Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search

Arahan Kesesuaian Lahan Fungsi Permukiman Di Kabupaten Sigi Ismail Djohan; Iwan Setiawan Basri; Ardiansyah Winarta
Jurnal Peweka Tadulako Vol. 3 No. 1 (2024): Jurnal PeWeKa Tadulako
Publisher : Prodi PWK Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/peweka.v3i1.31

Abstract

Pertambahan penduduk yang tidak di imbangi dengan ketersediaan lahan, menyebabkan banyak penduduk yang memanfaatkan lahan untuk permukiman. Bentang alam Kabupaten Sigi yang didominasi oleh perbukitan dan kawasan lindung yang menjadi kontradiksi terhadap perkembangan kawasan permukiman di wilayah tersebut, padahal pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sigi adalah yang tertinggi kedua di Sulawesi Tengah. Pemanfaatan lahan yang tak sesuai peruntukannya, menjadikan hal ini tak sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan karakteristik lahan permukiman yang dipersyaratkan, sehingga mendorong terjadinya perubahan fungsi lahan. Tujuan dari penelitian kali ini adalah untuk menganalisis tingkat kesesuaian lahan terutama untuk fungsi permukiman di Kabupaten Sigi. Diharapkan dari penelitian ini bisa menjadi pertimbangan dan alternatif arahan dalam pengembangan lokasi permukiman di wilayah Kabupaten Sigi. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif menggunakan metodologi skoring, analytic hierarchy process (AHP) serta overlay. Hasil analisis terdapat 5 klasifikasi tingkat kesesuaian lahan fungsi permukiman dan yaitu S1 (Sangat Sesuai) seluas 4.018,88 ha dengan persentase 0,77%, S2 (Cukup Sesuai) seluas 68.380,35 dengan persentase 13,13%, S3 (Sesuai Marginal) seluas 152.535,76 ha dengan persentase 29,30%, N2 (Tidak Sesuai) seluas 17.942,44 ha dengan persentase 3,45%, dan N1 (Tidak Sesuai Permanen) seluas 277,750,81 ha dengan persentase 53,35% dan dapat diketahui bahwa tidak semua wilayah yang ada pada Kabupaten Sigi memiliki lahan yang sesuai untuk di kembangkan sebagai lahan permukiman. Kata Kunci: Kesesuaian Lahan, Permukiman, Analytic Hierarchy Process
Model Penataan Lingkungan Dusun Vatutela Dengan Pendekatan Iklim Dan Morfologi Lahan Andi Jiba Rifai Bassaleng; Iwan Setiawan Basri; Nur Rahmanina Burhany
JURNAL RUANG / ISSN : 2085-6962 Vol 5 No 2 September (2013): RUANG : JURNAL ARSITEKTUR
Publisher : Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako Tondo Jl. Sukarno-Hatta Km.9, Palu 94118 e-mail :Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako Tondo Jl. Sukarno-Hatta Km.9, Palu 941

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/ruang.v5i2 September.152

Abstract

Dusun Vatutela merupakan permukiman masyarakat asli suku Kaili yang berada di kota Palu, terletak diperbukitan kelurahan Tondo. Topografi Dusun Vatutela berupa daerah lerengan dan hanya memiliki satu jalan yang menjadi akses utama kedalam dusun tersebut. Karakteristik lingkungan tempat bermukim yang khas menuntut pertimbangan disain yang khusus agar tercipta harmonisasi antara hunian dengan lingkungannya dan memenuhi aspek kenyamanan dan kesehatan. Hunian di permukiman ini umumnya dibangun secara mandiri oleh penghuninya sendiri, sehingga dibangun seadanya sesuai dengan kemampuan mereka dan tanpa pertimbangan kesehatan maupun kaidah-kaidah perancangan arsitektur bangunan. Hal tersebut mengakibatkan hunian mereka umumnya memiliki tingkat kesehatan yang rendah dan tidak harmonis dengan lingkungan sekitarnya. Tujuan penelitian ini adalah menemukan solusi yang tepat untuk mengelolah lingkungan permukiman dan menemukan model desain rumah sehat sederhana yang mengunakan konsep harmonisasi dengan karakter lingkungan dan iklim mikro untuk masyarakat kurang mampu di dusun Vatutela dan mempertimbangkan kearifan lingkungan serta merencanakan rumah yang memenuhi standart rumah sehat dari standart penghawaan, dalam hal ini adalah studi efek penghawaan bagi kesehatan fisik dan kenyamanan visual. Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberi pengetahuan dan wawasan kepada masyarakat Vatutela agar membangunan hunian, mereka dapat mempertimbangkan standart desain. Menurut standard baku peraturan bangunan Indonesia, luas bukaan sebaiknya dapat mendistribusi udara segar kedalam bangunan sekitar 1 – 5 ACH, hal tersebut ditetapkan mempertimbangkan aspek kesehatan. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan studi lapangan. Studi lapangan dilakukan untuk merekam temperatur, kelembabah udara, curah hujan, kecepatan dan arah angin pada lokasi penelitian. Hasil Studi lapangan memperlihatkan bahwa hasil yang cukup potensial untuk dilakukan modifikasi penataan lingkungan yang dapat menawarkan sebuah desain lingkungan permukiman yang harmonis dengan iklim dan morfologi lahan serta konsep kawasan yang nyaman sehat dan asri.
Pendekatan Ecoregion Dalam Pengembangan Kawasan Wisata (Studi Kasus Penataan Kawasan Wisata Danau Poso) Asyra Ramadanta; Iwan Setiawan Basri
JURNAL RUANG / ISSN : 2085-6962 Vol 3 No 1 Maret (2011): RUANG : JURNAL ARSITEKTUR
Publisher : Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako Tondo Jl. Sukarno-Hatta Km.9, Palu 94118 e-mail :Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako Tondo Jl. Sukarno-Hatta Km.9, Palu 941

