Claim Missing Document
Check
Articles

Found 6 Documents
Search

Pendekatan Syarah Ibn al-‘Attar dalam Al-Uddah fi Sharh Umdah fi al-Ahadith al-Ahkam: Analisis Sosio-Historis Chovifah, Anisatul; Muhid, Muhid; Nurita, Andris; Verawati, Sellyana; Hasbulloh, Moh
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol 26, No 2 (2024)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v26i2.21224

Abstract

This study examines the sharh methodology employed by Ibn al-‘Attar in his work Al-Uddah fi Sharh Umdah fi al-Ahadith al-Ahkam. Using a qualitative method and a library research approach, this research focuses on the socio-historical analysis of Ibn al-‘Attar's intellectual background and the influence of the Shafi’i school on his works. The findings indicate that Ibn al-‘Attar applied the tahlili (analytical) method in his sharh, aimed at facilitating readers, particularly beginners, in understanding legal hadiths. Social factors, especially the Shafi’i culture in Damascus, along with the significant influence of his teacher, Imam Nawawi, greatly shaped Ibn al-‘Attar's approach. The book demonstrates a clear system, providing detailed explanations based on the companions' narrations and their associated rulings. This study contributes significantly to understanding the role of sharh in the development of hadith studies and the influence of the Shafi’i school on hadith interpretation within Islamic scholarly traditions.Abstrak: Kajian ini membahas metodologi syarah yang digunakan oleh Ibn al-‘Attar dalam karyanya Al-Uddah fi Sharh Umdah fi al-Ahadith al-Ahkam. Dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan kepustakaan, penelitian ini berfokus pada analisis sosio-historis yang melatarbelakangi pemikiran Ibn al-‘Attar serta pengaruh mazhab Syafi’i terhadap karya-karyanya. Temuan menunjukkan bahwa Ibn al-‘Attar menerapkan metode tahlili (analisis) dalam syarahnya, yang ditujukan untuk memudahkan pembaca, terutama pelajar pemula, dalam memahami hadis-hadis hukum. Faktor sosial, terutama budaya Syafi’i di Damaskus, serta pengaruh besar dari gurunya, Imam Nawawi, sangat memengaruhi pendekatan Ibn al-‘Attar. Kitab ini juga menunjukkan sistematika yang jelas, dengan penjelasan yang rinci dan berbasis pada riwayat sahabat serta hukum-hukumnya. Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami peran syarah dalam perkembangan ilmu hadis dan pengaruh mazhab Syafi’i terhadap interpretasi hadis dalam tradisi keilmuan Islam.
Pandangan Ibn Al-Muqaffa’ Terhadap Kitab Al-Muwatta’ Karya Imam Malik Ibn Anas (W. 179 H) Verawati, Sellyana; Hasbulloh, Moh
KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin Vol. 15 No. 1 (2025): Februari
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Dakwah Institut Al Fithrah Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36781/kaca.v15i1.804

