Claim Missing Document
Check
Articles

Found 11 Documents
Search

PEMBERIAN SANKSI TERHADAP ANGGOTA KEPOLISIAN INDONESIA DALAM PERSPEKTIF KEPASTIAN HUKUM Rony Makasuci; Ardiansah; Yelia Nathassa Winstar
Collegium Studiosum Journal Vol. 7 No. 1 (2024): Collegium Studiosum Journal
Publisher : LPPM STIH Awang Long

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56301/csj.v7i1.1337

Abstract

Indonesia telah mengembangkan dan memperbarui berbagai regulasi untuk menjaga integritas dan etika dalam kepolisian. Dua regulasi penting dalam konteks ini adalah Peraturan Kapolri (PERKAP) No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peraturan Kepolisian (Perpol) No. 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kedua regulasi ini memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengatur dan menegakkan kode etik dalam tubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri), namun terdapat beberapa perbedaan signifikan dalam isi dan implementasinya. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :Untuk Menganalisis inkonsistensi pemberian sanksi terhadap anggota Kepolisian berdampak bagi seluruh anggota Kepolisian Indonesia, Untuk Menganalisis idealnya pemberian sanksi terhadap anggota Kepolisian dalam perspektif kepastian hukum. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Inkonsistensi Pemberian Sanksi Terhadap Anggota Kepolisian Berdampak Bagi Seluruh Anggota Kepolisian Indonesia dapat membawa dampak yang luas dan negatif bagi institusi kepolisian Indonesia. Untuk menjaga kepercayaan publik, moral anggota, dan integritas institusi, diperlukan upaya yang serius untuk memastikan bahwa setiap pelanggaran ditangani dengan adil dan konsisten. Dengan demikian, kepolisian dapat menjalankan tugasnya dengan lebih efektif dan mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat. Idealnya Pemberian Sanksi Terhadap Anggota Kepolisian Dalam Perspektif Kepastian Hukum bahwa Idealnya, harus mencakup prinsip-prinsip kepastian hukum, prosedur yang jelas dan transparan, proporsionalitas sanksi, kesetaraan di hadapan hukum, dan akuntabilitas. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, institusi kepolisian dapat meningkatkan disiplin internal, menjaga kepercayaan publik, dan memastikan bahwa hak-hak semua pihak dihormati. Penerapan sanksi yang adil dan konsisten tidak hanya memperkuat integritas institusi kepolisian tetapi juga mendukung upaya penegakan hukum yang lebih efektif di masyarakat.
PENERAPAN REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOTIKA OLEH PENYIDIK DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR INDRAGIRI HILIR Alexander Simamora Debata Raja; Indra Afrita; Yelia Nathassa Winstar
YUSTISI Vol 12 No 1 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i1.19068

Abstract

Penegakan hukum terhadap tindak pidana narkotika terus dilakukan oleh aparat penegak hukum berpedoman pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Namun dalam kenyataan justru semakin intensif dilakukan penegakan hukum, semakin meningkat peredaran dan penyalahgunaan narkotika terutama pelaku yang berstatus sebagai pengguna di wilayah hukum Polres Inhil. Faktor penjatuhan sanksi pidana tidak memberikan efek jera terhadap para pelakunya. Sehingga dicari alternatif lain yang bersifat non penal yaitu melalui rehabilitasi bagi para penyalahguna narkotika. Penelitian ini fokus terhadap dua pokok permasalahan, yaitu : Bagaimana Bentuk Pencemaran Nama Baik Terkait Dengan Implementasi Hak Kebebasan Berpendapat Di Indonesia serta Bgaimana Perlindungan Terhadap Kebebasan Berpendapat Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis Pelaksanaan Rehabilitasi Terhadap Pengguna Narkotika Oleh Penyidik Kepolisian Resor Indragiri Hilir serta Hambatan Pelaksanaan Rehabilitasi Terhadap Pengguna Narkotika Oleh Penyidik Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Indragiri Hilir. Penelitian ini termasuk dalam golongan penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Penelitian yuridis empiris adalah penelitian yang mempunyai objek kajian mengenai Penerapan Rehabilitasi Terhadap Pecandu Narkotika Oleh Penyidik Di Wilayah Hukum Kepolisian Resor Indragiri Hilir. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyidik memiliki kewenangan untuk menetapkan rehabilitasi terhadap korban penyalahgunaan narkotika. Penerapan rehabilitasi terhadap pelaku penyalahgunaan Narkotika oleh penyidik Polres Indragiri Hilir dilakukan dengan mengkualifikasi pelaku sebagai pengedar maupun pelaku sebagai penyalahguna Narkotika yang didasarkan pada mekanisme penyidikan sampai dengan pemberkasan perkara. Penyidik mengkonstruksikan kasus penyalahguna narkotika kedalam rehabilitasi yakni pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009, dari banyaknya barang bukti, dilakukan asesmen oleh tim TAT yang dibentuk BNN. Hambatan dalam pelaksanaan rehabilitasi terhadap pengguna narkotika oleh penyidik kepolisian di wilayah hukum Kepolisian Resor Indragiri Hilir meliputi :Kurang Koperatifnya Pihak Keluarga; Keterbatasan Fasilitas; Kurangnya Koordinasi; Kondisi Kesehatan Korban. Kata kunci: Penerapan, Rehabilitasi, Penyidik, Kepolisian Resor Indragiri Hilir.
PELAKSANAAN TAHAPAN PEMBUKUAN HAK DALAM KEGIATAN PTSL DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Eli Yusmi; Ardiansah; Yelia Nathassa Winstar
YUSTISI Vol 12 No 1 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i1.19070