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/ruang.v3i1 Maret.124

Abstract

Pengembangan obyek wisata suatu kawasan akan terkait dengan pengembangan sentra‐sentra baru kegiatan aktifitas yang akan merupakan simpul baru dalam lingkup wilayah dan lintas regional. Tujuan pengembangan obyek wisata adalah untuk mendukung pengembangan wilayah melalui kegiatan pembangunan di bidang pariwisata. Kegiatan pengembangan terutama yang bersifat fisik harus mempertimbangkan kesesuaian potensi yang dimiliki untuk dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat. Pengembangan fisik termasuk penataan kawasan, diharapkan akan mewujudkan ruang‐ruang baru sebagai sarana untuk melakukan aktifitas, sehingga berdampak pada penciptaan sinergi wilayah yang harmonis, efektif dan berkelanjutan melalui penerapan mekanisme perencanaan secara menyeluruh dan terpadu. Pertumbuhan wilayah dalam arti keruangan pada satu sisi telah meningkatkan dan menggairahkan kegiatan perekonomian dan investasi, namun pada sisi lain kondisi tersebut turut menjadi pemicu terjadinya degradasi lingkungan apabila dampak yang ditimbulkan tidak diantisipasi sejak dini. Pengembangan fisik kawasan yang didasari penilaian daya dukung kawasan terhadap intensitas pembangunan fisik melalui proses analisis terhadap karakter intrinsik dan kondisi fisiografi kawasan, diharapkan dapat mencegah kerusakan lingkungan dan memelihara kesimbangan dan keberlanjutan ekosistem kawasan. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mendesain alternatif model penataan kawasan wisata dengan pendekatan ecoregion, dengan wilayah studi meliputi beberapa objek wisata di Kota Tentena dan Pendolo yang terletak pada dataran yang mengitari Danau Poso.
Pola Pemukiman Dan Tipologi Hunian Suku Bajo Di Sulawesi Tengah (Studi Kasus Rumah Suku Bajo di Desa Kabalutan dan Desa Labuan di Ampana) Andi Jiba Rifai B; Iwan Setiawan Basri; Nadjib Massikki
JURNAL RUANG / ISSN : 2085-6962 Vol 4 No 1 Maret (2012): RUANG : JURNAL ARSITEKTUR
Publisher : Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako Tondo Jl. Sukarno-Hatta Km.9, Palu 94118 e-mail :Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Tadulako Kampus Bumi Tadulako Tondo Jl. Sukarno-Hatta Km.9, Palu 941

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/ruang.v4i1 Maret.145

Abstract

Suku Bajo banyak tersebar dan bermukin di perairan Indonesia dan sekitarnya, termasuk di beberapa negara tetangga seperti di Thailand dan Malaysia. Sedang penyebaran terbanyak di Indonesia terdapat di pulau Sulawesi Utamanya di Sulawesi Tengah. Sejak ratusan tahun lalu, suku Bajo hidup diatas laut/perairan dimana awalnya mereka hanya menggunakan perahu dan mereka cakap mengarungi lautan, Hingga akhirnya beberapa kelompok masyarakatnya mulai menetap dan membangunan permukiman. Mereka kerap disebut gipsi laut (sea nomads), karena hidup di atas laut secara nomaden, namun kemudian mereka mulai menetap dan membangun permukiman di atas laguna karang dan perairan di sekitar pantai dan pulau-pulau, mereka mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya, serta tetap mempertahankan budaya kebaharian mereka. Suku Bajo awalnya tinggal di atas perahu, namun dengan perubahan zaman saat ini cukup mempengaruhi cara hidup mereka bahkan banyak diantara mereka yang tidak berprofesi sebagai nelayan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pemukiman dan tipe hunian/rumah serta tradisi yang tetap mereka pertahankan secara turun temurun dalam kehidupan mereka.