Abstract

Penelitian ini akan mengeksplorasi pandangan Ibn al-Muqaffa’ terhadap kodifikasi kitab al-Muwaṭṭā, sebuah karya kitab klasik yang lahir pada abad ke II yang disusun oleh Imām Mālik ibn Anas (w. 179 H). Ibn al-Muqaffa’ adalah seorang sastrawan Persia yang juga sezaman dengan Imām Mālik namun tidak sempat bertemu, hanya saja beliau sempat berdialegtika dengan karyanya masing-masing. Ibn al-Muqaffa’ hidup di bawah pemerintahan khalifah al-Mansūr sekaligus menempati di posisi penting dipemerintahannya, yaitu jadi skretaris gubernur. Kemudian Ibn al-Muqaffa’ memanfaatkan posisinya dengan mengusulkan agar taqnīn itu diseragamkan. Mengingat tidak samanya beberapa putusan dari para hakim saat itu tentang hukum yang diputuskan. Khalifah al-Mansūr menanggapi usulan itu setelah beberapa tahun kemudian dan memerintahkan Imām Mālik untuk menyusun kitab tentang hukum, yang diberi nama al-Muwaṭṭā’. Metodologi penelitian ini menggunakan kualitatif dengan pendekatan deskriptif-interpretatif dan jenis penelitian ini adalah library research, dengan mengakomulasi data-data yang terdapat di perpustakaan. Hasil penelitian ini adalah menyimpulkan bahwa Ibn al-Muqaffa’ adalah orang pertama yang memunculkan ide taqnīn (kodifikasi hukum) saat kepemerintahan khalifah al-Mansūr. Kemudian al-Mansūr memerintahkan Imām Mālik untuk menysusun kitab yang berisi tentang hukum tersebut. Dengan melalui beberapa tahapan akhirnya Imām Mālik bersedia menyusun kitab tersebut yang diberi nama al-Muwaṭṭā’.
Formulasi Makna Hadis Kasih Sayang Terhadap Hewan: Kajian Tematik Prayogi, Ananda; Razi, Fahrur; Rizaka, Maghza; Verawati, Sellyana; Tahzibil Huda, Ikmal
Al-Thiqah : Jurnal Ilmu Keislaman Vol 7 No 1 (2024): April
Publisher : LPPM Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Darussalam Bangkalan Madura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56594/althiqah.v7i1.151

Abstract

Kasih sayang terhadap hewan kini mengalami kemerosotan dapada mayoritas individu, terutama di kalangan umat Islam. Sebaliknya, Rasulullah SAW secara praksis menerapkan perasaan tersebut. Fenomena ini menciptakan ketidakselarasan antara realitas dan norma yang seharusnya diimplementasikan. Disparitas ini mendorong perlunya penelitian yang lebih rinci guna mencapai pemahaman holistik, yang dapat diwujudkan lebih efektif oleh individu yang menganut ajaran Islam. Metode penelitian kepustakaan dengan pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Sumber data berasal dari hadis yang tercantum dalam al-kutub al-tis’ah sebagai primer dalam pelacakan hadis. Temuan penelitian menegaskan bahwa hadis mengenai kasih sayang memiliki kuantitas yang memadai dan validitas yang terjamin. Lebih lanjut, interpretasi hadis melalui fiqh al-hadis menghasilkan kesimpulan tentang konsep kasih sayang. Puncaknya, penelitian ini merumuskan enam poin komprehensif mengenai makna hadis kasih sayang terhadap hewan, yang mencakup sikap dalam konteks mengurung, menyembelih, mengendarai, memberikan perhatian terhadap hewan yang kehausan, memperhatikan hewan kecil yang terpisah dari induknya, dan memeliharanya.
DIFFERENTIATING THE HADITHS ON TABARRUK AT THE TOMB OF THE PROPHET AMONG SUNNIS IN THE BOOK OF MAFĀHIM AND AL-TABARRUK Prayogi, Ananda; Verawati, Sellyana; Said, Imam Ghazali; Bustomi, Achmad Wahid
Nabawi: Journal of Hadith Studies Vol 6, No 2 (2025): Nabawi: Journal of Hadith Studies
Publisher : LP2M Ma'had Aly Hasyim Asy'ari Pesantren Tebuireng