Abstract

Penelitian ini membahas pelaksanaan tahapan pembukuan hak dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Indragiri Hilir. PTSL merupakan inisiatif pemerintah untuk menciptakan kepastian hukum atas hak tanah melalui pendaftaran tanah secara menyeluruh dan sistematis di seluruh Indonesia. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi tahapan pembukuan hak dalam PTSL serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran program tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dengan metode deskriptif, yang berfokus pada pengumpulan data dari fenomena sosial melalui observasi, wawancara, dan survei. Penelitian ini tidak hanya menganalisis norma atau peraturan tertulis tetapi juga mempelajari praktik pelaksanaannya di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun PTSL di Kabupaten Indragiri Hilir telah menunjukkan kemajuan, masih terdapat tantangan, seperti ketidakakuratan data tanah, rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendaftaran tanah, dan keterbatasan sumber daya manusia di lapangan. Sinergi antara pemerintah daerah, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan masyarakat juga masih memerlukan penguatan untuk mencapai hasil yang optimal. Untuk mengatasi kendala tersebut, penelitian ini merekomendasikan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pelaksanaan sosialisasi yang lebih efektif kepada masyarakat, serta perbaikan sistem administrasi guna mendukung keberhasilan program PTSL di masa mendatang. Kata Kunci: Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, Pembukuan Hak, Kabupaten Indragiri Hilir.
PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 63 TAHUN 2004 TENTANG PENGAMANAN OBYEK VITAL NEGARA PADA PT. PERTAMINA HULU ROKAN (PT PHR) OLEH DIREKTORAT PAM OBVIT POLDA RIAU Mohd. Hendy Wismar Syahputra; Irawan Harahap; Yelia Nathassa Winstar
YUSTISI Vol 12 No 1 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i1.19071

Abstract

Objek Vital Nasional (Obvitnas) adalah kawasan, bangunan, atau usaha strategis yang berkaitan dengan kepentingan negara dan hajat hidup masyarakat luas. Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 memberikan kewenangan kepada Polri untuk melaksanakan pengamanan Obvitnas, termasuk PT Pertamina Hulu Rokan (PT PHR) di Provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan menganalisis pelaksanaan pengamanan Obvitnas di PT PHR oleh Direktorat Pam Obvit Polda Riau serta faktor penghambat efektivitasnya. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengamanan di PT PHR dilakukan melalui kerja sama berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan Pedoman Kerja Teknis. Pelaksanaan pengamanan mencakup penjagaan aset, operasional wilayah kerja, fasilitas produksi, dan patroli gabungan dengan pihak keamanan perusahaan. Meskipun pengamanan telah diupayakan secara maksimal, beberapa kendala tetap terjadi, seperti keterbatasan jumlah personel, luasnya wilayah pengamanan, serta minimnya sarana prasarana. Kasus pencurian dan perusakan masih ditemukan, yang juga dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran masyarakat sekitar. Kesimpulannya, pengamanan Obvitnas di PT PHR memerlukan peningkatan sumber daya manusia dan sarana pendukung, serta sosialisasi hukum kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga keamanan Obvitnas demi kepentingan bersama. Kata Kunci: Obvitnas, Ditpamovit, PHR.
PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA BANK PERKREDITAN RAKYAT DI KOTA PEKANBARU BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN T., Jefri; Irawan Harahap; Yelia Nathassa Winstar
YUSTISI Vol 12 No 2 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i2.18819

