Wardani, Diah Octavia Kusuma
Unknown Affiliation

Published : 3 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

Found 3 Documents
Search

Perbandingan Bentuk Perlawanan Mahasiswa Pasca Kemerdekaan dalam Novel Lelaki di Tengah Hujan Karya Wenri Wanhar dengan Novel Lelaki yang Membunuh Kenangan Karya Faisal Tehrani Wardani, Diah Octavia Kusuma; Fitrah, Yundi; Wilyanti, Liza Septa
Kajian Linguistik dan Sastra Vol. 3 No. 3 (2024): September 2024
Publisher : Prodi Sastra Indonesia, FKIP Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/kalistra.v3i3.30539

Abstract

This research aims to compare the forms of resistance in the novel "Lelaki di Tengah Hujan" by Wenri Wanhar with the novel "Lelaki yang Membunuh Kenangan" by Faisal Tehrani. Both novels focus on the post-independence setting, specifically the second resistance carried out by students in Indonesia and Malaysia. Comparative literary research with a qualitative descriptive approach is used to present the necessary data. Data collected after reading and recording, along with the tested validity of the descriptions, will be analyzed by comparing the forms found in both novels. The dominance of the comparison between the two novels tends towards similarity, where the majority of 14 forms of similarity are found, namely student equality, acceptance attitude, and the application of left-wing theories, group study and activist transitions, student conferences and associations, movement efficiency, issue adoption, campus occupation, pro-people actions, institutional and governmental demonstrations, student attitudes towards press limitations, press function emphasis, counter-student press avoidance tactics, and the use of art and literature. Meanwhile, three forms of differences are identified based on student leadership movements, the direction of resistance goals, and the functional role of student press. Abstrak Penelitian ini bertujuan membandingkan bentuk perlawanan dalam novel Lelaki di Tengah Hujan karya Wenri Wanhar dengan novel Lelaki yang Membunuh Kenangan karya Faisal Tehrani. Kedua novel ini menitik fokuskan latar pasca kemerdekaan, yaitu perlawanan kedua yang dilakukan mahasiswa di negara Indonesia dan Malaysia. Penelitian sastra banding dengan pendekatan berbentuk deskriptif kualitatif digunakan untuk memaparkan data yang diperlukan. Data yang dikumpulkan setelah melalui hasil pembacaan dan pendataan, deskripsi yang telah diuji validitasnya tersebut akan dianalisis dengan membandingkan bentuk-bentuk yang ditemukan dalam kedua novel tersebut. Dominasi perbandingan terhadap kedua novel tersebut cendrung ke arah kemiripan, yang mana ditemukan sebanyakan 14 (empat belas) bentuk kesamaan, yaitu ekualitas mahasiswa, sikap penerimaan dan aplikasi teori kiri, transisi kelompok studi dan aktivis, konferensi dan asosisasi mahasiswa, efisiensi pergerakan, pengangkatan isu, pendudukan kampus, aksi pro rakyat, demonstrasi instansi dan pemerintahan, sikap mahasiswa terhadap keterbatasan pers, penekanan fungsi pers, siasat penghindari pers kontra mahasiswa, penggunaan seni dan sastra. Sedangkan perbedaan ditemukan sebanyak 3 (tiga) bentuk yaitu berdasarkan pergerakan kepemimpinan mahasiswa, arah tujuan perlawanan, serta fungsional pers mahasiswa.
Pendekatan Emotif dalam Cerpen Gulai Kam-Bhing dan Ibu Rapilus Karya Ahmad Tohari Putri, Ratumas Aisyah; Rahmawati, Sophia; Wardani, Diah Octavia Kusuma
Pena : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Vol. 15 No. 1 (2025): Pena: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Publisher : Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22437/pena.v15i1.43519

Abstract

The purpose of this study is to identify and analyze the social values in these short stories, as well as to explain the role of emotions in reinforcing the moral message of literary works. The research method used in this analysis is a qualitative descriptive method, which is a comprehensive and in-depth study. The data collection technique involves reading and taking notes from the objects being studied. The short stories Gulai Kam-bhing and Ibu Rapilus by Ahmad Tohari contain many emotive meanings that can evoke emotions in readers. These emotions are grouped into three types, starting with negative emotions, namely: annoyed, confused, insulted, disappointed, anxious, surprised, troubled, regretful, tense, dislike, insensitive, and angry. Positive emotions include sincerity, admiration, laughter, nostalgia, kindness, and empathy. Lastly, neutral emotions include resignation. These emotions are evoked by the author's skillful narrative, and the words that carry emotional meaning include quickly, surprising, skinny, enjoyable, agility, aware, anxious, and so on.
KEDUDUKAN SASTRA BERBASIS KEARIFAN LOKAL ORANG RIMBA DALAM POLA KONSTRUKTIVISME PENDIDIKAN KONTEKSTUAL TERHADAP LITERASI SUKU ANAK DALAM JAMBI Wardani, Diah Octavia Kusuma; Fitrah, Yundi; Rustam, Rustam
Jurnal Visi Ilmu Pendidikan Vol 17, No 2 (2025): Mei 2025
Publisher : Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/jvip.v17i2.90806

Abstract

Penelitian ini bertujuan memberikan kontekstual secara terperinci mengenai sikap eksistensial pasca positivisme menuju konstruktivisme dalam mata kesusastraan serta bagaimana kedudukannya dalam kontribusinya terhadap aspek literasi siswa. Dengan dilakukannya penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus, ditemui bawa arah pendidikan suku anak dalam dalam dekade ini mulai beranjak dari paradigma positivisme mengarah pada ranah konstruktivisme. Kendati demikian, kemampuan literasi siswa suku anak dalam pada tingkat dasar masih sangat kurang terutama jikalau disandingkan dengan siswa pada umumnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa resistensi terhadap intervensi luar, kurangnya pemahaman tentang kearifan lokal, dan rendahnya motivasi belajar menjadi tantangan utama. Namun, kolaborasi yang efektif antara semua pihak dapat menciptakan lingkungan belajar yang mendukung dan relevan. Dengan mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam pendidikan, siswa dapat lebih terhubung dengan materi ajar dan mengembangkan identitas budaya yang kuat.