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55987/njhs.v6i2.293

Abstract

Among Sunni Muslims—particularly between traditionalist and reformist circles—the practice of tabarruk at the Prophet’s tomb has remained a persistent source of controversy. The differing views, as seen between Nahdlatul Ulama and Wahhabi groups, reflect deeper tensions in understanding the legitimacy of such a practice. This issue is worth examining, as it highlights how variations in the interpretation of hadith shape religious perspectives within the Muslim community.This article aims to identify the differences in the use of hadith concerning tabarruk at the Prophet’s tomb by two prominent scholars: Sayyid Muḥammad ibn ʿAlawī al-Mālikī, representing the Sunni traditionalist perspective, and ʿAlī ibn Nāfiʿ al-ʿIlyānī, representing the Sunni reformist view. The study analyzes the hadiths each scholar employs as evidence, taking into account their authenticity, authority, interpretation, and the contextual factors underlying their differing positions.Using the methods of hadith criticism and ijmālī (holistic) understanding, this article reveals fundamental differences in their reasoning regarding tabarruk. The divergence lies not only in their choice of hadiths but also in how each relates the practice to societal behavior—whether deemed excessive or overly restrictive. Sayyid Muḥammad ibn ʿAlawī al-Mālikī argues that people are too quick to prohibit tabarruk, whereas ʿAlī ibn Nāfiʿ al-ʿIlyānī contends that the public tends to overindulge in it. In terms of validity, both hadiths used are authentic: the one cited by Sayyid Muḥammad is mauqūf al-sanad but marfūʿ al-ḥukm, while that cited by Shaykh ʿAlī ibn Nāfiʿ is marfūʿ. Both therefore carry equal argumentative strength.{Di kalangan Muslim Sunnī, khususnya antara kalangan tradisionalis dan reformis, praktik tabarruk dengan makam Nabi telah menjadi sumber kontroversi yang terus berlanjut. Perbedaan pandangan ini, seperti yang terlihat antara kelompok Nahdlatul Ulama dan Wahhabi, mencerminkan ketegangan dalam pemahaman terhadap praktik tersebut. Isu ini menjadi relevan untuk diteliti mengingat pentingnya memahami bagaimana perbedaan interpretasi hadis memengaruhi pandangan keagamaan di kalangan umat Islam. Artikel ini bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan penggunaan hadis tentang tabarruk dengan makam Nabi oleh dua tokoh besar, yaitu Sayyid Muḥammad ibn ’Alawī al-Mālikī yang mewakili perspektif Sunnī tradisionalis, dan ‘Ali ibn Nafi’ al-‘Ilyani yang mewakili Sunnī reformis. Penelitian ini menganalisis hadis-hadis yang mereka gunakan sebagai dalil, dengan mempertimbangkan aspek kesahihan, kehujahan, pemahaman mereka, serta faktor yang melatarbelakangi perbedaan ini. Dengan pendekatan kritik hadis dan pemahaman ijmālī, artikel ini mengungkapkan perbedaan mendasar dalam pendalilan kedua tokoh ini terhadap tabarruk dengan makam Nabi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan ini tidak hanya terletak pada pemilihan hadis, tetapi juga pada cara keduanya menghubungkan praktik ini dengan respons terhadap perilaku masyarakat, yang dianggap berlebihan atau sebaliknya. Di satu sisi, Sayyid Muḥammad ibn ’Alawī al-Mālikī memandang masyarakat terlalu mudah mengharamkan tabarruk makam Nabi, sementara di sisi lain, ‘Ali ibn Nafi’ al-‘Ilyani menganggap masyarakat berlebihan dalam mempraktikkannya. Dari sisi validitas, kedua hadis yang digunakan adalah sahih, Hadis yang digunakan oleh Sayyid Muḥammad berstatus mauqūf al-sanad namun marfū‘ al-ḥukm, sedangkan hadis yang digunakan Syaikh ‘Alī ibn Nāfi’ berstatus marfū‘. Keduanya memiliki kekuatan argumentatif yang seimbang.}
Pandangan al-H{a>fiz} Shiha>b al-Din al-Bus}i>ri Terhadap Hadis Zawa>id Dalam Kitab Mis}ba>h} az-Zuja>jah fi> Zawa>id Ibn Ma>jah Verawati, Sellyana; Muhid; Andris Nurita; Alda Nihayatul Arifah
Farabi Vol 21 No 1 (2024): Farabi
Publisher : LPPM IAIN Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30603/jf.v21i1.4368