Abstract

Bank perlu memastikan keyakinan terhadap kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur melalui penilaian yang mendalam terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis, yang bertujuan mengkaji praktik hukum dalam konteks sosial yang nyata. Namun, pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian dalam pemberian kredit pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Kota Pekanbaru masih menghadapi tantangan serius. Masih banyak kasus kredit macet yang merugikan bank, di mana debitur tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran angsuran secara tepat waktu. Kondisi usaha debitur yang tidak stabil menjadi salah satu penyebab utama terjadinya hal ini, sehingga meningkatkan risiko kredit macet yang berpengaruh negatif terhadap stabilitas keuangan bank. Oleh karena itu, penting bagi BPR untuk melakukan evaluasi yang lebih mendalam terhadap kondisi usaha nasabah debitur serta memperbaiki mekanisme penilaian risiko kredit agar dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kredit macet. Selain itu, BPR juga perlu meningkatkan komunikasi yang efektif dengan debitur untuk memastikan kelancaran pembayaran angsuran, serta menciptakan program yang dapat membantu debitur mengelola usahanya dengan lebih baik. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan perbankan dapat meningkat, sehingga menciptakan stabilitas yang lebih baik dalam pengelolaan kredit di masa depan.
PELAKSANAAN TAHAPAN PEMBUKUAN HAK DALAM KEGIATAN PTSL DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Eli Yusmi; Ardiansah; Yelia Nathassa Winstar
YUSTISI Vol 12 No 2 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i2.18903

Abstract

Penelitian ini membahas pelaksanaan tahapan pembukuan hak dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Indragiri Hilir. PTSL merupakan inisiatif pemerintah untuk menciptakan kepastian hukum atas hak tanah melalui pendaftaran tanah secara menyeluruh dan sistematis di seluruh Indonesia. Kajian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi tahapan pembukuan hak dalam PTSL serta mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi kelancaran program tersebut. Pendekatan yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dengan metode deskriptif, yang berfokus pada pengumpulan data dari fenomena sosial melalui observasi, wawancara, dan survei. Penelitian ini tidak hanya menganalisis norma atau peraturan tertulis tetapi juga mempelajari praktik pelaksanaannya di masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun PTSL di Kabupaten Indragiri Hilir telah menunjukkan kemajuan, masih terdapat tantangan, seperti ketidakakuratan data tanah, rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendaftaran tanah, dan keterbatasan sumber daya manusia di lapangan. Sinergi antara pemerintah daerah, Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan masyarakat juga masih memerlukan penguatan untuk mencapai hasil yang optimal. Untuk mengatasi kendala tersebut, penelitian ini merekomendasikan peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pelaksanaan sosialisasi yang lebih efektif kepada masyarakat, serta perbaikan sistem administrasi guna mendukung keberhasilan program PTSL di masa mendatang.
PELAKSANAAN KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR. 63 TAHUN 2004 TENTANG PENGAMANAN OBYEK VITAL NEGARA PADA PT. PERTAMINA HULU ROKAN (PT. PHR) OLEH DIREKTORAT PAM OBVIT POLDA RIAU Mohd. Hendy Wismar Syahputra; Irawan Harahap; Yelia Nathassa Winstar
YUSTISI Vol 12 No 2 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i2.18904

Abstract

Objek Vital Nasional (Obvitnas) adalah kawasan, bangunan, atau usaha strategis yang berkaitan dengan kepentingan negara dan hajat hidup masyarakat luas. Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 memberikan kewenangan kepada Polri untuk melaksanakan pengamanan Obvitnas, termasuk PT Pertamina Hulu Rokan (PT PHR) di Provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan menganalisis pelaksanaan pengamanan Obvitnas di PT PHR oleh Direktorat Pam Obvit Polda Riau serta faktor penghambat efektivitasnya. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum sosiologis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengamanan di PT PHR dilakukan melalui kerja sama berdasarkan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dan Pedoman Kerja Teknis. Pelaksanaan pengamanan mencakup penjagaan aset, operasional wilayah kerja, fasilitas produksi, dan patroli gabungan dengan pihak keamanan perusahaan. Meskipun pengamanan telah diupayakan secara maksimal, beberapa kendala tetap terjadi, seperti keterbatasan jumlah personel, luasnya wilayah pengamanan, serta minimnya sarana prasarana. Kasus pencurian dan perusakan masih ditemukan, yang juga dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran masyarakat sekitar. Kesimpulannya, pengamanan Obvitnas di PT PHR memerlukan peningkatan sumber daya manusia dan sarana pendukung, serta sosialisasi hukum kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga keamanan Obvitnas demi kepentingan bersama.
IMPLEMENTASI PERSALINAN NORMAL PADA FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN KLINIK PRATAMA DI KABUPATEN KAMPAR BERDASARKAN PERMEN KESEHATAN RI NO. 97 TAHUN 2014 TENTANG PELAYANAN KESEHATAN MASA SEBELUM HAMIL, MASA HAMIL, PERSALINAN, DAN MASA SESUDAH MELAHIRKAN, PENYELENGGARAAN PELAYANAN KONTRASEPSI, SERTA PELAYANAN KESEHATAN SEKSUAL Fuchia Yulivel Asneldy; Ardiansah; Yelia Nathassa Winstar
YUSTISI Vol 12 No 2 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i2.19082

