyarakat, dikatakan mengalam kendala karena struktur hukum meliputi institusi yang berwenang dalam hal perpajakan di Indonesia kerap kali mengalami masalah (kasus-kasus) yang nantinya mengakibatkan kurangnya percaya masyarakat kepada pihak tersebut. Selain itu budaya hukum (sikap manusia) terhadap hukum dan sistem hukum di Indonesia masih belum mendukung berjalannya Perpajakan dengan baik. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepatuhan dalam membayar pajak di Indonesia beserta keterbaharuan UU No. 1 Tahun 2023 dalam mengatur sanksi pidana di dunia perpajakan. Metode analisis deskriptif juga memberikan gambaran dan keterangan yang secara jelas, objektif, sistematis, analitis dan kritis mengenai analisis faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan masyarakat dalam membayar pajak. Peneliti mencari referensi berupa jurnaljurnal dari Google Scholar dan dari website - website dengan kredibilitas tinggi di internet yang sesuai dengan topik yang diteliti. Pendekatan kualitatif didasarkan pada langkah awal yang ditempuh dengan mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, kemudian dilakukan klasifikasi dan deskripsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pasal 36, 56, dan 120 yang berperan penting untuk mengatur tindak pidana pada UU No. 1 Tahun 2023 berkaitan dengan perpajakan. Ketiganya menjelaskan bahwa sanksi pidana dikenakan terhadap pelaku tindak pidana bidang perpajakan yang terbukti lalai dan sengaja (culpa dan dolus) melanggar Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Corporate Involvement In People Trafficking Cases (Analysis of East Jakarta District Court Decision Number: 289/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim) Yohanes Gemilang Febrian; Tanudjaja
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 19 No. 4 (2024): March
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v19i4.219

Abstract

The research objective in this research report is to find out the position of corporations in criminal liability for human trafficking in trafficking cases(Analysis of East Jakarta District Court Decision Number: 289/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim)and to find out howLegal certainty for victims of the crime of human trafficking committed by PT. Hassindo Karya Niaga (Analysis of the East Jakarta District Court Decision Number: 289/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim).The research method used is a normative juridical method where data sources come from court decisions, books and journals and the internet. The research approach used in this research is a qualitative approach. The results of this research are pActions carried out by PT. Hassindo Karya Niaga is a criminal act of human trafficking as well asthere is no legal certainty for victims of the PT Person Trafficking Crime case. Hassindo Karya Niaga due to the absence of implementation of the provision of restitution for victims contained in the decision. Actions carried out by PT. Hassindo Karya Niaga and its work constitute a criminal act of human trafficking. There is no legal certainty for victims of TIP cases committed by PT. Hassindo Karya Niaga due to the lack of implementation of the right to compensation (restitution) obtained by victims of criminal acts of human trafficking. East Jakarta District Court Decision Number: 289/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim)and howLegal certainty for victims of the crime of human trafficking committed by PT. Hassindo Karya Niaga (Analysis of East Jakarta District Court Decision Number: 289/Pid.Sus/2020/PN Jkt.Tim).
The Act of Nusyuz By A Wife As An Abortion of The Right To Maintain Mut'ah After Divorce Ayu Citra Isnantri; Tanudjaja
YURISDIKSI : Jurnal Wacana Hukum dan Sains Vol. 19 No. 4 (2024): March
Publisher : Faculty of Law, Merdeka University Surabaya, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55173/yurisdiksi.v19i4.222

Abstract

The aim of this research is to understand nusyuz as a reason for divorce in statutory regulations and the judge's considerations in deciding cases of granting mut'ah maintenance to a wife who is suspected of being nusyuz. This research method uses a normative method of analyzing or reviewing court decisions. The subject of the study is law which is conceptualized in a norm or rule that applies in society. Therefore, Normative legal research is focused on the analysis of positive law, principles, doctrine, legal discoveries, legal systematics, comparative or legal history. The results in the Marriage Law and in the Compilation of Islamic Law (KHI) do not specifically emphasize the condition of a wife's nusyuz as a justified reason for divorce, but implicitly this has been represented by 2 (two) other reasons, namely actions that are difficult to change. and constant disputes or quarrels. In this case, nusyuz's attitude certainly needs to receive attention and reprimand from those around him, especially from his partner himself. This is different if it turns out that the reprimand did not produce any results so it should be considered that the perpetrator of nusyuz has found it difficult to change for the better. In other words, such circumstances or conditions should give rise to a dispute between a husband and wife, where the dispute continues to occur over time, it will increasingly erode harmony in the household and be replaced by anger, violence or other harmful things so that it is legally justified to do a divorce.