Abstract

This research is a study of the views of al-Hafiz Shihab al-Din Al Busiri view of the zawaid Hadith, in his book al-Busiri examines the zawaidtraditions in the book of Ibn Majah. The zawaid hadith contained in Sunan Ibn Majah has a lot of debate among hadith scholars, many differences of opinion are found in the legal status and number of zawaid hadith contained in Sunan Ibn Majah. In the book Misbah az-Zujajah fii Zawaid, al-Busiri tries to provide an assessment of zawaid traditions and the number of zawaid traditions found by al-Busiri. However, the calculation has some differences in calculation among hadith scholars, therefore this needs to be known and studied. This research uses qualitative research methods that are descriptive interpretative, this research is a type of library research by collecting data through various literatures which are then described objectively. The main reference source of this research is the book Misbah az-Zujajah fii Zawaid Ibn Majah, while supporting sources are reference books, books, journal articles and other literature related to this research. From the findings it is stated that according to al-Busirithe zawaid traditions amount to 1552 Hadith and not all these Hadith are da'if, some are sahih, hasan, or dhaif. In writing the book Misbah az-Zujajah fii Zawaid, al-Busiri used various methods to determine the validity of the zawaid tradition.
Pendekatan Syarah Ibn al-‘Attar dalam Al-Uddah fi Sharh Umdah fi al-Ahadith al-Ahkam: Analisis Sosio-Historis Chovifah, Anisatul; Muhid, Muhid; Nurita, Andris; Verawati, Sellyana; Hasbulloh, Moh
Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin Vol. 26 No. 2 (2024)
Publisher : Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-raniry Banda Aceh

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22373/substantia.v26i2.21224

Abstract

This study examines the sharh methodology employed by Ibn al-‘Attar in his work Al-Uddah fi Sharh Umdah fi al-Ahadith al-Ahkam. Using a qualitative method and a library research approach, this research focuses on the socio-historical analysis of Ibn al-‘Attar's intellectual background and the influence of the Shafi’i school on his works. The findings indicate that Ibn al-‘Attar applied the tahlili (analytical) method in his sharh, aimed at facilitating readers, particularly beginners, in understanding legal hadiths. Social factors, especially the Shafi’i culture in Damascus, along with the significant influence of his teacher, Imam Nawawi, greatly shaped Ibn al-‘Attar's approach. The book demonstrates a clear system, providing detailed explanations based on the companions' narrations and their associated rulings. This study contributes significantly to understanding the role of sharh in the development of hadith studies and the influence of the Shafi’i school on hadith interpretation within Islamic scholarly traditions.Abstrak: Kajian ini membahas metodologi syarah yang digunakan oleh Ibn al-‘Attar dalam karyanya Al-Uddah fi Sharh Umdah fi al-Ahadith al-Ahkam. Dengan menggunakan metode kualitatif dan pendekatan kepustakaan, penelitian ini berfokus pada analisis sosio-historis yang melatarbelakangi pemikiran Ibn al-‘Attar serta pengaruh mazhab Syafi’i terhadap karya-karyanya. Temuan menunjukkan bahwa Ibn al-‘Attar menerapkan metode tahlili (analisis) dalam syarahnya, yang ditujukan untuk memudahkan pembaca, terutama pelajar pemula, dalam memahami hadis-hadis hukum. Faktor sosial, terutama budaya Syafi’i di Damaskus, serta pengaruh besar dari gurunya, Imam Nawawi, sangat memengaruhi pendekatan Ibn al-‘Attar. Kitab ini juga menunjukkan sistematika yang jelas, dengan penjelasan yang rinci dan berbasis pada riwayat sahabat serta hukum-hukumnya. Penelitian ini memberikan kontribusi penting dalam memahami peran syarah dalam perkembangan ilmu hadis dan pengaruh mazhab Syafi’i terhadap interpretasi hadis dalam tradisi keilmuan Islam.