Abstract

Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan kebijakan pemerintah untuk menekan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) No. 97 Tahun 2014 dan Permenkes No. 39 Tahun 2016. Kebijakan ini bertujuan untuk memastikan ibu melahirkan di fasilitas yang aman dengan tenaga kesehatan yang kompeten. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan persalinan normal di Klinik Pratama Kabupaten Kampar berdasarkan regulasi tersebut. Penelitian ini menggunakan metode hukum sosiologis dengan pendekatan empiris. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, studi kepustakaan, dan dokumentasi, dengan sumber data yang mencakup data primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Klinik Pratama di Kabupaten Kampar telah menerapkan kebijakan persalinan normal sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Permenkes No. 97 Tahun 2014. Pelayanan yang diberikan meliputi pemeriksaan antenatal, deteksi dini risiko persalinan, serta penanganan komplikasi selama dan setelah persalinan. Namun, implementasi kebijakan ini masih menghadapi beberapa tantangan, seperti keterbatasan fasilitas medis, alat kesehatan yang belum memadai, serta kurangnya tenaga medis yang terlatih secara berkelanjutan. Selain itu, terdapat kendala dalam koordinasi rujukan antara Klinik Pratama, Puskesmas, dan rumah sakit yang dapat mempengaruhi kelancaran proses persalinan, terutama dalam kasus-kasus komplikasi yang membutuhkan intervensi lebih lanjut. Untuk meningkatkan efektivitas pelayanan persalinan normal, diperlukan dukungan dalam pengadaan fasilitas dan alat medis yang memadai, termasuk peralatan untuk deteksi dini risiko komplikasi. Selain itu, pelatihan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan perlu diperkuat guna meningkatkan kompetensi dalam menangani persalinan normal maupun kondisi darurat. Sistem informasi yang terintegrasi antara fasilitas kesehatan juga menjadi kebutuhan mendesak guna mempercepat proses rujukan dan memastikan tindak lanjut pasca persalinan berjalan optimal. Pemantauan dan evaluasi berkala terhadap implementasi kebijakan persalinan normal sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.
PERGESERAN KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM RUMPUN KEKUASAAN EKSEKUTIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Wiraya Aidiliya Utama; Ardiansah; Yelia Nathassa Winstar
YUSTISI Vol 12 No 3 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i3.18990

Abstract

Penelitian ini membahas pergeseran kedudukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dalam rumpun kekuasaan eksekutif berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pergeseran tersebut telah memunculkan berbagai pandangan mengenai independensi KPK sebagai lembaga negara yang memiliki peran sentral dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep, dan analisis historis. Data penelitian dikumpulkan melalui studi pustaka yang mencakup peraturan perundang-undangan, dokumen hukum, serta literatur terkait. Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada posisi dan fungsi KPK dalam sistem ketatanegaraan, khususnya setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kedudukan KPK yang kini berada di bawah rumpun kekuasaan eksekutif berimplikasi pada tantangan dalam menjaga independensi dan efektivitasnya. Oleh karena itu, diperlukan penguatan mekanisme checks and balances serta jaminan independensi institusional untuk memastikan KPK tetap menjalankan tugasnya secara optimal dalam memberantas tindak pidana korupsi.
PERGESERAN KEDUDUKAN KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM RUMPUN KEKUASAAN EKSEKUTIF BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2019 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Wiraya Aidiliya Utama; Ardiansah; Yelia Nathassa Winstar
YUSTISI Vol 12 No 3 (2025)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v12i3.18990

Abstract

Penelitian ini membahas pergeseran kedudukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) dalam rumpun kekuasaan eksekutif berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pergeseran tersebut telah memunculkan berbagai pandangan mengenai independensi KPK sebagai lembaga negara yang memiliki peran sentral dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konsep, dan analisis historis. Data penelitian dikumpulkan melalui studi pustaka yang mencakup peraturan perundang-undangan, dokumen hukum, serta literatur terkait. Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi perubahan yang terjadi pada posisi dan fungsi KPK dalam sistem ketatanegaraan, khususnya setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kedudukan KPK yang kini berada di bawah rumpun kekuasaan eksekutif berimplikasi pada tantangan dalam menjaga independensi dan efektivitasnya. Oleh karena itu, diperlukan penguatan mekanisme checks and balances serta jaminan independensi institusional untuk memastikan KPK tetap menjalankan tugasnya secara optimal dalam memberantas tindak pidana korupsi.